Asal Muasal Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Sebenarnya,
tidak ada riwayat dari hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam tentang istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Istilah ini baru ada dan
diperkenalkan oleh seorang sahabat yang mulia, Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘Anhuma.
Abdullah
bin Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata:
النظر إلى الرجل من أهل
السنة يدعو إلى السنة وينهى عن البدعة ، عبادة
“Melihat
seseorang dari Ahlus Sunnah merupakan ajakan menuju sunnah, dan mencegah bid’ah
merupakan ibadah.” (Imam Al Lalika’i, Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah
wal Jama’ah, 1/29. Syaikh Abdullah bin Abdil Hamid Al Atsari, Al Wajiz
fi ‘Aqidah As Salaf Ash Shalih, Hal. 159. Imam Abul
Faraj Al Jauzi, Talbis Iblis, Hal.10. Semua menyebutkan atsar ini
tanpa sanad)
Ketika menafsirkan surat Ali Imran
ayat 106:
يَوْمَ تَبْيَضُّ
وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ
“Pada hari yang di
waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram...”
(QS. Ali Imran (3): 106)
Berkata
Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma:
تبيض وجوه أهل السنة والجماعة وتسود وجوه أهل البدعة.
“Putih berseri wajah Ahlus
Sunnah wal Jamaah, dan hitam muram wajah ahli bid’ah.” ( Imam Al Qurthubi,
Al Jami’ li Ahkamil Quran, 4/167. Tafsir Ibnu Abi Hatim, 3/124. Imam Al
Baghawi, Ma’alimut Tanzil, 2/87. Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir,
2/10. Imam Ibnul Jauzi, Zaadul Masir, 1/393. Imam As Suyuthi, Ad
Durul Mantsur, 2/407)
Namun dalam Shahih
Muslim, disebutkan bahwa Imam Muhammad bin Sirin Radhiallahu ‘Anhu
menyebut nama “Ahlus Sunnah”, dan ini merupakan riwayat yang lebih valid
dibanding sebelumnya.
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ
مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ زَكَرِيَّاءَ عَنْ عَاصِمٍ
الْأَحْوَلِ عَنْ ابْنِ سِيرِينَ قَالَ لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنْ الْإِسْنَادِ
فَلَمَّا وَقَعَتْ الْفِتْنَةُ قَالُوا سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى
أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلَا
يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ
Berkata kepada kami Ja’far Muhammad bin Shabbah, berkata kepada kami
Ismail bin Zakariya, dari ‘Ashim, dari
Ibin Sirin, katanya: Dahulu mereka tidak pernah menanyakan tentang
isnad. Ketika terjadi fitnah mereka mengatakan: “Sebutlah nama periwayat kalian
kepada kami, maka jika dilihat dari Ahli
Sunnah maka diambil hadits mereka, dan
jika dilihat dari Ahli Bid’ah maka
jangan ambil hadits darinya.” (Shahih Muslim, Bab Bayan Annal Isnaad
minad Diin)
Definisi Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah
Berkata
Syaikh Muhammad Khalil Hiras:
وَالْمُرَادُ بِالسُّنَّةِ : الطَّرِيقَةُ الَّتِي كَانَ عَلَيْهَا رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصَحْابُهُ قَبْلَ ظُهُورِ الْبِدَعِ
وَالْمَقَالَاتِ .
وَالْجَمَاعَةُ فِي الْأَصْلِ : الْقَوْمُ الْمُجْتَمِعُونَ ، وَالْمُرَادُ
بِهِمْ هُنَا سَلَفُ هَذِهِ الْأُمَّةِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ ، الَّذِينَ
اجْتَمَعُوا عَلَى الْحَقِّ الصَّرِيحِ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى وَسُنَّةِ رَسُولِهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
“Maksud
dari As Sunnah adalah jalan yang Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya ada di atasnya, sebelum nampaknya
bid’ah dan perkataan-perkataan menyimpang.
Sedangkan Al Jama’ah pada asalnya,
bermakna: Kaum yang berkumpul, tetapi yang dimaksud di sini adalah pendahulu
umat ini dari kalangan sahabat, tabi’in, dan orang-orang yang berkumpul di atas
kebenaran yang jelas dari Kitabullah dan Sunnah RasulNya Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam.” (Syaikh Muhammad Khalil Hiras, Syarh Al ‘Aqidah Al
Wasithiyyah, Hal. 26)
Berkata Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu tentang
makna Al Jama’ah:
الجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ
الَحَقّ ، وَإِن كُنْتَ وَحْدَكَ
“Al
Jama’ah adalah apa-apa yang bersesuaian dengan kebenaran, walau pun kau
seorang diri.” (Syaikh Abdullah bin Abdil Hamid Al Atsari, Al Wajiz fi
‘Aqidah As Salaf Ash Shalih, Hal.25)
Sementara dalam kitab lain, dari Abdullah bin
Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu pula:
إنما الجماعة ما وافق
طاعة الله وإن كنت وحدك
“Sesungguhnya Al
Jama’ah adalah apa-apa yang bersesuaian dengan ketaatan kepada Allah,
walau kau seorang diri.” (Imam Al Lalika’i, Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah
wal Jama’ah, 1/63)
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam sendiri menjelaskan makna Al Jama’ah:
ما أنا عليه وأصحابي
“Apa-apa yang Aku dan
sahabatku berada di atasnya.” (HR. At Tirmidzi No. 2641. Syaikh
Al Albani mengatakan: hasan. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2641)
Syaikh
Abdullah bin Abdil Hamid Al Atsari, memberikan kesimpulan tentang makna
Ahlus Sunnah wal Jama’ah, sebagai berikut:
فَأهلُ السُّنَّةِ والجماعة :
هم المتمسكون بسُنٌة النَّبِيِّ- صلى اللّه عليه وعلى آله وسلم- وأَصحابه
ومَن تبعهم وسلكَ سبيلهم في الاعتقاد والقول والعمل ، والذين استقاموا على الاتباع
وجانبوا الابتداع ، وهم باقون ظاهرون منصورون إِلى يوم القيامة فاتَباعُهم هُدى ، وخِلافهم
ضَلال .
“Maka,
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mereka yang berpegang teguh
dengan sunnah (jalan) Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, para
sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dan menempuh jalan mereka
dalam perkara aqidah, ucapan, dan perbuatan, dan orang-orang yang istiqamah
dalam ittiba’ (mengikuti sunnah) dan menjauhkan bid’ah, merekalah
orang-orang yang menang dan mendapat pertolongan pada hari kiamat. Maka
mengikuti mereka adalah petunjuk, dan berselisih dengan mereka adalah sesat.” (Al
Wajiz ..., Hal. 25)
Jadi, ada dua
kata kunci dalam memahami istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah:
1.
Apa yang mereka jalankan? Yakni thariqah
(metode/jalan) yang pernah dilakoni oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam, sahabat, dan tabi’in.
2.
Siapa sajakah mereka? Yakni Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, para sahabat, dan tabi’in, dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, bersama
kebenaran yang mereka bawa.
Sehingga,
siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, manusia yang mengikuti jalan yang
pernah ditempuh mereka, maka itulah Ahlus Sunnah wal Jamaah, walaupun dia
seorang diri.
Nama Lain Dari Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah
Ahlus
Sunnah wal Jama’ah memiliki beberapa nama lain, yakni:
1.
Al Firqah An Najiyah (
Golongan yang Selamat)
Di berbagai
kitab, para Ulama mengistilahkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan nama Al
Firqah An Najiyah. Pengistilahan ini terinspirasi dari hadits-hadits
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang perpecahan umat (hadits
iftiraq), yang menyebutkan hanya ada satu kelompok yang yang selamat dan
masuk surga.
Sementara Imam
Muhammad bin Abdil Wahhab menyebutnya dengan istilah Al Millah An
Najiyyah. (Ushulul Iman, Hal. 173)
Dari ‘Auf bin
Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
افْتَرَقَتْ
الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُونَ
فِي النَّارِ وَافْتَرَقَتْ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَإِحْدَى
وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ
لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ
وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ قَالَ الْجَمَاعَةُ
“Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, satu di surga, yang
70 di neraka. Nasrani terpecah menjadi 72 golongan, satu di surga, 71 di
neraka. Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, umatku akan terpecah
menjadi 73 golongan, satu di surga, 72 di neraka.” Rasulullah ditanya: “Ya
Rasulullah, siapakah mereka?” Beliau menjawab: Al Jama’ah.” (HR.
Ibnu Majah No. 3992. Ath Thabarani, Al Kabir
No. 129, juga Musnad
Asy Syamiyin
No. 988. Dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani, lihat Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3992)
Hadits perpecahan umat, juga diriwayatkan dari
beberapa sahabat selain ‘Auf bin Malik di atas, di antaranya:
-
Jalur
Abu Hurairah, tetapi hanya menyebut jumlah perpecahan, tanpa menyebut “Satu
Yang di Surga” dan tanpa menyebut Al Jama’ah. (HR. Abu
Daud No. 4596. Ibnu Hibban No. 1834 (Mawarid Azh Zham’an). Abu Ya’la No. 5910. Imam Al Hakim mengatakan shahih
sesuai syarat Imam Muslim, Al Mustadrak ‘Alash Shahihain, 1/426/405)
-
Jalur
Anas bin Malik, tetapi hanya menyebut perpecahan Bani Israel (71 kelompok,
semua neraka kecuali satu), dan perpecahan Umat Islam saja (72 kelompok, semua
neraka kecuali satu, yakni Al Jama’ah), tanpa menyebut perpecahan
Nasrani. (HR. Ibnu Majah No. 3993. Al Baihaqi, Dalail An Nubuwwah,
7/42/2545. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no.
2042). Secara zhahir, hadits ini bertentangan dengan hadits dari ‘Auf bin Malik di atas, yang
menyebut umat Islam terpecah menjadi 73.
Ini hanya
sebagian saja dari hadits tentang iftiraqul ummah (perpecahan
umat), yang menjadi dasar bahwa Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah Al
Firqah An Najiyah.
Catatan:
Sebagaian
ulama ada yang meragukan validitas (keshahihan) hadits-hadits di atas. Seperti
Imam Abu Muhammad bin Hazm, Imam Ibnul Wazir Al Yamani, dan Syaikh Yusuf Al
Qaradhawi hafizhahullah. Ada beberapa alasan yang mereka utarakan, di
antaranya:
1. Hadits
ini sangat penting, bahkan Imam Al Hakim menyebutnya dengan: Ushulul
Kabir (dasar-dasar yang agung). Namun, Bukhari-Muslim tidak
meriwayatkannya. Betul bahwa hadits shahih juga banyak tersebar di kitab-kitab
selain Bukhari-Muslim, tetapi mereka tidaklah meninggalkan dalam kitabnya
masalah-masalah sepenting ini.
2. Perpecahan
umat Islam ada 73, kenapa umat terbaik perpecahaannya koq lebih banyak?
3. Kalimat
yang menyebutkan pengecualian yang selamat, yakni kata-kata: “Kecuali
satu yang surga,” atau kata “Al Jama’ah” berpotensi
disalahgunakan oleh sebagian orang untuk membenarkan kelompoknya, dan
menyalahkan kelompok yang lain.
Bahkan Imam
Ibnul Wazir, dalam Kitab Al ‘Awashim, mendhaifkan
hadits-hadits ini secara keseluruhan, termasuk tambahannya, “Kecuali satu
yang surga,” atau kata, “Al Jama’ah.” Beliau berkata:
وإياك والاغترار بـ "كلها هالكة إلا واحدة" فإنها زيادة فاسدة،
غير صحيحة القاعدة، ولا يؤمن أن تكون من دسيس الملاحدة. قال: وعن ابن حزم: إنها
موضوعة، عير موقوفة ولا مرفوعة
“Hati-hatilah anda, jangan tertipu dengan kata –
semua binasa kecuali satu- karena itu adalah tambahan yang rusak, tidak
shahih, dan direkayasa oleh orang mulhid (atheis). Berkata Ibnu
Hazm: hadits ini palsu, tidak mauquf (sampai di sahabat), dan tidak
pula marfu’ (sampai Rasulullah).” (Syaikh Dr. Yusuf Al Qaradhawi, Ash
Shahwah Al Islamiyah Baina Al Ikhtilaf Al Masyru’ wat Tafarruq Al Madzmum,
Hal. 27)
4. Dalam
sanadnya terdapat seorang rawi bernama: Muhammad bin Amr bin Al Qamah bin Al
Waqqash Al Laitsi. Para ulama berkata tentang dia:
صدوق، له
أوهام
“Orang jujur,
tapi banyak keraguan.” (Imam Ibnu Hajar, Taqribut Tahdzib, 1/763. Imam
Badruddin Al ‘Aini, Maghani Al Akhyar, 6/63/527)
Tetapi
Imam Adz Dzahabi memberikan penilaian positif tentang dia:
وكان حسن
الحديث، كثير العلم، مشهوراً
“Dia hasan (bagus) haditsnya, banyak ilmu,
dan terkenal.” (Imam Ad Dzahabi, Al ‘Ibar fi Khabar min Ghabar, Hal.
38)
Juga Imam An
Nasa’i dan lainnya, berkata tentang dia: “Laisa bihi ba’san” (Dia
tidak apa-apa) (Imam Adz Dzahabi, Man Lahu Ar Riwayah fi Kutub As Sittah,
2/207)
Namun demikian
yang menshahihkan hadits ini, dari kalangan pakar dan imam hadits lebih banyak
dibanding yang mendhaifkan. Seperti Imam Al Hakim, Imam At
Tirmidzi, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Hajar, dan lain-lain. Sedangkan Imam
Ibnu Hazm, telah masyhur dikalangan ulama bahwa dia adalah orang yang sangat
ketat dalam menjarh (menilai cacat) perawi hadits, sampai-sampai
ulama sekaliber Imam At Tirmidzi di katakannya: majhul (tidak
dikenal)!! Wallahu A’lam
2.
Ath Thaifah Al Manshurah (kelompok
yang mendapat pertolongan)
Ini juga
sebutan lain untuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah, sebagaimana yang tersebar d
berbagai kitab para ulama.
Allah Ta’ala
berfirman:
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ
آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأشْهَادُ
“Sesungguhnya Kami
menolong Rasul-Rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia
dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).” (QS. Al Ghafir (40): 51)
وَلَقَدْ سَبَقَتْ كَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الْمُرْسَلِينَ
(171) إِنَّهُمْ لَهُمُ الْمَنْصُورُونَ (172) وَإِنَّ جُنْدَنَا لَهُمُ الْغَالِبُونَ
(173)
“Dan Sesungguhnya
telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul, (yaitu)
Sesungguhnya mereka Itulah yang pasti mendapat pertolongan, dan Sesungguhnya
tentara Kami Itulah yang pasti menang.” (QS. Ash Shaffat (37): 171-173)
Dari Tsauban
Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
لَا
تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ
حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
“Ada
sekelompok umatku yang senantiasa di atas kebenaran, tidaklah
memudharatkan mereka orang-orang yang menelantarkan mereka, sampai Allah
datangkan urusannya (kiamat), dan mereka tetap demikian.” (HR. Muslim No. 1920)
Sementara dari
jalur Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘Anhu, teksnya: ... senantiasa
berperang di atas kebenaran ... (HR. Muslim No. 1923,
Ahmad No.
14762)
3. As Sawadul A’zham (Kelompok besar/mayoritas)
Ini juga nama lain dari
Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Imam Ibnu Rajab Rahimahullah dalam Fathul
Bari, menuliskan:
وحكاه
ابن شاهين عَن عامة أهل السنة ، قَالَ : وهم السواد الأعظم .
“Ibnu Syahin menghikayatkan tentang semua
Ahlus Sunnah, dia berkata: mereka adalah Sawadul A’zham.” (Imam Ibnu
Rajab, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 5/200)
Nama ini ditegaskan langsung dalam beberapa
hadits. Dari Ibnu Umar Radhiallahu
‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لا يجمع الله هذه الأمة على الضلالة أبدا وقال : يد الله على الجماعة فاتبعوا السواد الأعظم ، فإنه من شذ شذ في النار
“Tidaklah
Allah kumpulkan umat ini dalam kesesatan selamanya.” Dan beliau juga bersabda:
“Tangan Allah atas jamaah, maka ikutilah As Sawadul A’zham, maka
barangsiapa yang menyempal, maka dia menyempal ke neraka.” (HR. Al Hakim, Al
Mustadrak ‘Alash Shahihain, No. 391)
Hadits lain, dari Abu Umamah Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اختلفت اليهود
على احدى وسبعين فرقة سبعون فرقة في النار وواحدة في الجنة واختلف النصارى على اثنتين
وسبعين فرقة إحدى وسبعون فرقة في النار وواحدة في الجنة وتختلف هذه الامة على ثلاثة وسبعين فرقة اثنتان
وسبعون فرقة في النار وواحدة في الجنة فقلنا انعتهم لنا قال السواد الاعظم
“Yahudi
berselisih menjadi 71 kelompok, 70 ke neraka dan satu ke surga. Nasrani juga
berselisih menjadi 72 kelompok, 71 ke neraka dan satu ke surga. Dan Umat ini
juga berselisih mejadi 73 kelompok, 72 ke neraka dan satu ke surga.” Kami
berkata: “Sifatkanlah mereka untuk kami?” Beliau bersabda: “As Sawadul
A’zham”. (HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabi No. 8051. Imam Al Haitsami
mengatakan: rijal (perawi) hadits ini tsiqat (kredibel), Majma’ Az
Zawaid, 6/234)
4.
As Salafiyah (Yang Terdahulu)
Ini adalah
istilah paling tenar setelah Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu sendiri. Istilah
ini diinspirasikan dari hadits Aisyah Radhiallahu ‘Anha berikut, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya:
وَنِعْمَ السَّلَفُ أَنَا
لَكِ
“Aku
adalah sebaik-baiknya salaf (pendahulu) bagimu.” (HR. Muslim No. 2450. Ibnu Majah No. 1621, Ahmad No.
26413)
Dalam
Al Quran pun ada istilah ‘salaf’ namun tidak ada kaitan sama sekali dengan
‘komunitas’ dan pemikiran aqidah yang sedang kita bahas.
Allah
Ta’ala berfirman:
وَلا تَنْكِحُوا
مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ
فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kamu
kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa
yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah
dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). (QS. An Nisa (4): 22)
Dalam ayat lain:
قُلْ لِلَّذِينَ
كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ وَإِنْ يَعُودُوا
فَقَدْ مَضَتْ سُنَّةُ الأوَّلِينَ
“Katakanlah kepada
orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya),
niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah
lalu; dan jika mereka kembali lagi Sesungguhnya akan Berlaku (kepada
mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu ". (QS. Al Anfal (8):
38)
Namun makna
‘salaf’ yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah sebagaimana yang tertera
dalam kitab I’tiqad Ahlis Sunnah Syarh Ashhabil Hadits, dalam bab
Ittiba’us Salaf (mengikuti salaf):
من أصول
مذهب أهل الحديث اتباع أقوال الصحابة والتابعين لهم بإحسان من أئمة الدين في أصول العقيدة
خاصة وفي الدين عامة
“Di
antara dasar-dasar madzhab ahli hadits adalah mengikuti perkataan para sahabat
dan tabi’in (pengikut) mereka dengan baik dari para imam-imam agama, dalam
perkara aqidah secara khusus, dan perkara agama secara umum.” (Syaikh
Muhammad bin Abdirrahman Al Khumais, I’tiqad Ahlis Sunnah Syarh Ashhabil
Hadits, Hal. 134)
Jadi, salafiyah adalah mengikuti salafush
shalih (pendahulu yang baik), yakni Rasulullah, para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in.
Dari
Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي
ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah zamanku, kemudian setelahnya,
kemudian setelahnya.” (HR. Bukhari No.
2652,
Muslim No. 2533)
Tidak mengapa
seseorang mengaku mengikuti jejak salafus shalih, namun yang penting adalah
kesesuaian antara pengakuan dan perbuatan.
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:
لَا عَيْبَ عَلَى مَنْ
أَظْهَرَ مَذْهَبَ السَّلَفِ وَانْتَسَبَ إلَيْهِ وَاعْتَزَى إلَيْهِ بَلْ يَجِبُ قَبُولُ
ذَلِكَ مِنْهُ بِالِاتِّفَاقِ . فَإِنَّ مَذْهَبَ السَّلَفِ لَا يَكُونُ إلَّا حَقًّا
“Tidak
aib bagi siapa saja menampakkan madzhab salaf dan menyandarkan diri dengannya,
dan berbangga dengannya, bahkan wajib menerimanya (madzhab salaf) menurut
kesepakatan ulama. Sebab madzhab salaf tidaklah ia melainkan kebenaran semata.”
(Majmu’ Fatawa, 1/321)
Al Ustadz Hasan Al Banna Rahimahullah juga
berkata ketika mengunggulkan madzhab salaf tentang masalah sifat-sifat Allah
Ta’ala, mengatakan:
ونحن نعتقد أن رأي السلف من السكوت وتفويض
علم هذه المعاني إلى الله تبارك وتعالى أسلم وأولى بالاتباع ، حسما لمادة التأويل
والتعطيل ، فإن كنت ممن أسعده الله بطمأنينة الإيمان ، وأثلج صدره ببرد اليقين ،
فلا تعدل به بديلا
“Kami
meyakini bahwa pendapat salaf yakni diam dan menyerahkan ilmu makna-makna ini
kepada Allah Ta’ala adalah lebih selamat dan lebih utama untuk diikuti, dengan
memangkas habis takwil dan ta’thil (pengingkaran), maka jika Anda
adalah termasuk orang yang telah Allah bahagiakan dengan ketenangan iman, dan
disejukkan dadanya dengan salju embun keyakinan, maka janganlah mencari
gantinya (salaf).” (Al Imam Hasan Al Banna, Majmu’ah Ar Rasail, Hal.
368. Al Maktabah At Taufiqiyah)
Menghidupkan Manhaj Salaf Bukan Komunitasnya
Tidak
dibenarkan mengaku-aku mengikuti salaf tapi tidak dibarengi dengan perilaku
sebagaimana salafus shalih, dan membuat ‘gaya’ dan ‘komunitas’ sendiri yang
tidak sesuai salaf itu sendiri, karena salafiyah adalah manhaj, bukan
komunitas.
Berkata
Syaikh Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin Rahimahullah:
ولا شك أن الواجب على
جميع المسلمين أن يكون مذهبهم مذهب السلف لا الانتماء إلى حزب معين يسمى السلفيين،
والواجب أن تكون الأمة الاسلامية مذهبها مذهب السلف الصالح لا التحزب إلى من يسمى
( السلفيون) فهناك طريق السلف وهناك حزب يسمى (السلفيون) والمطلوب اتباع السلف
“Tidak
ragu lagi, bahwa wajib bagi seluruh kaum muslimin menjadikan mazdhab mereka
adalah madzhab salaf, bukan terikat dengan kelompok tertentu yang dinamakan Salafiyyin.
Wajib bagi umat Islam menjadikan madzhab mereka adalah madzhab salafus shalih,
bukan berkelompok kepada siapa-siapa yang dinamakan Salafiyyun. Maka,
di sana ada jalan salaf, dan ada juga hizb (kelompok) yang
dinamakan Salafiyun, dan yang dituntut adalah mengikuti salaf.” (Syaikh
Muhammad bin Shalih ‘Utsamin, Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 263. Al
Mausu’ah Asy Syamilah)
Sedangkan
Syaikh Shalih Fauzan Hafizhahullah berkata:
هناك من يدعي أنه
على مذهب السلف لكن يخالفهم ، يغلوا ويزيد ، ويخرج عن طريقة السلف ،
ومنهم من يدعي أنه
على مذهب السلف ويتساهل ويضيع ويكتفي بالانتساب . الذي على منهج السلف يعتدل
ويستقيم بين الإفراط والتفريط ، هذه طريقة السلف لا غلو ولا تساهل
ولهذا قال الله
تعالى : } ... والذين اتبعوهم بإحسان ..{
فإذا أردت أن تتبع
السلف لا بد أن تعرف طريقتهم ، فلا يمكن أن تتبع السلف إلا إذا عرفت طريقتهم وأتقنت منهجهم من أجل أن تسير عليه ، وأما مع
الجهل فلا يمكن أن تسير على طريقتهم وأنت تجهلها ولا تعرفها ، أو تنسب إليهم ما لم
يقولوه ولم يعتقدوه ، تقول : هذا مذهب السلف ، كما يحصل من بعض الجهال – الآن –
الذين يسمون أنفسهم (سلفيين) ثم يخالفون السلف ،ويشتدون ويكفرون ، ويفسقون ويبدعون
. السلف ما كانوا يبدعون ويكفرون ويفسقون إلا بدليل وبرهان ، ما هو بالهوى أو
الجهل ، إنك تخط خطة وتقول : من خالفها فهو مبتدع ، فهو ضال ، لا – يا أخي – ما
هذا بمنهج السلف . منهج السلف العلم والعمل ، العلم أولاً ثم العمل على هدى ، فإذا
أردت أن تكون سلفياً حقاً فعليك أن تدرس مذهب السلف بإتقان ، وتعرفه ببصيرة ، ثم
تعمل به من غير غلو ومن غير تساهل ، هذا منهج السلف الصحيح ، أما الإدعاء
والانتساب من غير حقيقة فهو يضر ولا ينفع
“Ada orang yang mengklaim bahwa dirinya di atas madzhab salaf, tetapi mereka
menyelisihinya, mereka melampaui batas (ghuluw) dan menambah-nambahkan,
dan keluar dari metode As Salaf. Di antara mereka juga ada yang mengaku
bahwa dirinya di atas madzhab salaf, tetapi mereka menggampangkan dan
meremehkan, hanya cukup menyandarkan diri (intisab).
Orang
yang di atas manhaj salaf itu adalah lurus dan pertengahan antara melampaui
batas (ifrath) dan meremehkan (tafrith), demikianlah thariqah
salaf, tidak melampaui batas atau meremehkan. Untuk itulah Allah Ta’ala
berfirman: “ …dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik ….”
Maka, jika
engkau hendak mengikuti jejak salaf, maka engkau harus mengenal jalan (thariqah)
mereka, tidak mungkin mengikuti mereka kecuali jika engkau telah mengenal jalan
mereka, dan itqan dengan manhaj mereka lantaran engkau berjalan di
atasnya. Adapun bersama orang bodoh, engkau tidak mungkin berjalan di atas
thariqah mereka (salaf), dan engkau tidak mengetahuinya dan tidak mengenalnya,
atau menyandarkan kepada mereka apa-apa yang tidak pernah mereka katakan atau
yakini. Engkau berkata: ‘Ini madzhab salaf,’ sebagaimana yang dihasilkan
oleh sebagian orang bodoh saat ini, orang-orang yang menamakan diri mereka
dengan salafiyyin, kemudian mereka menyelisihi kaum salaf, mereka amat
keras, mudah mengkafirkan, memfasiq-kan, dan membid’ahkan.
Kaum salaf, mereka
tidaklah membid’ahkan, mengkafirkan, dan memfasiq-kan kecuali dengan dalil dan
bukti, bukan dengan hawa nafsu dan kebodohan. Sesungguhnya engkau menggariskan
sebuah ketetapan: “Barangsiapa yang menyelisihinya, maka dia adalah mubtadi’
(pelaku bid’ah) dan sesat,” Tidak
yaa akhi, ini bukanlah manhaj salaf.
Manhaj salaf
adalah ilmu dan amal, ilmu adalah yang pertama, kemudian beramal di atas
petunjuk. Jika engkau ingin menjadi salafi sejati (salafiyan haqqan),
maka wajib bagimu mengkaji madzhab salaf secara itqan (benar,
profesional), mengenal dengan bashirah (mata hati), kemudian
mengamalkannya dengan tanpa melampau batas dan tanpa meremehkan. Inilah manhaj
salaf yang benar, adapun mengklaim dan sekedar menyandarkan dengan tanpa
kebenaran, maka itu merusak dan tidak bermanfaat.” Demikian perkataan Syaikh
Shalih Fauzan. (Syaikh Mut’ab bin Suryan Al ‘Ashimi, Kasyful Haqaiq Al
Khafiyah ‘Inda Muda’i As Salafiyyah, Hal. 15-16. Dar Ath Tharafain)
Anjuran Mengikuti Ahlus Sunnah
wal Jamaah
Dari Irbadh bin
Sariyah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ
بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ
الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Barang siapa di antara
kalian hidup setelah aku, maka akan melihat banyak perselisihan, maka hendaknya
kalian berada di atas sunahku, dan sunah khulafa’ur rasyidin yang yang
mendapat petunjuk, maka berpegang teguhlah padanya dan gigitlah dengan geraham
kalian.” (HR. Abu Daud No. 4607, At Tirmidzi No. 2676, katanya: hasan shahih. Ibnu Majah No. 42, Ahmad No.
17142, 17144, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 20215, Al
Hakim, Al Mustadrak No. 329, katanya: hadits ini shahih tak ada
cacat. Syaikh Al Albani mengatakan: sanadny shahih. As Silsilah Ash
Shahihah No. 2735)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu
‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ
“Hendaknya
kalian bersama jamaah, dan hati-hatilah terhadap perpecahan.” (HR. At
Tirmidzi No.2165,
Katanya: hasan shahih gharib. An Nasa’i, As Sunan Al Kubra, 5/389.
Syaikh Al Albani menshahihkan, lihat Irwa’ul Ghalil, 6/215)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa
Rasulullsh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فمن أراد منكم بحبوحة الجنة فليلزم الجماعة ، فإن الشيطان مع الواحد وهو من الاثنين
أبعد
“Barang
siapa di antara kalian menghendaki tamannya surga, maka berpeganglah pada
jama’ah, sebab syaitan itu bersama orang yang sendirian, ada pun bersama dua
orang, dia menjauh.” (HR. At Tirmidzi No. 2165, katanya: hasan shahih
gharib. Ahmad No. 177, Ibnu Hibban No. 4576. Al Hakim, Al Mustadrak
‘alash Shahihain No. 387, katanya: shahih
sesuai syarat Bukhari-Muslim. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam As
Silsilah Ash Shahihah No. 430)
Para
salaf juga banyak memberikan nasihat agar kita mengikuti jalan para
pendahulu, Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Berkata
Ubai bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu:
عليكم بالسبيل
والسنة فإنه ليس من عبد على سبيل وسنة ذكر الرحمن ففاضت عيناه من خشية الله فتمسه النار
وإن اقتصادا في سبيل وسنة خير من اجتهاد في إخلاف
“Hendaknya kalian bersama jalan kebenaran dan As
Sunnah, sesungguhnya tidak akan disentuh neraka, orang yang di atas kebenaran
dan As Sunnah dalam rangka mengingat Allah lalu menetes air matanya karena
takut kepada Allah Ta’ala. Sederhana mengikuti kebenaran dan As Sunnah adalah
lebih baik, dibanding bersungguh-sungguh dalam perselisihan.”
Dari Abul ‘Aliyah, dia berkata:
عليكم بالأمر الأول الذي كانوا عليه قبل أن يفترقوا قال عاصم
فحدثت به الحسن فقال قد نصحك والله وصدقك
“Hendaknya kalian mengikuti urusan orang-orang
awal, yang dahulu ketika mereka belum
terpecah belah.” ‘Ashim berkata: “Aku menceritakan ini kepada Al Hasan, maka
dia berkata: ‘Dia telah menasihatimu dan membenarkanmu.’ “
Dari
Al Auza’i, dia berkata:
اصبر نفسك على السنة وقف حيث وقف القوم وقل بما قالوا وكف
عما كفوا عنه واسلك سبيل سلفك الصالح فانه يسعك ما وسعهم
“Sabarkanlah dirimu di atas As Sunnah, berhentilah
ketika mereka berhenti, dan katakanlah apa yang mereka katakan, tahanlah
apa-apa yang mereka tahan, dan tempuhlah jalan pendahulumu yang shalih, karena
itu akan membuat jalanmu lapang seperti lapangnya jalan mereka.”
Dari Yusuf bin Asbath, dia berkata:
قال سفيان يا يوسف إذا بلغك عن رجل بالمشرق أنه صاحب سنة
فابعث إليه بالسلام وإذا بلغك عن آخر بالمغرب أنه صاحب سنة فابعث إليه بالسلام فقد
قل أهل السنة والجماعة
“Berkata Sufyan: Wahai Yusuf, jika sampai
kepadamu seseorang dari Timur bahwa dia seorang pengikut As Sunnah, maka kirimkan
salamku untuknya. Jika datang kepadamu dari Barat bahwa dia seorang pengikut As Sunnah, maka kirimkan
salamku untuknya, sungguh, Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu sedikit.”
Dari Ayyub, dia berkata:
إني لأخبر بموت الرجل من أهل السنة فكأني أفقد بعض أعضائ
“Sesungguhnya jika dikabarkan
kepadaku tentang kematian seorang dari Ahlus Sunnah, maka seakan-akan telah
copot anggota badanku.”
Dan masih banyak lagi nasihat yang serupa. (Lihat
semua ucapan salaf ini dalam Talbisu Iblis, hal. 10-11, karya Imam Abul
Faraj bin Al Jauzi )
Sementara Al Ustadz Hasan
Al Banna Rahimahullah menegaskan tentang fikrah dakwahnya:
دعوة سلفية : لأنهم يدعون إلى العودة
بالإسلام إلى معينه الصافي من كتاب الله وسنة رسوله. وطريقة
سنية : لأنهم يحملون أنفسهم علي العمل بالسنة المطهرة في كل شيء ، وبخاصة في
العقائد والعبادات ما وجدوا إلى ذلك سبيلا
“Da’wah Salafiyah: karena
mereka menyeru kembali kepada Islam dengan maknanya yang murni dari Kitabullah
dan Sunnah RasulNya.
Thariqah sunniyah: karena mereka membawa jiwa untuk beramal dengan sunnah
yang suci dalam segala hal, khususnya dalam hal aqidah dan ibadah, sejauh yang
mereka mampu.” (Al Imam Hasan Al
Banna, Majmu’ah Ar Rasail, Hal. 183. Al Maktabah At Taufiqiyah) .
Bersambung … (Insya Allah)
No comments:
Post a Comment