Friday, February 14, 2014

hukum menikahi wanita hamil

Kita akan rinci menjadi beberapa pembahasan:

I.Hukum Menikahi Wanita/Pria pezina

            Yang dimaksud pezina di sini adalah yang memang zina menjadi kebiasaannya (seperti pelacur/germo/laki-laki hidung belang ).

            Para ulama membagi hukumnya menjadi dua bagian:

A.Jika yang menikahi adalah orang baik-baik (mu’min, shalih), maka hukumnya haram, kecuali si pezina itu tobat dahulu.


Larangan ini berdasarkan Dalil-Dalil sebagai berikut:

  1. Al Quran

Al Maidah (5) ayat 5:
“Pada masa ini Dihalalkan bagi kamu (memakan makanan) Yang lezat-lezat serta baik-baik. dan makanan (sembelihan) orang-orang Ahli Kitab itu adalah halal bagi kamu, dan makanan (sembelihan) kamu adalah halal bagi mereka (tidak salah kamu memberi makan kepada mereka). dan (dihalalkan bagi kamu mengawini) dengan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatannya - di antara perempuan-perempuan yang beriman, dan juga perempuan-perempuan yang menjaga kehormatannya dari kalangan orang-orang Ahli Kitab dahulu daripada kamu apabila kamu beri mereka maskawinnya, sedang kamu (dengan cara yang demikian), bernikah bukan berzina, dan bukan pula kamu mengambil mereka menjadi perempuan-perempuan simpanan.”  


            Syaikh Sayyid Sabiq berkata:

لا يحل للرجل أن يتزوج بزانية، ولا يحل للمرأة أن تتزوج بزان، إلا أن يحدث كل منهما توبة.
            “Tidak halal bagi seorang pria menikahi wanita pezina, dan tidak halal seorang wanita menikahi seorang pria pezina, kecuali jika ia bertaubat.” Setelah itu Syaikh Sayyid Sabiq menjadikan ayat di atas sebagai dalil. Tentang ayat di atas Syaikh Sayyid Sabiq juga berkata:

أي أن الله كما أحل الطيبات، وطعام الذين أوتوا الكتاب من اليهود والنصارى، أحل زواج العفيفات من المؤمنات، والعفيفات من أهل الكتاب، في حال كون الازواج أعفاء غير مسافحين ولا متخذي أخدان

            “Yakni sesungguhnya Allah sebagaimana Dia menghalalkan yang baik-baik, dan makanan orang-orang yang beri Al Kitab dari kalangan yahudi dan Nasrani,  (maka) Dia menghalalkan menikahi wanita yang menjaga kehormatan dari kalangan mu’minat, dan juga wanita yang menjaga kehormatan dari kalangan Ahli kitab, dengan keadaan bahwa mereka sebagai suami isteri yang sebelumnya sama-sama menjaga kebormatan, tidak berzina, dan tidak pernah sebagi gundik (simpanan).” (Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz. 2, Hal. 92-93. Al Maktabah Asy Syamilah)

            Imam Ibnu Katsir berkata tentang ayat, “ dan (dihalalkan bagi kamu mengawini) dengan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatannya - di antara perempuan-perempuan yang beriman,”  :

 أي: وأحل لكم نكاح الحرائر العفائف من النساء المؤمنات

“Yakni Dihalalkan bagi kalian menikahi wanita merdeka yang menjaga kehormatan dari kalangan wanita beriman.”  (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al Azhim, Juz.3, Hal. 42. Al Maktabah Asy Syamilah)

Imam Abu Ja’far ath Thabari berkata tentang ayat tersebut:

أحل لكم، أيها المؤمنون، المحصنات من المؤمنات - وهن الحرائر منهن- أن تنكحوهن
“Dihalalkan bagi kalian, wahai orang-orang beriman, wanita-wanita merdeka dari kalangan beriman, untuk kalian menikahi mereka ..” (Imam Abu Jafar ath Thabari, Jami’ul Bayan, Juz. 9, hal. 581. Al Maktabah Asy Syamilah)

Jadi, yang halal bagi orang baik-baik hanyalah menikahi wanita mu’minah yang menjaga kehormatannya, bukan pezina.

            An Nuur (24) ayat 3,

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.”

Ayat ini jelas-jelas menyebutkan bahwa yang layak menikahi pezina adalah pezina juga, tidak sepatutnya orang beriman menikahi orang pezina atau musyrik. Mereka pezina dan musyrik hanya layak dinikahi dengan pezina dan musyrik juga.

Berkata Syaikh Sayyid Sabiq tentang ayat ini:

ومعنى ينكح: يعقد.
وحرم ذلك، أي وحرم على المؤمنين أن يتزوجوا من هو متصف بالزنا أو بالشرك، فانه لا يفعل ذلك إلا زان أو مشرك.
“Makna dari ‘mengawini’ adalah mengadakan akad. Yang demikian itu diharamkan, yaitu diharamkan atas orang-orang beriman menikahi orang-orang yang disifati sebagai pezina atau musyrik, karena tidak ada yang menikahi mereka kecuali pezina dan musyrik juga.” (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz. 2, Hal. 93. Al Maktabah Asy Syamilah)

  1. As Sunnah

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ
أَنَّ مَرْثَدَ بْنَ أَبِي مَرْثَدٍ الْغَنَوِيَّ كَانَ يَحْمِلُ الْأَسَارَى بِمَكَّةَ وَكَانَ بِمَكَّةَ بَغِيٌّ يُقَالُ لَهَا عَنَاقُ وَكَانَتْ صَدِيقَتَهُ قَالَ جِئْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْكِحُ عَنَاقَ قَالَ فَسَكَتَ عَنِّي فَنَزَلَتْ
{ وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ }
فَدَعَانِي فَقَرَأَهَا عَلَيَّ وَقَالَ لَا تَنْكِحْهَا
Dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa Martsad bin Abi martsad al Ghanawi dahulu dia membawa keluarganya ke Mekkah, di Mekkah ada seorang pelacur bernama ‘Anaq, dia adalah teman dari Martsad. Dia (Martsad) berkata: Aku datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu aku berkata: “Wahai Rasulullah, bolehkah  aku nikah dengan ‘Anaq?”, dia berkata: Rasulullah mendiamkan saya, maka turunlah ayat “Wanita pezina tidaklah menikah kecuali dengan laki-laki pezina atau musyrik.”

Lalu Rasulullah memanggil saya dan membacakan kepada saya, lalu bersabda: “Jangan kau menikahinya!” (HR. Abu Daud, Juz. 5, hal. 433, No.1755. An Nasa’i, Juz.10, hal. 328, No. 3176. Syaikh al Albany berkata: Hasan Shahih, lihat Shahih wa Dhaif SunanAbi Daud, Juz. 5, hal. 51. Al Maktabah Asy Syamilah)

Hadits ini tegas melarang pria baik-baik menikahi wanita pezina (pelacur). Dalam Aunul Ma’bud disebutkan:
فِيهِ دَلِيل عَلَى أَنَّهُ لَا يَحِلّ لِلرَّجُلِ أَنْ يَتَزَوَّج بِمَنْ ظَهَرَ مِنْهَا الزِّنَا

“Di dalamnya terdapat dalil, bahwa tidak halal bagi pria menikahi wanita yang terang-terangan darinya perzinahan (pelacur).” (Aunul ma’bud, Juz. 4, hal. 437, hadits no. 1755. Al Maktabah Asy Syamilah)

Hadits lainnya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَنْكِحُ الزَّانِي الْمَجْلُودُ إِلَّا مِثْلَهُ

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Pezina laki-laki yang didera, tidaklah menikah kecuali dengan yang semisalnya.” (HR. Abu Daud, Juz.5, Hal. 434, No.1756. Ahmad, Juz.16, Hal.491, No.7949. Syaikh al Albany menshahihkan dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, Juz.5, Hal. 52. Al Maktabah Asy Syamilah)

Dalam Fiqhus Sunnah disebutkan:

قال الشوكاني: هذا الوصف خرج مخرج الغالب باعتبار من ظهر منه الزنا.
وفيه دليل على أنه لا يحل للرجل أن يتزوج بمن ظهر منها الزنا.
وكذلك لا يحل للمرأة أن تتزوج بمن ظهر منه الزنا.
Berkata Asy Syaukani: Ini adalah sifat  yang telah nampak dari kebiasaan, yaitu orang yang memang terbiasa berbuat zina. Dan di dalamnya terdapat dalil bahwa tidak halal bagi laki-laki menikahi wanita yang biasa melakukan zina, demikian pula tidak dihalalkan bagi wanita menikahi laki-laki yang terbiasa  berzina. (Fiqhus Sunnah, Juz. 2, hal. 94. Al Maktabah Asy Syamilah)

Berkata penulis  Aunul Ma’bud:

قَالَ الْعَلَّامَة مُحَمَّد بْن إِسْمَاعِيل الْأَمِير فِي سُبُل السَّلَام : فِي الْحَدِيث دَلِيل عَلَى أَنَّهُ يَحْرُم عَلَى الْمَرْأَة أَنْ تُزَوَّج بِمَنْ ظَهَرَ زِنَاهُ ، وَلَعَلَّ الْوَصْف بِالْمَجْلُودِ بِنَاء عَلَى الْأَغْلَب فِي حَقّ مَنْ ظَهَرَ مِنْهُ الزِّنَا . وَكَذَلِكَ الرَّجُل يَحْرُم عَلَيْهِ أَنْ يَتَزَوَّج بِالزَّانِيَةِ الَّتِي ظَهَرَ زِنَاؤُهَا

Berkata Al ‘Allamah Muhammad bin Ismail al Amir dalam Subulus Salam: “Di dalam hadits terdapat dalil bahwa haram bagi wanita menikah dengan laki-laki yang telah nampak perzinahannya, dan penyifatannya dengan mendapatkan dera, dikarenakan zina telah menjadi hal yang dominant (kebiasaan) baginya secara nyata. Demikian pula bagi laki-laki diharamkan baginya menikahi wanita yang telah nampak perzinahannya.” (Aunul Ma’bud, Juz.4, Hal. 438, No hadits. 1756. Al Maktabah Asy Syamilah)

Dari uaraian ini, maka jelaslah haramnya orang baik-baik, mu’min, shalih, menikahi orang yang terbiasa zina (pelacur).

B, Hukum Pernikahan Dua Orang yang Berzina, tetapi mereka bukan pelacur atau laki-laki hidung belang.

            Ini yang paling banyak terjadi, mereka berzina karena rayuan syetan, dan tidak mampu menjaga diri, akibat pergaulan bebas (baca: pacaran). Namun, mereka bukanlah pezina dalam artian orang yang menjadikan zina adalah kebiasaan seperti pelacur, germo, atau laki-laki hidung belang. Apakah mereka berdua boleh dinikahkan?

            Berkata Imam Asy Syaukani:

وقد اختلف في جواز تزوّج الرجل بامرأة قد زنى هو بها ، فقال الشافعي ، وأبو حنيفة : بجواز ذلك . وروي عن ابن عباس ، وروي عن عمر ، وابن مسعود ، وجابر : أنه لا يجوز . قال ابن مسعود : إذا زنى الرجل بالمرأة ثم نكحها بعد ذلك فهما زانيان أبداً ، وبه قال مالك
            “Telah terjadi perbedaan pendapat tentang kebolehan seorang laki-laki menikah dengan wanita yang pernah berzina dengannya. Imam Asy Syafi’i dan Imam Abu Hanifah berbendapat: boleh. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, dan Jabir mereka berpendapat: tidak boleh. Berkata Ibnu Mas’ud: Jika laki-laki berzina denga wanita, lalu dia menikahinya setelah itu, maka mereka berdua adalah pezina selamanya!, ini juga pendapat Imam Malik.” (Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, Juz. 5, Hal. 184-185. Al Maktabah Asy Syamilah)

            Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qayyim, dan Imam Ibnu Hazm, juga menguatkan pendapat yang mengharamkan.

            Sebenarnya golongan yang mengharamkan, pada akhirnya membolehkan juga, dengan syarat pelakunya sudah bertaubat.

            Imam Ahmad membolehkan dengan syarat dia bertaubat, dan masa iddahnya selesai. Abu Hanifah dan Asy Syafi’i berpendapat boleh mengawininya tanpa menunggu masa iddah. Bahkan Imam Asy Syafi’i membolehkan mengawini wanita zina sekalipun sedang hamil, sebab hamil semacam itu (karena pelakunya adalah laki-laki yang akan menikahinya, pen) bukan alas an haramnya kawin. (Fiqhus Sunnah, Juz. 2, hal. 97-98)

C. Wanita  yang  berzina, lalu Dia menikah dan si Laki-Laki bukanlah pelakunya.

            Ini berbeda dengan kasus di atas, ini yang menikahi wanita tersebut bukanlah laki-laki yang pernah berzina dengannya tetapi, laki-laki lain. Bolehkah pernikahan mereka berdua?

            Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: “Nikahnya orang zina itu haram hingga ia bertaubat, baik dengan pasangan zinaya atau dengan orang lain. Inilah yang benar tanpa diragukan lagi. Demikianlah pendapat segolongan ulama salaf dan khalaf, di antara mereka yakni Ahmad bin hambal dan lainnya.

            Tetapi kebanyakan ulama salaf dan khalaf membolehkannya, yaitu pendapat Imam Yang tiga, hanya saja Imam Malik mensyaratkan rahimnya bersih (kosong/tidak hamil)

Abu Hanifah membolehkan akad sebelum bersih (istibra’) apabila ternyata dia hamil, tetapi jika dia hamil tidak boleh menyetubuhinya sampai dia melahirkan.

Asy Syafi’i membolehkan akad secara mutlak akad dan mencampurinya, karena air sperma zina itu tidak terhormat, dan hukumnya tidak bisa dihubungkan nasabnya, inilah alas an Imam Asy Syafi’i..

Abu Hanifah memberikan rincian antara hamil dan tidak hamil, karena wanita hamil apabila dicampuri, akan menyebabkan terhubungnya anak yang bukan anaknya, sama sekali berbeda dengan yang tidak hamil.”

D. Nikahnya Wanita Hamil

            Harus dirinci sebagai berikut:

1.      Hamil karena suaminya sendiri, tetapi suaminya meninggal, dia jadi janda. Bolehkah menikah dan dia masih hamil?

Sepakat kaum muslimin seluruhnya, wanita hamil hanya baru boleh nikah setelah masa iddahnya selesai, yaitu kelahiran bayinya.

2.      Gadis Hamil karena berzina, bolehkah dia menikah?

Jika yang menikahinya adalah laki-laki yang menghamilinya, maka menurut Imam Asy Syafi’i adalah boleh. Abu Hanifah membolehkan tetapi tidak boleh menyetubuhinya sampai ia melahirkan.

Imam Ahmad mengharamkannya. Imam begitu pula Imam Malik, Imam Ibnu Tamiyah …

Jika yang menikahinya adalah laki-laki lain, maka menurut Ibnu taimiyah juga tidak boleh kecuali ia bertaubat, yang lain mengatakan boleh, selama ia bertobat dan Iddahnya selesai (yakni sampai melahirkan), inilah pendapat Imam Ahmad.

Ini dulu yaa


No comments:

Post a Comment