Kita akan rinci menjadi beberapa
pembahasan:
I.Hukum Menikahi Wanita/Pria pezina
Yang
dimaksud pezina di sini adalah yang memang zina menjadi kebiasaannya (seperti
pelacur/germo/laki-laki hidung belang ).
A.Jika yang menikahi adalah orang
baik-baik (mu’min, shalih), maka hukumnya haram, kecuali si pezina itu tobat
dahulu.
Larangan ini berdasarkan Dalil-Dalil
sebagai berikut:
- Al Quran
Al Maidah (5)
ayat 5:
“Pada masa ini Dihalalkan bagi kamu (memakan makanan) Yang lezat-lezat
serta baik-baik. dan makanan (sembelihan) orang-orang Ahli Kitab itu adalah
halal bagi kamu, dan makanan (sembelihan) kamu adalah halal bagi mereka (tidak
salah kamu memberi makan kepada mereka). dan (dihalalkan bagi kamu mengawini) dengan
perempuan-perempuan yang menjaga kehormatannya - di antara perempuan-perempuan
yang beriman, dan juga perempuan-perempuan yang menjaga kehormatannya dari kalangan
orang-orang Ahli Kitab dahulu daripada kamu apabila kamu beri mereka maskawinnya,
sedang kamu (dengan cara yang demikian), bernikah bukan berzina, dan bukan pula
kamu mengambil mereka menjadi perempuan-perempuan simpanan.”
Syaikh
Sayyid Sabiq berkata:
لا يحل للرجل أن يتزوج بزانية، ولا يحل للمرأة أن تتزوج
بزان، إلا أن يحدث كل منهما توبة.
“Tidak
halal bagi seorang pria menikahi wanita pezina, dan tidak halal seorang wanita
menikahi seorang pria pezina, kecuali jika ia bertaubat.” Setelah itu Syaikh
Sayyid Sabiq menjadikan ayat di atas sebagai dalil. Tentang ayat di atas Syaikh
Sayyid Sabiq juga berkata:
أي أن الله كما أحل الطيبات،
وطعام الذين أوتوا الكتاب من اليهود والنصارى، أحل زواج العفيفات من المؤمنات، والعفيفات
من أهل الكتاب، في حال كون الازواج أعفاء غير مسافحين ولا متخذي أخدان
“Yakni sesungguhnya Allah sebagaimana Dia
menghalalkan yang baik-baik, dan makanan orang-orang yang beri Al Kitab dari
kalangan yahudi dan Nasrani, (maka) Dia
menghalalkan menikahi wanita yang menjaga kehormatan dari kalangan mu’minat,
dan juga wanita yang menjaga kehormatan dari kalangan Ahli kitab, dengan
keadaan bahwa mereka sebagai suami isteri yang sebelumnya sama-sama menjaga
kebormatan, tidak berzina, dan tidak pernah sebagi gundik (simpanan).” (Sayyid
Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz. 2, Hal. 92-93. Al Maktabah Asy Syamilah)
Imam
Ibnu Katsir berkata tentang ayat, “ dan (dihalalkan
bagi kamu mengawini) dengan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatannya - di
antara perempuan-perempuan yang beriman,”
:
أي: وأحل لكم نكاح الحرائر العفائف
من النساء المؤمنات
“Yakni Dihalalkan bagi kalian menikahi wanita
merdeka yang menjaga kehormatan dari kalangan wanita beriman.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al
Azhim, Juz.3, Hal. 42. Al Maktabah Asy Syamilah)
Imam Abu Ja’far ath Thabari berkata tentang ayat tersebut:
أحل لكم، أيها المؤمنون، المحصنات من المؤمنات - وهن الحرائر منهن- أن تنكحوهن
“Dihalalkan bagi kalian, wahai orang-orang
beriman, wanita-wanita merdeka dari kalangan beriman, untuk kalian menikahi
mereka ..” (Imam Abu Jafar ath Thabari, Jami’ul Bayan, Juz. 9, hal. 581. Al
Maktabah Asy Syamilah)
Jadi, yang halal bagi orang baik-baik hanyalah
menikahi wanita mu’minah yang menjaga kehormatannya, bukan pezina.
An
Nuur (24) ayat 3,
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan
perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina
tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik,
dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.”
Ayat ini jelas-jelas menyebutkan bahwa yang layak
menikahi pezina adalah pezina juga, tidak sepatutnya orang beriman menikahi
orang pezina atau musyrik. Mereka pezina dan musyrik hanya layak dinikahi
dengan pezina dan musyrik juga.
Berkata Syaikh Sayyid Sabiq tentang ayat ini:
ومعنى ينكح: يعقد.
وحرم ذلك، أي وحرم على المؤمنين أن يتزوجوا من هو متصف
بالزنا أو بالشرك، فانه لا يفعل ذلك إلا زان أو مشرك.
“Makna dari ‘mengawini’ adalah mengadakan akad.
Yang demikian itu diharamkan, yaitu diharamkan atas orang-orang beriman
menikahi orang-orang yang disifati sebagai pezina atau musyrik, karena tidak
ada yang menikahi mereka kecuali pezina dan musyrik juga.” (Syaikh Sayyid
Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz. 2, Hal. 93. Al Maktabah Asy Syamilah)
- As Sunnah
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ
أَنَّ مَرْثَدَ بْنَ أَبِي مَرْثَدٍ الْغَنَوِيَّ كَانَ
يَحْمِلُ الْأَسَارَى بِمَكَّةَ وَكَانَ بِمَكَّةَ بَغِيٌّ يُقَالُ لَهَا عَنَاقُ وَكَانَتْ
صَدِيقَتَهُ قَالَ جِئْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْكِحُ عَنَاقَ قَالَ فَسَكَتَ عَنِّي فَنَزَلَتْ
{ وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ
مُشْرِكٌ }
فَدَعَانِي فَقَرَأَهَا عَلَيَّ وَقَالَ لَا تَنْكِحْهَا
Dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa Martsad
bin Abi martsad al Ghanawi dahulu dia membawa keluarganya ke Mekkah, di Mekkah
ada seorang pelacur bernama ‘Anaq, dia adalah teman dari Martsad. Dia (Martsad)
berkata: Aku datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu aku
berkata: “Wahai Rasulullah, bolehkah aku
nikah dengan ‘Anaq?”, dia berkata: Rasulullah mendiamkan saya, maka turunlah ayat
“Wanita pezina tidaklah menikah kecuali dengan laki-laki pezina atau musyrik.”
Lalu Rasulullah memanggil saya dan membacakan kepada saya, lalu
bersabda: “Jangan kau menikahinya!” (HR. Abu Daud, Juz. 5, hal. 433,
No.1755. An Nasa’i, Juz.10, hal. 328, No. 3176. Syaikh al Albany berkata: Hasan
Shahih, lihat Shahih wa Dhaif SunanAbi Daud, Juz. 5, hal. 51. Al Maktabah Asy
Syamilah)
Hadits ini tegas melarang pria baik-baik menikahi wanita pezina
(pelacur). Dalam Aunul Ma’bud disebutkan:
فِيهِ دَلِيل عَلَى أَنَّهُ لَا يَحِلّ لِلرَّجُلِ أَنْ يَتَزَوَّج بِمَنْ
ظَهَرَ مِنْهَا الزِّنَا
“Di dalamnya terdapat dalil, bahwa tidak halal bagi pria menikahi
wanita yang terang-terangan darinya perzinahan (pelacur).” (Aunul ma’bud,
Juz. 4, hal. 437, hadits no. 1755. Al Maktabah Asy Syamilah)
Hadits lainnya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَا يَنْكِحُ الزَّانِي الْمَجْلُودُ إِلَّا مِثْلَهُ
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda: Pezina laki-laki yang didera, tidaklah menikah kecuali dengan yang
semisalnya.” (HR. Abu Daud, Juz.5, Hal. 434, No.1756. Ahmad, Juz.16,
Hal.491, No.7949. Syaikh al Albany menshahihkan dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi
Daud, Juz.5, Hal. 52. Al Maktabah Asy Syamilah)
Dalam Fiqhus Sunnah disebutkan:
قال الشوكاني: هذا الوصف خرج مخرج الغالب باعتبار من
ظهر منه الزنا.
وفيه دليل على أنه لا يحل للرجل أن يتزوج بمن ظهر منها
الزنا.
وكذلك لا يحل للمرأة أن تتزوج بمن ظهر منه الزنا.
Berkata Asy Syaukani: Ini adalah sifat yang telah nampak dari kebiasaan, yaitu orang
yang memang terbiasa berbuat zina. Dan di dalamnya terdapat dalil bahwa tidak
halal bagi laki-laki menikahi wanita yang biasa melakukan zina, demikian pula
tidak dihalalkan bagi wanita menikahi laki-laki yang terbiasa berzina. (Fiqhus Sunnah, Juz. 2, hal. 94.
Al Maktabah Asy Syamilah)
Berkata penulis Aunul Ma’bud:
قَالَ الْعَلَّامَة مُحَمَّد بْن إِسْمَاعِيل الْأَمِير فِي سُبُل السَّلَام
: فِي الْحَدِيث دَلِيل عَلَى أَنَّهُ يَحْرُم عَلَى الْمَرْأَة أَنْ تُزَوَّج بِمَنْ
ظَهَرَ زِنَاهُ ، وَلَعَلَّ الْوَصْف بِالْمَجْلُودِ بِنَاء عَلَى الْأَغْلَب فِي حَقّ
مَنْ ظَهَرَ مِنْهُ الزِّنَا . وَكَذَلِكَ الرَّجُل يَحْرُم عَلَيْهِ أَنْ يَتَزَوَّج
بِالزَّانِيَةِ الَّتِي ظَهَرَ زِنَاؤُهَا
Berkata Al ‘Allamah Muhammad bin Ismail al Amir
dalam Subulus Salam: “Di dalam hadits terdapat dalil bahwa haram bagi wanita
menikah dengan laki-laki yang telah nampak perzinahannya, dan penyifatannya
dengan mendapatkan dera, dikarenakan zina telah menjadi hal yang dominant
(kebiasaan) baginya secara nyata. Demikian pula bagi laki-laki diharamkan
baginya menikahi wanita yang telah nampak perzinahannya.” (Aunul Ma’bud,
Juz.4, Hal. 438, No hadits. 1756. Al Maktabah Asy Syamilah)
Dari uaraian ini, maka jelaslah haramnya orang
baik-baik, mu’min, shalih, menikahi orang yang terbiasa zina (pelacur).
B, Hukum Pernikahan Dua Orang yang Berzina, tetapi mereka
bukan pelacur atau laki-laki hidung belang.
Ini yang
paling banyak terjadi, mereka berzina karena rayuan syetan, dan tidak mampu
menjaga diri, akibat pergaulan bebas (baca: pacaran). Namun, mereka bukanlah
pezina dalam artian orang yang menjadikan zina adalah kebiasaan seperti
pelacur, germo, atau laki-laki hidung belang. Apakah mereka berdua boleh
dinikahkan?
Berkata
Imam Asy Syaukani:
وقد اختلف في جواز تزوّج الرجل بامرأة قد زنى هو بها
، فقال الشافعي ، وأبو حنيفة : بجواز ذلك . وروي عن ابن عباس ، وروي عن عمر ، وابن
مسعود ، وجابر : أنه لا يجوز . قال ابن مسعود : إذا زنى الرجل بالمرأة ثم نكحها بعد
ذلك فهما زانيان أبداً ، وبه قال مالك
“Telah terjadi perbedaan pendapat
tentang kebolehan seorang laki-laki menikah dengan wanita yang pernah berzina
dengannya. Imam Asy Syafi’i dan Imam Abu Hanifah berbendapat: boleh.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, dan Jabir mereka berpendapat: tidak
boleh. Berkata Ibnu Mas’ud: Jika laki-laki berzina denga wanita, lalu dia
menikahinya setelah itu, maka mereka berdua adalah pezina selamanya!, ini juga
pendapat Imam Malik.” (Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, Juz. 5, Hal.
184-185. Al Maktabah Asy Syamilah)
Imam
Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qayyim, dan Imam Ibnu Hazm, juga menguatkan pendapat
yang mengharamkan.
Sebenarnya
golongan yang mengharamkan, pada akhirnya membolehkan juga, dengan syarat
pelakunya sudah bertaubat.
Imam
Ahmad membolehkan dengan syarat dia bertaubat, dan masa iddahnya selesai. Abu
Hanifah dan Asy Syafi’i berpendapat boleh mengawininya tanpa menunggu masa
iddah. Bahkan Imam Asy Syafi’i membolehkan mengawini wanita zina sekalipun
sedang hamil, sebab hamil semacam itu (karena pelakunya adalah laki-laki yang
akan menikahinya, pen) bukan alas an haramnya kawin. (Fiqhus Sunnah, Juz. 2,
hal. 97-98)
C. Wanita yang
berzina, lalu Dia menikah dan si Laki-Laki bukanlah pelakunya.
Ini
berbeda dengan kasus di atas, ini yang menikahi wanita tersebut bukanlah
laki-laki yang pernah berzina dengannya tetapi, laki-laki lain. Bolehkah
pernikahan mereka berdua?
Berkata Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah: “Nikahnya orang zina itu haram hingga ia bertaubat, baik dengan
pasangan zinaya atau dengan orang lain. Inilah yang benar tanpa diragukan lagi.
Demikianlah pendapat segolongan ulama salaf dan khalaf, di antara mereka yakni
Ahmad bin hambal dan lainnya.
Tetapi kebanyakan ulama salaf dan
khalaf membolehkannya, yaitu pendapat Imam Yang tiga, hanya saja Imam Malik
mensyaratkan rahimnya bersih (kosong/tidak hamil)
Abu Hanifah membolehkan akad sebelum bersih (istibra’) apabila
ternyata dia hamil, tetapi jika dia hamil tidak boleh menyetubuhinya sampai dia
melahirkan.
Asy Syafi’i membolehkan akad secara mutlak akad dan mencampurinya,
karena air sperma zina itu tidak terhormat, dan hukumnya tidak bisa dihubungkan
nasabnya, inilah alas an Imam Asy Syafi’i..
Abu Hanifah memberikan rincian antara hamil dan tidak hamil, karena
wanita hamil apabila dicampuri, akan menyebabkan terhubungnya anak yang bukan
anaknya, sama sekali berbeda dengan yang tidak hamil.”
D. Nikahnya
Wanita Hamil
Harus
dirinci sebagai berikut:
1.
Hamil karena suaminya sendiri,
tetapi suaminya meninggal, dia jadi janda. Bolehkah menikah dan dia masih
hamil?
Sepakat kaum muslimin seluruhnya, wanita hamil hanya baru boleh
nikah setelah masa iddahnya selesai, yaitu kelahiran bayinya.
2.
Gadis Hamil karena berzina,
bolehkah dia menikah?
Jika yang menikahinya adalah laki-laki yang menghamilinya, maka
menurut Imam Asy Syafi’i adalah boleh. Abu Hanifah membolehkan tetapi tidak
boleh menyetubuhinya sampai ia melahirkan.
Imam Ahmad mengharamkannya. Imam begitu pula Imam Malik, Imam Ibnu
Tamiyah …
Jika yang menikahinya adalah laki-laki lain, maka menurut Ibnu
taimiyah juga tidak boleh kecuali ia bertaubat, yang lain mengatakan boleh,
selama ia bertobat dan Iddahnya selesai (yakni sampai melahirkan), inilah
pendapat Imam Ahmad.
Ini dulu yaa
No comments:
Post a Comment