Kali ini kita akan melihat bagaimana
konsep Ahlus Sunnah dalam bersikap terhadap sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam. Selain itu, akan kita lihat juga bagaimana beberapa firqah
(kelompok) seperti syi’ah, khawarij, dan nashibi, terhadap para sahabat. Kita
akan lihat bahwa Ahlus Sunnah adalah madzhab pertengahan yang mendapatkan
petunjuk dari Allah ‘Azza wa Jalla dalam menyikapi berbagai persoalan.
1. Sikap Kaum Syi’ah (Rafidhah)
Berkata Syaikh Muhammad Khalil Hiras tentang
mereka:
الْمَعْرُوفُ أَنَّ الرَّافِضَةَ قَبَّحَهُمُ اللَّهُ يَسُبُّونَ الصَّحَابَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ ، وَيَلْعَنُونَهُمْ ، وَرُبَّمَا كَفَّرُوهُمْ أَوْ كَفَّرُوا
بَعْضَهُمْ ، وَالْغَالِبِيَّةُ مِنْهُمْ مَعَ سَبِّهِمْ لِكَثِيرٍ مِنَ الصَّحَابَةِ
وَالْخُلَفَاءِ يَغْلُونَ فِي عَلِيٍّ وَأَوْلَادِهِ ، وَيَعْتَقِدُونَ فِيهِمُ الْإِلَهِيَّةَ
وَقَدْ ظَهَرَ
هَؤُلَاءِ فِي حَيَاةِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِزِعَامَةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
سَبَأٍ الَّذِي كَانَ يَهُودِيًّا وَأَسْلَمَ وَأَرَادَ أَنْ يَكِيدَ لِلْإِسْلَامِ
وَأَهْلِهِ ؛ كَمَا كَادَ الْيَهُودُ مِنْ قَبْلُ لِلنَّصْرَانِيَّةِ وَأَفْسَدُوهَا
عَلَى أَهْلِهَا ، وَقَدْ حَرَّقَهُمْ عَلِيٌّ بِالنَّارِ لِإِطْفَاءِ فِتْنَتِهِمْ.
“Telah diketahui, bahwa kaum rafidhah
–semoga Allah burukkan mereka- telah
mencaci para sahabat Radhiallahu ‘Anhum, bahkan barangkali ada yang mengkafirkan mereka atau
mengkafirkan sebagiannya, mayoritas mereka telah mencela kebanyakan para
sahabat dan khalifah, dan mereka mengkultus Ali dan anak cucunyanya, dan mereka
meyakini mereka (Ali dan anak cucunya) memiliki sifat ketuhanan. Mereka ini
nampak pada masa Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, yang dipimpin oleh Abdullah bin Saba’ seorang
Yahudi yang masuk Islam dengan tujuan membuat tipu daya terhadap Islam dan
pemeluknya, sebagaimana Yahudi terdahulu telah membuat tipu daya terhadap
Nasrani dan pemeluknya untuk merusak mereka. Maka, Ali bin Abi Thalib menghukum
mati mereka dengan membakarnya demi menutup fitnah yang mereka hasilkan.” (Syaikh
Muhammad Khalil Hiras, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 253. Ar
Riasah Al ‘Amah Li Idarat Al Buhuts Al ‘ilmiyah wal Ifta’ wal Da’wah wal
Irsyad)
Sementara itu, Syaikh Said bin Ali
Wafh Al Qahthani dalam kitabnya, yang berjudul sama, Syarh Al ‘Aqidah Al
Wasithiyah berkata lebih luas lagi sebagai berikut:
“Ar Rafidhah, yaitu segolongan dari
syiah, mereka melampaui batas (ghuluw) dalam memuliakan Ali Radhiallahu
‘Anhu dan Ahli Bait. Mereka memproklamirkan permusuhan terhadap mayoritas
sahabat nabi seperti yang tiga (Abu Bakar, Umar, dan Utsman, pen),
mengkafirkan mereka, dan orang-orang yang mengikuti mereka, dan mengkafirkan
orang-orang yang memerangi Ali (yakni Aisyah dan pengikutnya ketika perang Jamal,
atau Mu’awiyah dan pengikutnya dalam perang Shiffin, pen).
Mereka
mengatakan sesungguhnya Ali adalah Imam yang ma’shum. Alasan kenapa mereka dinamakan rafidhah,
karena mereka meninggalkan (rafadhuu) Zaid bin Ali bin al Husein ketika
mereka mengatakan berlepas diri dari syaikhain
(dua syaikh) yaitu Abu bakar dan Umar.
Maka Zaid berkata: “Allah melindungi penolong kakekku” (maksudnya
Allah melindungi Abu Bakar dan Umar, yang pernah menolong kakeknya, Ali bin Abi
Thalib, pen). Karena itu, mereka meninggalkannya, maka mereka dinamakan rafidhah.
Sedangkan
kelompok Zaidiyah mereka mengatakan, kami mengikuti mereka berdua (Abu Bakar dan
Umar) dan berlepas diri dari orang yang
memutuskan hubungan dengan mereka berdua, dan mereka mengikuti Zaid bin Ali bin
Al Husein, karena itu mereka disebut Zaidiyah (lebih tenar disebut syiah
zaidiyah, syiah yang moderat, pen). (Syaikh Said bin Ali Wahf Al
Qahthani, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 57. Mu’asasah Al Juraisi)
Demikian jahatnya mereka terhadap para
sahabat nabi, sampai-sampai Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah
menceritakan:
وفضلت اليهود والنصارى على الرافضة بخصلتين سئلت اليهود من
خير أهل ملتكم قالوا أصحاب موسى وسئلت النصاري من خير أهل ملتكم قالوا حواري عيسى
وسئلت الرافضة من شر أهل ملتكم قالوا أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم أمروا
بالاستغفار لهم فسبوهم
“Orang-orang
Yahudi dan Nasrani lebih baik daripada orang-orang Rafidhah dalam dua
perkara. Aku pernah bertanya kepada orang-orang Yahudi, “Siapakah orang Yahudi
yang terbaik?’ mereka menjawab; para sahabat Musa. Aku pernah bertanya kepada
orang-orang Nasrani; ”Siapakah orang nasrani yang paling baik?” mereka menjawab
para,” Hawari ‘Isa. “Aku juga bertanya kepada orang-orang Rafidhah,” Siapakah
manusia yang paling buruk?” mereka menjawab,”Sahabat Muhammad -Shallallahu
'alaihi wa sallam-. Begitulah mereka diperintahkan agar beristighfar untuk
mereka (para sahabat), tetapi justru mencela mereka…”. (Minhajus Sunnah,
Juz. 1, Hal. 27. Tahqiq: Muhammad Rasyad Salim. Jami’ah Al Imam Muhammad bin
Su’ud, Riyadh)
Syi’ah Al Imamiyah Itsna ‘Asyariyah (Imam 12) Menganggap
Para sahabat telah Murtad dan Munafik
Syi’ah
aliran ‘Imam 12’ adalah syi’ah mayoritas yang ada saat ini. Menurut
mereka sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, seluruh
para sahabat telah murtad, kecuali Abu Dzar, Salman, dan Miqdad Radhiallahu ‘Anhum.
Salah seorang tokoh besar mereka, At-Tusturiy berkata, “Sebagaimana Musa telah
datang untuk memberi petunjuk dan berhasil memberi petunjuk kepada banyak orang
dari kalangan Bani Israil dan selain mereka, lalu mereka murtad di saat Musa
masih hidup dan hanya Nabi Harun ‘Alais Salam saja yang bertahan di atas
keimanannya, demikian pula Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah
datang dan memberi petunjuk kepada banyak orang, akan tetapi mereka murtad
sepeninggal beliau.” (At Tustury, Ihqaqu Al Haq, Hal. 316)
Dia
juga berkata, “Mereka
sebenarnya tidak memeluk Islam tapi hanya menginginkan kedudukan Nabi….. seterusnya mereka menyandang kenifakan dan
mengalirkan perselisihan.” (Ibid, Hal. 3)
Inilah
tuduhan keji kaum Syi’ah terhadap para sahabat yang telah Allah ‘Azza wa
Jalla muliakan dalam Al Quran (nanti akan kami buktikan), dan dipuji oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tuduhan ini justru
bertentangan dengan perkataan Imam mereka sendiri, yaitu Imam Ja’far Ash
Shadiq.
” Sahabat Rasul Shallalahu ‘Alahi
Wasallam ada 12 000 orang, 8000 dari Madinah dan 1000 dari Makkah dan
2000 dari Thulaqa. Tidak terlihat diantara mereka orang Qadariyah, Haruriyah,
Mu’tazilah ataupun penyembah akal, mereka menangis siang dan malam dan berkata
,” Ambilah nyawa kami sebelum kami memakan roti beragi.” (Hasan Asy Syirazi,
Asy Sya’air Al Husainiyah, Hal. 8-9)
Bukti-bukti
Kejahatan Pemikiran Syi’ah Terhadap Para Sahabat Nabi
Kami
akan buktikan kejahatan mereka terhadap para sahabat, khususnya kepada Abu
Bakar, Umar, Utsman, dan ‘Aisyah. Juga
akan kami paparkan secara global kejahatan mereka terhadap para sahabat nabi
lainnya. Walaupun catatan kejahatan mereka terhadap sahabat lain juga sangat
banyak.
Kejahatan Terhadap Abu
Bakar Ash Shiddiq dan Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhuma
Mereka telah membuat kisah-kisah
dusta mengatasnamakan orang-orang mulia. Mereka mengatakan bahwa ketika Ali
hendak di bai’at, Ali berkata:” Bertepuklah, Allah telah melaknat dua orang”. (Ash Shafar, Bashirud Darajah
Al Kubra, Hal. 412) Dalam As Saqifah, Sulaim Bin Qois mengatakan
Ali senantiasa melaknat syaikhani (dua orang Syaikh, yakni Abu Bakar dan
Umar). Demikian pula- menurut anggapan mereka- Imam Ja’far Ash Shadiq melaknat
keduanya setiap selesai shalat wajib. (Al Kurky, Nufatu Al Lahut,
q 6/alif 774/ba’)
Kaum syi’ah juga bersemangat
mengarang doa-doa dusta yang berisi laknat atas Abu Bakar dan Umar, lalu mereka
mengklaim bahwa doa tersebut dikarang oleh Ali, dan Ali senantiasa membacanya
ketika qunut. Semoga Allah Ta’ala memburukkan wajah para pendusta itu.
Diantaranya satu do’a yang berjudul “
Do’a untuk dua berhala quraisy”. Do’a ini merupakan do’a khusus bagi kaum
Syi’ah dalam melaknat Syaikhani dan dua putrinya yang menjadi isteri Rasul Shalallohu
‘Alaihi Wasalam. Menurut mereka Ali Bin Abi Thalib Radiyallahu 'Anhu juga
berqunut dengan do’a ini dalam shalat witirnya. (Al Kasyani, Ilmu
Al Yaqin, 2/701)
Kepada Imam Ahli Bait mereka
menisbahkan keutamaan hadits ini- yang semuanya adalah dusta- bahwa barang
siapa yang membaca do’a ini sekali Allah akan menulis baginya 70.000 kebaikan,
menghapus 70.000 keburukan dan mengangkat 70.000 derajat serta memenuhi puluhan
ribu kebutuhannya. (Dhiya’u Ash Shalihin, hal.513)
Bahkan, kaum Syi’ah telah memberikan pembelaan
terhadap Abu Lu’Lu’ah seorang kafir Majusi pembunuh Umar Al Faruq. Berkata
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
وينتصرون لأبي لؤلؤة الكافر المجوسي ومنهم من يقول اللهم أرض عن أبي لؤلؤة
واحشرني معه
“Mereka
membela Abu Lu’lu’ah, seorang kafir Majusi, dan di antara mereka ada yang
berdoa: “Ya Allah ridhailah Abu Lu’lu’ah, dan kumpulkanlah aku bersamanya.” (Minhajus
Sunnah, Juz. 6, Hal. 370-371) Ya! Semoga mereka dikumpulkan bersama Abu
Lu’Lu’ah ....
Ash Shaduq meriwayatkan –riwayat
dusta- dari Ja’far Ash Shadiq beliau berkata,” Neraka itu memilki tujuh buah pintu
yang akan dimasuki Fir’aun, Hamman dan Qarun….”.(Ash Shaduq, Al
Khishal, 2/361-362) menurut mereka, Fir’aun adalah Abu Bakar, Hamman
adalah Umar, dan Qarun adalah
Abdurrahman bin ‘Auf. (Al Kasyani, Ilmul Yaqin, 2/732)
Inilah sebagian kecil saja
kejahatan mereka terhadap Abu Bakar dan Umar Radhiallahu ‘Anhuma.
Kejahatan Terhadap
Utsman bin ‘Affan Radhiallahu ‘Anhu
Kedustaan
selanjutnya adalah kejahatan mereka terhadap dzu nurain, Utsman bin
Affan. Mereka menjulukinya Na’tsal (anjing hutan jantan), mereka menyebut beliau dengan nama
itu karena menurut mereka ada kemiripan yang sangat antara Sahabat Utsman Bin
Affan Radhiallahu ‘Anhu dengan anjing hutan jantan. Anjing hutan jantan
jika memburu mangsanya ia menyetubuhinya terlebih dulu baru memakannya, sedang
Utsman Bin Affan – beliau suci dari tuduhan ini- Ia menetapkan hukum had bagi
seorang wanita lalu ia menjima’nya untuk kemudian menyuruh merajamnya. ( At
Tusturi, Ihqaq Al Haq, Hal. 306) demikianlah kedustaan mereka.
Mereka menisbatkan sebuah perkataan
dusta kepada Ali Radhiallahu ‘Anhu bahwa ia berkata tentang
Utsman,”Hasratnya hanya perut dan kemaluan: Diriwayatkan dari Al Kulaini dengan
sanadnya dalam kitab Al Kafi dari Ali Bin Abi Thalib ia berkata dalam
salah satu khutbahnya, ”Dua orang telah mendahului, dan yang ketiga seperti
burung gagak, hasratnya hanya perut dan kemaluannya, celakalah ia jika
sayapnya digunting dan kepalanya dipotong niscaya itu lebih baik baginya.” (Ibnu
Tawus, At Taraf, hal 417)
Bukan hanya itu, kaum Syi’ah juga mengkafirkan Utsman
dan orang-orang yang tidak mencela Utsman.
Ni’matullah
Al Jaza’iri berkata :”Sesungguhnya Utsman dizaman Nabi Shallalahu ‘Alaihi wa
Sallam adalah orang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan nifak.”
Al Kurky berkata, ”Sesungguhnya
orang yang dihatinya tidak memusuhi Utsman, menghalalkan kehormatannya dan
tidak meyakini kekafirannya maka dia adalah musuh Allah dan RasulNya, kafir
terhadap apa yang diturunkan Allah.” (Al Kurky, Nufhatu Al Lahut, q 57/alif)
Inilah sebagian kecil saja
kejahatan mereka terhadap Utsman Radhiallahu ‘Anhu.
Kejahatan Syi’ah Terhadap ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha
Syi’ah juga mengarang cerita bahwa Aisyah memiliki
satu pintu di Neraka yang bakal dimasukinya. Al Ayashy menyandarkan riwayat
kepada Ja’far Ash Shadiq Rahimahullah– Dan sungguh ia suci dari apa yang
mereka nisbahkan- Ia berkata mengenai tafsir ayat Al Qur’an tentang neraka”
"لها
سبعة أبواب" ( ia memiliki tujuh pintu):” Jahanam didatangkan,ia
memiliki tujuh buah pintu…dan pintu ke enam untuk askar…dst. (Al-Majlisy,
Biharul Anwar, 4/378)
Askar adalah kinayah (perumpamaan) dari Aisyah RA, sebagaimana
dituduhkan Al Majlisi. Al Majlisi menerangkan dinamakan demikian karena diwaktu
perang Jamal beliau mengendarai Unta yang bernama Askar. (Al-Baidlawy,
Ash Shiratul Mustaqim, 3/131)
Tak puas
dengan ini, kaum syi’ah menjuluki beliau dalam beberapa kitab Syi’ah dengan “Ummu
Syurur” (Ibid) yang berarti “ Biang kejelekan” dan “ Syaithanah” (Ash
Shaduq, Al-Khishalu, 1/190) artinya “setan perempuan”. Mereka menuduhnya telah berdusta kepada Rasulullah. (Al Kalibiy, Al
Ushulu minal Kafi, 1/247) Dan bahwa sebutan “ Khumaira’” adalah gelar yang dibenci Allah. (Al-Muhibbu Ath Thabary,
As-Samthu Ats Tsamin fi Manaqibi Ummahatil Mukminin, hal. 30) Jadi
menurut Syi’ah, ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha adalah kafir, tidak beriman
dan termasuk ahli neraka.
Inilah
sebagian kecil saja kejahatan mereka terhadap ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha.
Kejahatan Syi’ah Terhadap Para Sahabat Nabi
lainnya
Al Kurki dan Al Majlisi- para pembesar ulama syi’ah-
menyebutkan bahwa Ja’far Ash Shadiq –dan sungguh beliau jauh dari apa
yang mereka tuduhkan- melakanat setiap kali selesai shalat empat orang
laki-laki : At Tamimy Al’Adawy – Abu Bakar dan Umar-, Utsman dan
Muawiyah. Dan empat orang perempuan : Aisyah, Hafsah, Hindun dan Ummu Hakam,
saudara Muawiyah. (Al Majlisy, ‘Ainul Hayah, hal. 599)
Dalam hal
melaknat dan tentang sikap berlepas diri mereka : Ibnu Rahawaih Al Qummi
–bergelar Ash Shaduq- dan Al Majlisi menukil ijma’ kaum Syi’ah akan hal
tersebut, keduannya berkata:” Aqidah kita dalam Al Bara’ adalah : Kita berlepas
diri dari empat berhala : Abu Bakar
Umar, Utsman dan Muawiyah. Dan empat orang wanita: Aisyah, Hafsah, Hindun dan
Ummul Hakam juga seluruh pengikut serta golongannya. Dan mereka adalah
seburuk-buruk makhluq di muka bumi. Dan tidak sempurna iman seseorang kepada
Allah, Rasul dan para Imam kecuali setelah bara’ dari musuh-musuhnya”. (Ash-Shaduq,
Al Hidayah, Q 110/A dan Al Majlisy, Haqqul Yaqin, hal. 59)
Al Bara’ artinya berlepas
diri, memusuhi, dan benci. Demikianlah pengakuan mereka sendiri terhadap para
sahabat nabi dan isterinya, bahkan sikap itu menjadi standar keimanan bagi
mereka.
Mereka juga
menuduh Muawiyah masih saja melakukan kesyirikan dan menyembah berhala meski
sudah masuk Islam hingga sekian lama. (Az Zanjani, Aqaid Syi’ah Imamiyah Al Itsna Asyariyah, 3/61). Ia menampakkan keislamannya hanya berselang lima bulan sebelum Nabi wafat. (Al Kurki, Nufhatu Al Nufhatu Al Lahut, qaf
14/ba’-1526/alif) dan masuk Islam hanya karena takut
akan pedang (Muhammad Ali Al Hasani, Fi Zhilali At Tasyayu’, hal 286) oleh
sebab itu ia hanya muslim namanya saja karena ia masih seperti kaum jahiliyah
terdahulu (Murtadha
Al Askari, Muqaddimah Mir’atu Al Uqul, 1/38) sampai-sampai matipun di lehernya dikalungi salib (Al Bayadhi, As Sirat Al Mustaqim, 3/50). Muawiyah itu lebih buruk dari Iblis
(Al Hali, Minhajul Karamah, hal
116) sikap
kezindikannya melebihi Iblis (Mamaqani, Tanqihul Maqal, 3/222). Ia benar-benar seorang pemimpin kesesatan (Ibnu Abi Al Hadid, Syarh Nahju Al Balaghah,
20/15) , Imam
kekafiran (Al Murtadha, Asy Syafie, hal.287),
Fir’aunnya Umat ini (Ash Shaduq, Al Khisal, 2/457-460) ,
munafik, keras kepala atau “ngeyel” terhadap Allah, Rasul dan kaum
Mukminin. (Muhammad Jawwad Mughniyah, Asy Syi’ah wal Hakimun, hal. 39) Musuh
keluarga Muhammad Shallalahu ‘Alahi wa Sallam terutama Ali Bin Abi
Thalib Radhiallahu ‘Anhu. (Mughniyah, Asy Syi’ah wal Mizan, hal 255). Ia mati dalam keadaan kafir sehingga ia kekal dineraka.
Mereka
melandaskan tuduhan bahwa Mu’awiyah kekal dineraka pada sabda Rasul yang
menurut mereka pernah mengatakan,” Allah memperlihatkan kepadaku Hari Kiamat
dan huru-haranya dalam tidurku, jannah dan kenikmatannya, neraka berikut azab,
aku melihat neraka tiba-tiba aku melihat Muawiyah Bin Abu Sufyan dan Amru Bin
Al Ash sedang berdiri diatas bara jahanam dan kepalanya dilempari batu jahanam
oleh malaikat Zabaniyah yang berkata kepada keduanya ,” Tidakkah kamu beriman
pada kekuasaan Ali ‘Alaihi Salam?!”. (Al Bahrani, Al Burhan, 4/477-478)
Demikianlah
setetes kejahatan Syi’ah terhadap para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Semoga Allah Ta’ala hancurkan mulut-mulut mereka yang keji.
2.
Sikap Kaum
Khawarij
Tentang mereka, berkata Syaikh Muhammad Khalil Hiras
sebagai berikut:
وَأَمَّا الْخَوَارِجُ ؛ فَقَدْ قَابَلُوا هَؤُلَاءِ
الرَّوَافِضَ ، فَكَفَّرُوا عَلِيًّا وَمُعَاوِيَةَ وَمَنْ مَعَهُمَا مِنَ الصَّحَابَةِ
، وَقَاتَلُوهُمْ وَاسْتَحَلُّوا دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ .
“Ada pun
Khawarij, mereka bertolak belakang dengan
syi’ah, mereka mengkafirkan Ali dan Mu’awiyah dan para sahabat yang mengikuti
mereka berdua, mereka memeranginya, dan menghalalkan darah dan harta meraka
(Ali dan Muawiyah serta pengikutnya, pen).” (Syaikh Muhammad Khalil
Hiras, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 254)
Demikianlah, kaum Khawarij tidak mengkafirkan sebagian
besar sahabat, hanya mengkafirkan para sahabat setelah peristiwa tahkim
(arbitrase) pasca perang Shiffin antara kubu Ali yang diwakili Abu Musa
Al Asy’ari melawan kubu Mu’awiyah yang diwakili oleh Amr bin Al ‘Ash. Mereka
mengkafirkan orang-orang yang ikut peristiwa itu, lantara menurut mereka, para
sahabat ini telah melakukan tahkim (menetapkan keputusan) dengan hukum
buatan manusia (yakni Abu Musa dan Amr), karena menurut mereka Inil Hukmu
Illa Lillah (hukum itu hanya milik Allah).
Jadi, lantaran peristiwa politik ini, berbuntut
lahirnya dua gerakan teologi ekstrim, yakni Syi’ah (pengikut) Ali dan Khawarij
(dari kata kharaja artinya keluar) yang mengkafirkan Ali. Sementara
Ahlus Sunnah yakni jumlah mayoritas bersikap seadil-adilnya, sebagaimana yang
akan kami jelaskan nanti.
3.
Sikap Kaum
Nashibi
Syaikh Said bin Ali Wahf Al Qahthani mengatakan:
“An Nawashib, mereka memproklamirkan permusuhan terhadap Ahli Bait dan melaknat
apa-apa yang ada pada mereka.” (Syaikh Said bin Ali, Syarh Al ‘Aqidah Al
Wasithiyah, Hal. 59)
Mereka memusuh Ali, Fathimah, dan semua keturunannya.
Perbedaannya dengan khawarij adalah kalau khawarij selain melaknat Ahlul Bait dan pengikutnya, mereka juga melaknat Muawiyah
dan pengikutnya.
4.
Sikap
Ahlus Sunnah wal Jamaah
Syaikh Muhammad Khalil Hiras mengatakan:
وَأَمَّا أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ ؛
فَكَانُوا وَسَطًا بَيْنَ غُلُوِّ هَؤُلَاءِ وَتَقْصِيرِ أُولَئِكَ ، وَهَدَاهُمُ اللَّهُ
إِلَى الِاعْتِرَافِ بِفَضْلِ أَصْحَابِ نَبِيِّهِمْ ، وَأَنَّهُمْ أَكْمَلُ هَذِهِ
الْأُمَّةِ إِيمَانًا وَإِسْلَامًا وَعِلْمًا وَحِكْمَةً ، وَلَكِنَّهُمْ لَمْ يَغْلُوا
فِيهِمْ ، وَلَمْ يَعْتَقِدُوا عِصْمَتَهُمْ ؛ بَلْ قَامُوا بِحُقُوقِهِمْ ، وَأَحَبُّوهُمْ
لِعَظِيمِ سَابِقَتِهِمْ وَحُسْنِ بَلَائِهِمْ فِي نُصْرَةِ الْإِسْلَامِ وَجِهَادِهِمْ
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
“Ada pun
Ahlus Sunnah wal Jamaah, mereka golongan pertengahan antara yang mereka yang
ekstrim dan mereka yang meremehkan. Allah telah memberikan mereka petunjuk
untuk mengetahui keutamaan para sahabat nabi mereka, dalam umat ini mereka
adalah yang paling sempurna keimanan, keislaman, keilmuan dan hikmah. Tetapi
mereka tidak pernah melampaui batas terhadap para sahabat, tidak meyakini
mereka memiliki ‘ishmah (bebas dari dosa), bahkan mereka bersikap sesuai
hak para sahabat, mencintai mereka lantaran terdahulunya mereka dan bagusnya
ujian mereka dalam membela Islam dan jihad mereka bersama Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam.” (Syaikh Muhammad Khalil Hiras, Syarh Al ‘Aqidah
Al Wasithiyah, Hal. 254)
Syaikh Said bin Ali Wahf Al Qahthani mengatakan:
“Ahlus Sunnah wal Jamaah, Allah memberikan hidayah kepada
mereka untuk tetap di atas kebenaran. Mereka bersikap tidak melampaui batas
terhadap Ali Radhiallahu ‘Anhu dan Ahli bait, mereka tidak memusuhi para
sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim, tidak
mengkafirkannya, tidak pula bersikap seperti golongan Nawashib
yang memusuhi Ahli bait.
Bahkan mereka mengetahui hak
keseluruhan mereka dan keutamaannya, dan mengikuti mereka serta mengutamakan
mereka sesuai urutannya; Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali Radhiallahu
‘Anhum. Dan mereka tidak mau memasuki apa-apa (perselisihan, pen)
yang terjadi di antara sahabat. Maka, mereka (Ahlus Sunnah) pertengahan antara
ekstrimitas rafidhah atau sikap keras khawarij.
(Syaikh Said bin Ali, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 59)
Ahlus Sunnah senantiasa
menjadikan Al Quran dan As Sunnah sebagai pedoman mereka dalam hidup, termasuk
dalam menyikapi kedudukan para sahabat Radhiallahu ‘Anhum. Ahlus Sunnah
bersikap sebagaimana Al Quran dan As Sunnah bersikap.
Pujian Allah ‘Azza wa Jalla terhadap Para Sahabat
Allah Ta’ala berfirman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ
عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا
مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ
مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ
فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ
بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ
مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak
menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Fath (48): 29)
Ayat ini begitu jelas pujian Allah ‘Azza wa Jalla
terhadap orang-orang beriman yang bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam yaitu para sahabatnya. Kehadiran mereka dan perkembangan jumlah
mereka yang begitu pesat membuat jengkel dan marah hati orang kafir. Oleh
karena itu Imam Malik Radhiallahu ‘Anhu mengatakan tentang kafirnya kaum
Syi’ah:
لأنهم يغيظونهم، ومن غاظ الصحابة فهو كافر لهذه الآية. ووافقه
طائفة من العلماء على ذلك
“Karena mereka (kaum Syi’ah) marah (jengkel) kepada
para sahabat, dan barangsiapa yang marah kepada para sahabat, maka dia kafir
menurut ayat ini. Dan sekelompok ulama menyepakati hal itu.” (Imam Ibnu
Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 7/362. Mu’asasah Ar Risalah)
Dalam ayat lain Allah ‘Azza wa Jalla telah
mengakui keimanan, mereka diampuni, dan diberikan rezeki bagi para sahabat
nabi, kaum muhajirin dan anshar:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ
مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman
dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi
tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka
Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan dan
rezki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al Anfal (8): 74)
Allah Ta’ala juga memuji pergaulan
kaum muhajirin dan anshar:
Allah ‘Azza
wa Jalla menyebutkan kebenaran orang-orang yang ikut hijrah:
لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ
دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ
يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا
أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
“(juga) bagi
orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta
benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka
menolong Allah dan RasulNya. mereka Itulah orang-orang yang benar. dan
orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar)
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) 'mencintai' orang yang
berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshar) tiada menaruh
keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka
(Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka
sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung” (QS. Al Hasyr
(59): 8-9)
Selain itu,
Allah Ta’ala juga menyebut para sahabat dengan istilah khairu ummah
(umat terbaik):
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali
Imran (3): 110)
Para salaf menafsirkan makna, ‘Kamu adalah umat yang terbaik’ yakni
para sahabat yang menyertai Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Madinah. Inilah
tafsir dari Ibnu Abbas sedangkan Umar bin Al Khathab mengatakan itu adalah secara khusus ayat ini
untuk para sahabat nabi, dan siapapun bisa menjadi umat terbaik dengan cara amr
ma’ruf nahi munkar. Ikrimah mengatakan ayat ini turun tentang Ibnu Mas’ud,
Salim pelayan Abu Hudzaifah, Ubai bin Ka’ab, dan Muadz bin Jabal. Sementara,
Adh Dhahak mengatakan itu tentang para saabat nabi. Sementara yang lain
mengatakan, bahwa kalian ini adalah umat terbaik jika melakukan
syarat-syaratnya, yakni amar ma’ruf nahi munkar. Ada juga yang mengatakan,
kalian adalah umat terbaik bagi manusia, lantaran paling banyak merespon Islam.
(Jami’ Al Bayan, 7/100-104)
Dalam ayat lain Allah ‘Azza
wa Jalla telah menjanjikan surga bagi generasi As Sabiqunal Awwalun,
kalangan muhajirin dan anshar, dan Allah ‘Azza wa Jalla telah meridhai
mereka dan mereka pun ridha kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ
وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ
لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama
(masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang
besar.” (QS. At Taubah (9); 100)
Ada tiga kelompok sahabat yang disebut dalam ayat ini,
pertama, as sabiqunal awwalun. Kedua, muhajirin dan anshar. Ketiga, dan
orang-orang yang mengikuti mereka.
Para ulama salaf mengatakan makna As Sabiqunal
Awwalun (Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam)
adalah orang-orang yang ikut dalam bai’atur ridhwan.[1]
Inilah pendapat ‘Amir dan Asy Sya’bi. Ulama salaf yang lain mengatakan mereka
adalah yang pernah mengalami shalat dengan dua kiblat, pernah mengalami ketika kiblat masih menghadap Al
Aqsha, dan ketika kiblat di pindah ke Ka’bah. Inilah pendapat Abu Musa Al
Asy’ari, Said bin Al Musayyib, Muhammad bin Sirin, Asy’ats, dan Qatadah. (Ibid, 14/435-437)
Sedangkan makna ‘dan orang-orang yang mengikuti
mereka’ orang-orang yang berislam setelah peristiwa hijrah. Imam Ibnu Jarir berkata:
وأما الذين اتبعوا المهاجرون الأولين والأنصار بإحسان، فهم الذين أسلموا لله
إسلامَهم، وسلكوا منهاجهم في الهجرة والنصرة وأعمال الخير.
“Ada pun orang-orang yang mengikuti orang-orang yang
pertama hijrah dan kaum anshar dengan cara baik, maka mereka itulah yang
memasrahkan dirinya kepada Allah dengan keislaman mereka, mereka menempuh jalan
para endahulunya dalam hijrah, menolong, dan melakukan amal kebaikan.” (Ibid,
14/437)
Tentang kemuliaan mereka, Allah Ta’ala telah menjelaskan
dalam ayatNya:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka
(Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami
dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman;
Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."
(QS. Al Hasyr (59): 10)
Ayat lainnya:
وَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ
فَأُولَئِكَ مِنْكُمْ
“Dan
orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad
bersamamu Maka orang-orang itu Termasuk golonganmu (juga). orang-orang yang
mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya
(daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Anfal (8): 75)
Sementara
dalam ayat lain, Allah Ta’ala telah memberi ampunan kepada para sahabat, sebagai
berikut:
لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ
وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ
“Sesungguhnya
Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar
yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka
hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka.” (QS. At Taubah (9): 117)
Para sahabat yang ikut Bai’atur Ridhwan
juga mendapatkan pujian dari Allah Ta’ala:
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ
فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا
قَرِيبًا
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang
mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah
mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas
mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat
(waktunya).” (QS. Al Fath (48): 18)
Pada bulan Zulqa’idah tahun keenam Hijriyyah Nabi
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta pengikut-pengikutnya
hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan 'umrah dan melihat keluarga-keluarga
mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan
mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud
kedatangan beliau dan kamu muslimin. mereka menanti-nanti kembalinya Utsman,
tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin kemudian
tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah dibunuh. karena itu Nabi menganjurkan
agar kamu muslimin melakukan bai'ah (janji setia) kepada beliau. merekapun
Mengadakan janji setia kepada Nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy
bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Perjanjian setia ini telah diridhai
Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat Al Fath ini, karena itu disebut Bai'atur
Ridhwan. Bai'atur Ridhwan ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga
mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk Mengadakan Perjanjian damai
dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.
Dan masih banyak ayat-ayat
lainnya namun saya kira ini sudah mencukupi.
Pujian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Terhadap Para
Sahabat secara Global
Pertama. Hadits ‘Sebaik-baiknya manusia
adalah zamanku ...’
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah zamanku, dan kemudian
setelahnya, dan kemudian setelahnya.” (HR. Bukhari No. 2509, 3451, 6065,
6282. Muslim No. 2533. At Tirmidzi No. 2320, dari Imran bin Al Hushain)
Manusia zaman nabi tentunya adalah para sahabat Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Imam An Nawawi Rahimahullah menerangkan:
الصحيح أن قرنه صلى الله عليه وسلم والصحابة، والثاني التابعون، والثالث
تابعوهم
“Yang benar adalah bahwa manusia terbaik adalah zaman Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dan sahabat, kedua tabi’in, ketiga adalah orang-orang
yang mengikuti mereka.” (Syarh Shahih Muslim, Bab Fadhlush Shahabah,
No. 4603. Mausu’ah Syuruh Al Hadits)
Berkata Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri:
قوله: "خير الناس قرني" أي أهل قرني. قال الحافظ والمراد بقرن النبي
صلى الله عليه وسلم في هذا الحديث الصحابة
“Sabdanya: Sebaik-baik manusia adalah zamanku, yaitu yang
hidup pada zamanku. Berkata Al Hafizh (Ibnu Hajar), yang dimaksud pada
zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits ini adalah sahabat
nabi.” (Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri, Tuhfah Al Ahwadzi, 6/469.
Al Maktabah As Salafiyah. Madinah Al Munawarah)
Kedua. hadits ‘Jangan cela para sahabatku ...’
Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ
مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
“Jangan kalian cela para
sahabatku, seandainya salah seorang kalian menginfakkan emas sebesar Uhud itu
tidak akan bisa menyamai satu mud-nya mereka bahkan setengahnya.” (HR.
Bukhari No. 3470. Muslim No. 2540. At Tirmidzi No. 3952)
Imam Al Baidhawi mengatakan:
مَعْنَى الْحَدِيث لَا يَنَال أَحَدكُمْ بِإِنْفَاقِ مِثْل
أُحُد ذَهَبًا مِنْ الْفَضْل وَالْأَجْر مَا يَنَال أَحَدهمْ بِإِنْفَاقِ مُدّ طَعَام
أَوْ نَصِيفه
“Makna hadits adalah tidaklah infakkan kalian walau emas sebesar gunung
Uhud mampu menyamai keutamaan dan pahala yang sudah diraih oleh salah seorang
mereka (para sahabat) yang sebesar satu mud makanan atau setengahnya saja.” (Al Hafizh Ibnu Hajar, Fathul Bari, 7/34. Darul
Fikr)
Demikian keras larangan mencela para sahabat nabi,
namun kaum Syi’ah mencela mereka, dan hal itu sama juga telah mencela
orang-orang yang dicintainya.
Ketiga. Keutamaan Ahli Badr, ‘ Lakukan apa saja Allah Telah mengampuni kalian
..’
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اعملوا ما شئتم فقد غفرت لكم
“Lakukan apa saja oleh kalian,
kalian telah diampuni.” (HR. Bukhari No. 2845, 4025, 4608. At Tirmidzi No.
3360, Ibnu Abi Syaibah No. 51, 74. Al Hakim No. 6968, dari jalur Abu Hurairah,
katanya: shahih. Ibnu Hibban No. 4798, juga dari jalur Abu Hurairah)
Keempat. Keutamaan para
Perserta Bai’atur Ridhwan, ‘Tidak akan masuk neraka orang yang
ikut bai’at di bawah pohon ..’
Dalam Al Quran, Allah ‘Azza wa
Jalla telah memuji mereka. Berikut adalah pujian dari Rasulullah untuk mereka.
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لا يدخل النار ممن بايع تحت الشجرة
“Tidak akan masuk neraka
orang-orang yang berbai’at di bawah pohon.” (HR. Abu Daud No. 4653. At
Tirmidzi No. 3795, katanya: hasan shahih. Syaikh Al Albani menshahihkan
dalam Shahihul Jami’ No. 7980)
Dari Jabir juga, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَيَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ مَنْ بَايَعَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ
إِلَّا صَاحِبَ الْجَمَلِ الْأَحْمَرِ
“Benar-benar akan masuk surga
orang-orang yang berbai’at di bawah pohon, kecuali pemilik Unta Merah.” (HR.
At Tirmidzi No. 3955, katanya: hasan gharib. Al Haitsami mengatakan,
hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Bazar dari Ibnu Abbas, rijalnya shahih
kecuali Hidasy bin ‘Iyasy, dia tsiqah, Majma’ Az Zawaid, 9/161)
Al Qadhi ‘Iyadh menjelaskan tentang maksud ‘Pemilik Unta Merah.’
Katanya:
قيل : هو الجد بن قيس المنافق
“Dikatakan: dia adalah Al Jadd bin Qais seorang
munafiq.” (Al Qadhi ‘Iyadh, Ikmalul Mu’allim Syarh Shahih Muslim,
8/157. Maktabah Al Misykat)
Kelima. Menyakiti para
sahabat adalah sama dengan menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam.
Dari Abdullah bin Mughaffal Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اللَّهَ اللَّهَ فِي أَصْحَابِي اللَّهَ اللَّهَ فِي أَصْحَابِي لَا تَتَّخِذُوهُمْ
غَرَضًا بَعْدِي فَمَنْ أَحَبَّهُمْ فَبِحُبِّي أَحَبَّهُمْ وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ فَبِبُغْضِي
أَبْغَضَهُمْ وَمَنْ آذَاهُمْ فَقَدْ آذَانِي وَمَنْ آذَانِي فَقَدْ آذَى اللَّهَ وَمَنْ
آذَى اللَّهَ يُوشِكُ أَنْ يَأْخُذَهُ
“Bertaqwal-lah kalian kepada
Allah terhadap hak-hak sahabatku, jangan jadikan mereka sasaran kata-kata keji
setelah aku wafat. Barangsiapa yang
mencintai mereka (para sahabat) maka dengan kecintaanku, aku akan mencintai
mereka (orang yang mencintai sahabat), dan barangsiapa yang membenci mereka,
maka dengan kebencianku, aku akan membenci mereka (orang yang membenci
sahabat), dan barangsiapa yang menyakiti mereka maka dia telah menyakiti aku,
dan barangsiapa yang telah menyakiti aku, maka dia telah menyakiti Allah, dan
barangsiapa yang menyakiti Allah, maka Dia akan memberinya azab.” (HR. At
Tirmidzi No. 3954, katanya: hasan gharib. Ahmad No. 19641)
Pujian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Kepada Para
Sahabat Secara Personal
Ingin sekali saya memaparkan
berbagai keutamaan personal para sahabat, namun karena keterbatasan waktu dan
ruang, saya hanya paparkan keutamaan para sahabat yang diserang oleh kaum
Syi’ah, yakni Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘Aisyah, Abdurrahman bin ‘Auf, dan
Mu’awiyah. Ini pun hanya sebagian nama-nama saja, sebenarnya lebih banyak lagi
para sahabat yang dicela oleh kaum Syi’ah.
Imam An Nawawi Rahimahullah
mengatakan:
وَاتَّفَقَ أَهْل السُّنَّة عَلَى أَنَّ أَفْضَلهمْ أَبُو بَكْر ، ثُمَّ عُمَر
. قَالَ جُمْهُورهمْ : ثُمَّ عُثْمَان ، ثُمَّ عَلِيّ . وَقَالَ بَعْض أَهْل
السُّنَّة مِنْ أَهْل الْكُوفَة بِتَقْدِيمِ عَلِيّ عَلَى عُثْمَان ، وَالصَّحِيح
الْمَشْهُور تَقْدِيم عُثْمَان . قَالَ أَبُو مَنْصُور الْبَغْدَادِيّ :
أَصْحَابنَا مُجْمِعُونَ عَلَى أَنَّ أَفْضَلهمْ الْخُلَفَاء الْأَرْبَعَة عَلَى
التَّرْتِيب الْمَذْكُورَة ثُمَّ تَمَام الْعَشَرَة ، ثُمَّ أَهْل بَدْر ، ثُمَّ
أُحُد ، ثُمَّ بَيْعَة الرِّضْوَان ، وَمِمَّنْ لَهُ مَزِيَّة أَهْل
الْعَقَبَتَيْنِ مِنْ الْأَنْصَار ، وَكَذَلِكَ السَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ ،
وَهُمْ مَنْ صَلَّى إِلَى الْقِبْلَتَيْنِ فِي قَوْل اِبْن الْمُسَيِّب وَطَائِفَة
، وَفِي قَوْل الشَّعْبِيّ أَهْل بَيْعَة الرِّضْوَان ، وَفِي قَوْل عَطَاء
وَمُحَمَّد بْن كَعْب أَهْل بَدْر
“Ahlus Sunnah telah sepakat bahwa sahabat yang paling
utama adalah Abu Bakar, kemudian Umar. Lalu mayoritas mengatakan: Utsman,
kemudian Ali. Sebagian Ahlus Sunnah mengatakan dari Penduduk Kufah lebih mengutamakan Ali dibanding Utsman, yang
shahih adalah mengutamakan Utsman. Abu Manshur Al Baghdadi berkata:
‘Sahabat-sahabat kami telah ijma’ bahwa para sahabat yang paling utama
adalah khalifah yang empat sesuai urutan yang telah disebutkan, kemudian
sepuluh orang (yang dijamin masuk surga), kemudian Ahli Badr, kemudian Uhud,
kemudian Bai’atur Ridhwan, dan orang-orang mulia yang ikut serta dalam dua kali
Bai’at ‘Aqabah dari kalangan Anshar, demikian juga as sabiqunal
awwalun, mereka adalah orang yang
pernah mengenyam dua buah kiblat menurut Said bin Al Musayyib, dan menurut Asy
Sya’bi mereka adalah pengikut Bai’atur Ridhwan, ada pun menurut Atha’,
Muhammad bin Ka’ab, mereka adalah Ahli Badr. (Syarh Shahih Muslim,
Muqadimah Bab Fadhailush Shahabah, Mausu’ah Syuruh Al Hadits)
Tentang urutan Abu Bakar, Umar, dan Utsman, memiliki
dasar shahih sebagai berikut:
Abdullah bin Umar Radhiallahu
‘Anhu, berkata:
كُنَّا فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَا نَعْدِلُ بِأَبِي بَكْرٍ أَحَدًا ثُمَّ عُمَرَ ثُمَّ عُثْمَانَ ثُمَّ نَتْرُكُ
أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا نُفَاضِلُ بَيْنَهُمْ
“Dahulu kami pada zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam, tidaklah membandingkan Abu Bakar dengan siapa pun, kemudian Umar,
kemudian Utsman, barulah kami membiarkan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dan kami tidak mengutamakan satu sama lain di antara mereka.” (HR.
Bukhari No. 3455, 3494)
Keutamaan Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu
‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا
لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ وَلَكِنْ أَخِي وَصَاحِبِي
“Seandainya saya mengambil
kekasih dari kalangan umatku, maka aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasihku,
tetapi dia adalah saudaraku dan sahabatku.” (HR. Bukhari No. 3456)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka
Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir
(musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari
dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya:
"Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." (QS. At Taubah (9): 40)
Imam Bukhari meriwayatkan tentang ayat ini:
قالت عائشة وأبو سعيد وابن عباس رضي الله عنهم: وكان أبو بكر مع
النبي صلى الله عليه وسلم في الغار
Berkata ‘Aisyah, Abu Said, dan
Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhum: adalah Abu Bakar bersama Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam di dalam gua. (HR. Bukhari No. 3692)
Ini juga diceritakan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq
sendiri, katanya:
قُلْتُ لِلنَّبِيِّ
صلى الله عليه وسلم، وَأَنَا فِي الْغَارِ، لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ نَظَرَ تَحْتَ قَدَمَيْهِ
لأَبْصَرَنَا فَقَالَ: مَا ظَنُّكَ، يَا أَبَا بَكْرٍ بِاثْنَيْنِ اللهُ ثَالِثُهُمَا
“Aku berkata kepada Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, dan saat itu aku sedang di gua: ‘Seandainya salah
seorang mereka melihat ke bawah kakinya niscaya kita akan terlihat.” Rasulullah
bersabda: “Tidakkah engkau kira wahai Abu Bakar dengan dua orang, Allah-lah
yang ketiganya.” (HR. Bukhari No. 3453, 4386, 3707)
Gelar Ash Shiddiq adalah
pemberian Allah ‘Azza wa Jalla kepadanya, setelah peristiwa Isra’
Mi’raj. Abu Yahya berkata, aku mendengar
Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu bersumpah:
أن الله أنزل
اسم أبي بكر من السماء الصديق
“Sesungguhnya Allah menurunkan
nama dari langit bagi Abu Bakar dengan Ash Shiddiq.” (HR. Ath Thabarani, Al
Mu’jam Al Kabir, No. 14. Ibnu Abi ‘Ashim, Al Ahad wal Matsani, No.
6, Abu Nu’aim, Ma’rifatu Ash Shahabah, No. 56)
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar: rijalnya tsiqat
(kredibel) (Fathul Bari, 7/9. Darul Fikr. Lihat juga Tuhfah Al
Ahwadzi, 10/138. Al Maktabah As Salafiyah) begitu juga kata Imam Al
Haitsami (Majma’ Az Zawaid, 9/41. Darul Kutub Al ‘Ilmiah) sedangkan
Imam As Suyuthi mengatakan jayyid shahih (Tarikhul Khulafa’,
Hal. 11)
Ucapan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu ini
menjadi penegas dustanya kaum Syi’ah. Abu Bakar yang mereka sebut dengan
‘Fir’aun’ justru Ali telah membelanya.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أما إنك يا أبا بكر أول من يدخل الجنة من أمتي
“Ada pun engka wahai Abu Bakar,
adalah orang perama dari umatku yang akan masuk surga.” (HR. Abu Daud, No.
4652. Ath Thabrani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 538. Dishahihkan oleh Al
Hakim dalam Al Mustadrak No. 4444, katanya shahih sesuai syarat Bukhari
dan Muslim, disepakati keshahihannya oleh Imam Adz Dzahabi. Lalu Tarikhul
Khulafa’ Hal. 20. Tetapi Syaikh Al Albani mendhaifkan dalam berbagai
kitabnya, seperti As Silsilah Adh Dhaifah, Al Misykah Al
Mashabih, dll)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah
ridha bahwa Abu Bakar adalah penggantinya. Diriwayatkan oleh Jubeir bin Mut’im,
dari ayahnya:
أَتَتْ امْرَأَةٌ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَهَا أَنْ تَرْجِعَ إِلَيْهِ
قَالَتْ أَرَأَيْتَ إِنْ جِئْتُ وَلَمْ أَجِدْكَ كَأَنَّهَا تَقُولُ الْمَوْتَ قَالَ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ لَمْ تَجِدِينِي فَأْتِي أَبَا بَكْرٍ
“Datang seorang wanita kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, maka nabi memerintahkannya untuk kembali lagi kepadanya.
Wanita itu berkata: ‘Apa pendapatmu jika aku datang tetapi tidak berjumpa lagi
denganmu?’ Seakan wanita itu mengatakan: Sudah wafat. Beliau bersabda: ‘Jika
angkau tidak menemui aku, maka datanglah kepada Abu Bakar.” (HR. Bukhari No.
3459, 6927, 6794. Muslim No.2386. At Tirmidzi
No. 3758)
Imam As Suyuthi telah menulis demikian:
وفي حديث ابن زمعة رضي الله عنه أن رسول الله
صلى الله عليه وسلم أمرهم بالصلاة وكان أبو بكر غائباً فتقدم عمر فصلى فقال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: " لا لا لا يأبى الله والمسلمون إلا أبا بكر. يصلي بالناس أبو
بكر " . وفي حديث ابن عمر " كبر عمر فسمع رسول الله صلى الله عليه وسلم تكبير
فأطلع رأسه مغضباً فقال أين ابن أبي قحافة " .
قال العلماء: في هذا الحديث أوضح دلالة على أن الصديق أفضل
الصحابة على الإطلاق وأحقهم بالخلافة وأولاهم بالإمامة
“Dalam hadits Ibnu Zam’ah Radhiallahu ‘Anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mereka
shalat berjamaah dan saat itu Abu Bakar sedang tidak ada, maka majulah Umar ke
depan untuk jadi imam, Nabi bersabda: “Tidak, tidak, tidak, Allah dan kaum
msulimin akan menolak kecuali Abu Bakar, maka Abu Bakar pun shalat (jadi Imam)
bersama manusia.”
Dalam riwayat Ibnu Umar: “Umar
bin Al Khathab takbir (memimpin shalat berjamaah), maka Rasulullah mendengar
takbirnya Umar, lalu dia menolehkan
kepalanya sambil marah dan berkata: “Di mana Ibnu Abi Quhafah (Abu Bakar)?”
Berkata para ulama: “Ini
merupakan dalil yang jelas bahwa Abu Bakar merupakan sahabat paling utama
secara mutlak, yang berhak dengan khilafah, dan paling utama dalam imamah.” (Tarikhul
Khulafa’ Hal. 24)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda kepada Abu Bakar:
أنت صاحبي على الحوض، وصاحبي في الغار
“Engkau adalah sahabatku di haudh
(telaga) dan sahabatku di gua.” (HR. At Tirmidzi No. 3752, katanya: hasan
shahih gharib. Alauddin Al Muttaqi A l Hindi, Kanzul ‘Ummal, No.
32559. Al Fadhl Sayyid Abul Ma’athi An Nuri, Al Musnad Al Jami’ No. 8183. Syaikh Al Albani
juga mendhaifkannya.)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda kepada Abu Bakar:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ صَائِمًا
قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ جَنَازَةً قَالَ
أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مِسْكِينًا قَالَ أَبُو
بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ عَادَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مَرِيضًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرِئٍ
إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapakah di antara kalian yang berpuasa pagi ini?”,
Abu Bakar menjawab: “Saya.” Beliau bersabda lagi: “Siapa di antara kalian yang
ikut meiringi jenazah hari ini?”, Abu Bakar menjawab: “Saya.” Beliau bersabda
lagi: “Siapa di antara kalian yang memberi makan orang miskin hari ini?”, Abu
Bakar menjawab: “Saya.” Beliau bersabda lagi: “Siapa di antara kalian yang
sudah menjenguk orang sakit hari ini?”, Abu Bakar menjawab: “Saya.” Maka
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidaklah semuanya terkumpul
pada seseorang melainkan dia akan masuk surga.” (HR. Muslim No. 1028)
Keutamaan Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda:
لَقَدْ كَانَ فِيمَا قَبْلَكُمْ مِنْ
الْأُمَمِ مُحَدَّثُونَ فَإِنْ يَكُن فِي أُمَّتِي أَحَدٌ فَإِنَّهُ عُمَرُ
“Telah ada pada zaman sebelum kalian umat manusia yang
muhaddatsun, jika ada umatku yang seperti itu, maka Umar-lah orangnya.” (HR.
Bukhari No. 3486. At Tirmidzi No. 3776)
Imam An Nawawi menyebutkan, bahwa Muhaddatsun
menurut Ibnu Wahab adalah orang yang mendapatkan ilham. Ulama lain: yang zhan (prasangka)nya benar. Ulama lain: diajak bicara oleh malaikat. Imam
Bukhari: orang yang selalu berbicara benar, dan merupakan kepastian karamah
bagi para wali. (Syarh Shahih Muslim, No. 4411. Mausu’ah Syuruh Al
Hadits)
Dari Buraidah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَخَافُ مِنْكَ
يَا عُمَرُ
“Sesungguhnya syetan benar-benar takut kepadamu wahai
Umar.” (HR. At Tirmidzi No. 3773, katanya: hasan shahih gharib)
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘Anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِيهًا يَا ابْنَ الْخَطَّابِ وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ مَا لَقِيَكَ الشَّيْطَانُ سَالِكًا فَجًّا قَطُّ إِلَّا سَلَكَ فَجًّا
غَيْرَ فَجِّكَ
“Wahai Ibnul Khathab, demi yang jiwaku ada di
tanganNya, tidaklah syetan bertemu denganmu di sebuah jalan sedikit pun,
melainkan dia akan menempuh jalan lain selain jalanmu.” (HR. Bukhari No.
3120, 3480. Muslim No. 2396)
Berkata Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu:
ما زلنا أعزة منذ أسلم عمر.
“Kami senantiasa memiliki ‘izzah
semenjak keislaman Umar.” (HR. Bukhari No. 3481)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu:
أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن الساعة، فقال:
متى الساعة؟ قال: (وماذا أعددت لها). قال: لا شيء، إلا أني أحب الله ورسوله صلى
الله عليه وسلم، فقال: (أنت مع من أحببت). قال أنس: فما فرحنا بشيء فرحنا بقول
النبي صلى الله عليه وسلم: (أنت مع من أحببت). قال أنس: فأنا أحب النبي صلى الله
عليه وسلم وأبا بكر وعمر، وأرجو أن أكون معهم بحبي إياهم، وإن لم أعمل بمثل
أعمالهم.
“Bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam tentang kiamat, dia bertanya: “Kapankah kiamat?” Beliau
bersabda: “Apa yang kau telah persiapkan?” Laki-laki itu menjawab: “Tidak ada,
kecuali aku mencintai Allah dan RasulNya.” Maka Nabi bersabda: “Engkau akan
hidup bersama orang yang engkau cintai.” Anas berkata: “Tidaklah ada kebahagiaanku terhadap sesuatu seperti
kebahagianku dengan ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Engkau
akan hidup bersama orang yang engkau cintai.” Berkata Anas: “Saya mencintai
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, dan Umar, aku berharap
bisa bersama mereka dengan kehidupan seperti mereka, walau pun amalku tidaklah
sebanding dengan amal mereka.” (HR. Bukhari No. 3485, 5815, 5819, 6734)
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ جَعَلَ الْحَقَّ عَلَى
لِسَانِ عُمَرَ وَقَلْبِهِ
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan kebenaran atas lisan
dan hati Umar.” (HR. At Tirmidzi No. 3765, katanya: hasan shahih gharib. Imam
Al Hakim menshahihkan, Al Mutadrak No. 4476 )
Dari ‘Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لو كان نبي بعدي لكان عمر بن الخطاب
“Seandainya
ada nabi setelah aku, maka Umar bin Al Khathab orangnya.” (HR. At Tirmidzi
No. 3769, katanya: hasan gharib. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 4495, katanya: shahih. Disepakati
oleh Adz Dzahabi. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 13911. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam As
Silsilah Ash Shahihah No. 327)
Dalam
beberapa riwayat nama Abu Bakar dan Umar senantiasa digandengkan, di antaranya:
Dari
Hudzaifah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
اقْتَدُوا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي
بَكْرٍ وَعُمَرَ
“Ikutilah
oleh kalian dua orang setelahku, Abu Bakar dan Umar.” (HR. At Tirmidzi No.
3742, katanya: hasan. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih
Sunan Ibni Majah No. 97. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan hadits ini didhaifkan
oleh Al Bazzar dan Ibnu Hazm, lantaran Abdul Malik pelayan Rib’iy adalah seorang
yang majhul (tidak dikenal). Al Hakim telah meriwayatkan pula penguatnya
dari jalur Ibnu Mas’ud, namun sanadnya terdapat Yahya bin Salamah bin Kuhail
seorang yang dhaif. Lihat Talkhish Al Habir, No. 2592. Namun
menurut Imam Al Munawi hadits ini bisa
dikuatkan oleh riwayat dari Ibnu Mas’ud tersebut, lihat Faidhul Qadir
No. 1318-1319. Syaikh Al Albani pun menshahihkan riwayat dari Ibnu Mas’ud.
Lihat Shahihul Jami’ No. 1144)
Syaikh
Abdurrahman Al Mubarakfuri mengatakan, bahwa hadits ini menunjukkan bagusnya
perjalanan hidup mereka berdua dan isyarat terhadap urusan kekhilafahan mereka
berdua, sebagaimana dikatakan oleh Al Munawi. (Tuhfah Al Ahwadzi,
10/147. Al Maktabah As Salafiyah)
Dari
Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَا مِنْ نَبِيٍّ
إِلَّا لَهُ وَزِيرَانِ مِنْ أَهْلِ السَّمَاءِ وَوَزِيرَانِ مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ
فَأَمَّا وَزِيرَايَ مِنْ أَهْلِ السَّمَاءِ فَجِبْرِيلُ وَمِيكَائِيلُ وَأَمَّا وَزِيرَايَ
مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ فَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ
“Tidaklah
seorang nabi melainkan dia memiliki dua asisten dari penduduk langit, dan dua
asisten dari peduduk dunia. Ada pun asistenku dari penduduk langit adalah
Jibril dan Mikail, sedangkan asistenku dari penduduk dunia adalah Abu Bakar dan
Umar.” (HR. At Tirmidzi No. 3761, katanya: hasan gharib. Syaikh
Abdurrahman Al Mubarakfuri mengatakan hadis ini juga dikeluarkan oleh Al Hakim,
dia menshahihkannya. Lihat Tuhfah Al
Ahwadzi, 10/166 )
Keutamaan Utsman bin ‘Affan Radhiallahu ‘Anhu
Dari Abu Amr, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda:
مَنْ جَهَّزَ جَيْشَ الْعُسْرَةِ فَلَهُ الْجَنَّةُ
فَجَهَّزَهُ عُثْمَانُ
.
“Barangsiapa yang membantu persiapan Jaisyul ‘Usrah,
maka baginya surga.” Maka Utsman memberikan bantuan. (HR. Bukhari No. 2626)
‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:
دَخَلَ أَبُو
بَكْرٍ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ ثُمَّ دَخَلَ عُمَرُ فَلَمْ تَهْتَشَّ
لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ فَجَلَسْتَ وَسَوَّيْتَ ثِيَابَكَ فَقَالَ
أَلَا أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ
“Abu Bakar masuk kau tidak rapi-rapi untuknya dan
tidak peduli. Kemudian Umar masuk kau tidak rapi-rapi untuknya dan tidak
peduli. Kemudian masuk Utsman, kau duduk dan merapikan pakaianmu.” Maka
Rasulullah bersabda: “Apakah aku tidak malu kepada laki-laki yang malaikat saja
malu kepadanya?” (HR. Muslim No. 2401)
Keutamaan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu
Dari Abu Al Hasan Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أنت مني وأنا منك
“Engkau adalah bagian dariku, dan Aku pun bagian
darimu.” (HR. Bukhari No. 4005)
Umar bin Al Khathab mengatakan ketika Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam meninggal, beliau dalam keadaan ridha terhadap Ali bin
Abi Thalib Radhialllahu ‘Anhu. (HR. Bukhari No. 3497)
Dari Saad bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘Anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda
kepada Ali:
أنت مني بمنزلة هارون من موسى. إلا أنه لا نبي بعدي
“Kedudukanmu terhadapku, sama
halnya kedudukan Harun terhada Musa, hanya saja tidak ada lagi Nabi setelah
aku.” (HR. Muslim No. 2404)
Keutamaan Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ‘Anhu
Berkata Ibnu Abi Malikah:
أَوْتَرَ مُعَاوِيَةُ بَعْدَ الْعِشَاءِ بِرَكْعَةٍ
وَعِنْدَهُ مَوْلًى لِابْنِ عَبَّاسٍ فَأَتَى ابْنَ عَبَّاسٍ فَقَالَ دَعْهُ فَإِنَّهُ
قَدْ صَحِبَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Mu’awaiyah shalat witir dengan
satu rakaat setelah ‘isya, dan di sisinya ada pelayan, lalu pelayan itu
mendatangi Ibnu Abbas, berkatalah Ibnu Abbas: Biarkanlah dia, dia adalah
sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (HR. Bukhari No. 3553)
Dari Ibnu Abi Malikah, dia berkata:
قيل لابن عباس: هل لك في أمير المؤمنين معاوية، فإنه ما أوتر إلا
بواحدة؟ قال: أصاب، إنه فقيه.
Ditanyakan kepada Ibnu Abbas:
apakah engkau tahu tentang amirul mu’minin Mu’awiyah, bahwa dia tidaklah witir
kecuali satu rakaat?, Ibnu Abbas berkata: “Dia benar, dia itu seorang faqih
(faham agama).” (HR. Bukhari No. 3554)
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar:
وَقَوْله : " دَعْهُ " أَيْ اُتْرُكْ الْقَوْل
فِيهِ وَالْإِنْكَار عَلَيْهِ " فَإِنَّهُ قَدْ صَحَّتْ " أَيْ فَلَمْ يَفْعَل
شَيْئًا إِلَّا بِمُسْتَنَدٍ
Ucapan Ibnu Abbas (tinggalkan
dia) artinya biarkan dia. Ucapan ini di dalamnya terdapat pengingkaran atas
pelayan tersebut, sesungghnya Mu’awiyah telah benar, artinya tidaklah dia
melakukan sesuatu melainkan memiliki sandaran. (Fathul Bari, 7/104)
Keutamaan ‘Aisyah Radhiallahu
‘Anha
‘Aisyah berkata, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam berkata kepadaku:
يا عائش، هذا جبريل يقرئك السلام). فقلت: وعليه السلام ورحمة الله
وبركاته، ترى ما لا أرى. تريد رسول الله صلى الله عليه وسلم.
“Wahai ‘Aisyah, ini
Jibril kirim salam buatmu.” Aku menjawab: “ ’Alaihissalam wa Rahmatullah wa
Barakatuh, kau melihat apa yang aku tidak lihat.” Yang dimaksud adalah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (HR. Bukhari No. 3557, 3045)
Berkata Abu Musa Al Asy’ari, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَفَضْلُ عَائِشَةَ
عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ
“Keutamaan
‘Aisyah dibanding para wanita adalah seperti keutamaan At Tsarid di atas
semua makanan.” (HR. Bukhari No. 3230, 3558)
Ats
Tsarid adalah roti yang dibubuhi daging, dan makanan paling bergengsi saat
itu.
Dari
‘Amr bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
أي الناس أحب إليك؟ قال: (عائشة). فقلت: من الرجال؟ فقال: (أبوها).
قلت: ثم من؟ قال: (عمر بن الخطاب).
“Siapakah
manusia yang paling kau cintai?” Nabi menjawab: “ ‘Aisyah.” Aku berkata: “Dari
kaum laki-laki?” beliau menjawab; “Ayahnya.” Aku bertanya: “lalu siapa?” Beliau
menjawab: “Umar bin Al Khathab.” (HR. Bukhari No. 3462)
Diceritakan bahwa Malaikat Jibril berkata
kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang ‘Aisyah Radhiallahu
‘Anha:
هذه زوجتك في الدنيا والآخرة
“Ini
adalah istrimu di dunia dan akhirat.” (HR. At Tirmidzi No. 3880, katanya: hasan
gharib. Ibnu Hibban No. 7094, Musnad Ishaq No. 1237. Syaikh Al Albani mengatakan:
shahih. Misykah Al Mashabih No. 6182)
Demikianlah.
Pandangan Al Quran dan As Sunnah terhadap ara sahabat secara
global dan khusus. Tentunya Al Quran dan As Sunnah
yang kita ikuti, bukan mulut-mulut kotor kaum rafidhah. Sebenarnya
masih sangat banyak, namun ini sudah cukup mewakili sikap Ahlus Sunnah terhadap
para sahabat nabi, yakni menyikapi mereka sebagaimana Allah dan RasulNya
bersikap.
Hukum Mencela Para Sahabat Nabi
Berikut ini fatwa
para Imam Ahlus Sunnah terhadap orang-orang yang mencela, memaki, hingga
mengkafirkan para sahabat nabi, baik dari golongan syiah yang telah mencela
umumnya sahabat nabi, khawarij yang telah mengkafirkan Ali, Muawiyah, Abu Musa,
Amr bin Al ‘Ash, dan nashibi yang telah menghina Ali, Fathimah, dan
keturunannya.
Imam Hasan Al Bashri Rahimahullah
Berikut ini
keterangannya:
قيل للحسن - رضي الله عنه -: «يا أبا سعيد، إن هاهنا قوماً
يشتمون أو يلعنون معاوية و ابن الزبير». فقال: «على أولئك الذين يلعنون، لعنة الله
Ditanyakan kepada
Al Hasan Radhiallahu ‘Anhu : “Wahai Abu Sa’id, di sini ada kaum yang
suka mencela dan melaknat Mu’awiyah dan Ibnuz Zubeir.” Beliau menjawab: “Atas
merekalah laknat Allah itu.” (Ibnu ‘Asakir, At Tarikh, , 59/206)
Imam Malik bin Anas Rahimahullah
Imam Malik mengomentari ayat: Liyaghizhabihimul kuffar
(adanya sahabat nabi membuat orang-orang kafir marah):
ومن هذه الآية انتزع الإمام مالك -رحمه الله، في رواية عنه-بتكفير الروافض
الذين يبغضون الصحابة، قال: لأنهم يغيظونهم، ومن غاظ الصحابة فهو كافر لهذه الآية.
ووافقه طائفة من العلماء على ذلك. والأحاديث في فضائل الصحابة والنهي عن التعرض
لهم بمساءة كثيرة ، ويكفيهم ثناء الله
عليهم، ورضاه عنهم.
Dari ayat ini, Imam Malik Rahimahullah –dalam
sebuah riwayat darinya- memutuskan kafirnya kaum rafidhah, orang-orang yang
membenci para sahabat. Beliau berkata: “Karena mereka murka terhadap para
sahabat, maka itu adalah kafir menurut ayat ini.” Segolongan ulama menyetujui
pendapat ini. Dan telah banyak hadits
tentang keutamaan para sahabat dan larangan mencela mereka dengan keburukan,
cukuplah bagi mereka pujian dari Allah dan keridhaanNya bagi mereka. (Tafsir
Al Quran Al ‘Azhim, 7/362)
Imam Abu Zur’ah Rahimahullah
Beliau
berkata:
فإذا رأيت الرجل
ينتقص أحداً من أصحاب رسول الله - صلى الله عليه وسلم - فاعلم أنّه زنديق
Jika kamu
melihat seorang laki-laki yang mencela satu saja sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
maka ketahuilah bahwa orang itu adalah zindiq! (Al Kifayah Lil Khathib Al
Baghdadi, Hal. 97)
Imam Al Qurthubi Rahimahullah
Beliau berkata:
لقد أحسن مالك في مقالته و أصاب في تأويله، فمن نقص واحداً
منهم أو طعن عليه في روايته فقد ردَّ على الله رب العالمين و أبطل شرائع المسلمين
Alangkah bagusnya
perkataan Imam Malik dan benarlah ta’wilnya itu, bahwa barang siapa yang
mencederai satu saja di antara mereka (para sahabat), atau menyerang mereka
pada riwayat riwayat yang di bawa oleh mereka, maka sama saja telah membantah
Allah Rabb semesta alam dan membatalkan syariat kaum muslimin. (Tafsir Al
Qurthubi, 16/297)
Sebab berbagai syariat yang ada dan dilakukan oleh
mayoritas umat Islam karena berasal dari periwayatan para sahabat nabi, maka
apa jadinya jika para sahabat dicela bahkan dikafirkan? Tentu sama saja
menganggap mereka tidak pantas membawa riwayat tersebut, dan gugurlah berbagai
macam syariat tersebut.
Imam Al Auza’i Rahimahullah
Beliau berkata:
من شتم أبا بكر الصديق - رضي الله عنه - فقد ارتد عن دينه
و أباح دمه
Barang siapa yang
mencela Abu Bakar As Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu, maka dia telah murtad
dari agamanya dan halal darahnya (maksudnya boleh dihukum mati, pen). (Syarh
Al Ibanah, Hal. 161)
Imam Ali Al Qari Rahimahullah
Beliau berkata:
و أما من سبَّ أحداً من الصحابة فهو فاسق و مبتدع بالإجماع،
إلا إذا اعتقد أنه مباح، كما عليه بعض الشيعة و أصحابهم، أو يترتب عليه ثواب، كما هو
دأب كلامهم، أو اعتقد كفر الصحابة و أهل السنة، فإنه كافر بالإجماع
Ada pun barang siapa yang mencela seorang saja dari
sahabat nabi, maka dia fasik dan mubtadi’ (pelaku bid’ah) menurut ijma’,
- kecuali jika orang itu meyakini mencela sahabat itu boleh sebagaimana yang
diyakini sebagian syiah dan para pengikutnya, atau yang meyakini bahwa mencela para sahabat akan mendapatkan pahala seperti yang biasa mereka katakan, atau
meyakini bahwa para sahabat dan ahlus sunah adalah kafir- maka orang itu adalah
kafir menurut ijma’. (Syammul ‘Awaridh fi Dzammir Rawafidh,
Hal. 16. Masih Manuskrip)
Al Qadhi Abu Ya’la Rahimahullah
Beliau berkata:
من قذف عائشة بما برأها الله منه كفر بلا خلاف. و قد حكى
الإجماع على هذا غير واحد، و صرّح غير واحد من الأئمة بهذا الحكم
Barang siapa yang
melemparkan tuduhan kepada ‘Aisyah dengan tuduhan yang Allah Ta’ala jauhi dia
dengan tuduhan itu, maka dia kafir dan tanpa perbedaan pendapat. Telah
diceritakan adanya ijma tentang hal ini, lebih dari satu ulama yang menyatakan
itu. Tentang hukum ini lebih dari satu ulama pula yang mengeluarkan hukum seperti ini. (Syubhat
Rafidhah Haula Ash Shahabah, Hal. 31)
Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah
Abu Bakar Al
Marwadzi bertanya kepada Imam Ahmad bin Hambal:
أيما أفضل، معاوية أو عمر بن عبد العزيز؟». فقال: «معاوية
أفضل! لسنا نقيس بأصحاب رسول الله - صلى الله عليه وسلم - أحداً. قال النبي - صلى الله
عليه وسلم -: خير الناس قرني الذي بعثت فيهم
Mana yang lebih
utama, Mu’awiyah atau Umar bin Abdul Aziz? Beliau menjawab: Mu’awiyah lebih
utama! Kami tidak pernah menyetarakan seorang pun dengan para sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda: sebaik-baik manusia
adalah pada zamanku yaitu di mana aku diutus pada mereka. (Abu Bakar Al
Khalal, As Sunnah, 2/434)
Imam Sarakhsi Rahimahullah
Beliau berkata:
فمن طعن فيهم فهو ملحد منابذ للإسلام دواؤه السيف إن لم يتب
Barang siapa yang
mencela para sahabat nabi, maka dia adalah mulhid (atheis) yang melawan
Islam, maka jika
Wallahu A’lam
[1]
Bai’atur Ridhwan itu terjadi pada hari perjanjian Hudaibiyah, para
sahabat berbai’at kepada nabi bukan untuk kematian tetapi untuk tidak lari dari
jihad, mereka berjumlah 1400 orang, mereka berbaiat di bawah pohon. (HR.
Muslim No. 1856)
No comments:
Post a Comment