Mukadimah
Miris melihat respon umat Islam terhadap malam
pergantian tahun beberapa hari yang lalu. Mereka begitu gegap gempita larut
dalam histeria yang tidak jelas apa maksud dan tujuannya. Mereka sudah
merencanakan berbagai acara jauh sebelum datangnya malam tahun baru. Di jalan-jalan, mal, terminal, taman kota,
dan pusat rekreasi, mereka berkumpul, bernyanyi, menari, ikhtilat laki-laki dan
perempuan, anak-anak, muda, tua, lalu meniup trompet sepuasnya. Semuanya serba
tidak jelas. Tidak ada nilai apa pun di dalamnya kecuali hura-hura, tidak ada
makna apa pun di dalamnya kecuali kesia-siaan. Setelah itu mereka pulang ke
rumah masing-masing, lelah, lalu meninggalkan shalat subuh karena bangun kesiangan. Lebih parah lagi, dan ini bukan mustahil,
bisa jadi ada yang menyambutnya dengan pesta minuman keras, narkoba, dan seks.
Inilah dia zaman ghurbah
(keterasingan) Islam. Umat ini lebih dekat dengan budaya yang bukan berasal
dari agamanya. Bukan lahir dari rahim sejarah pahlawannya. Bukan pula tercatat dalam kitab suci dan petunjuk rasulNya.
Mereka mengikutinya tanpa saringan sedikit pun, bahkan lebih dari itu,
mereka bangga dengannya, merasa modern,
dan mengikuti zaman. Padahal bagi seorang mu’min, tidak ada hari istimewa
kecuali yang diistimewakan Allah dan RasulNya. Tidak ada hari agung kecuali
yang memang diagungkan oleh syariat yang mulia. Tidak ada hari spesial kecuali
yang di dalamnya diisi dengan amal-amal kebajikan. Ada pun tahun baru, dia bukan
apa-apa. Tidak ada nash, tidak pula pandangan ulama, yang menyebutnya sebagai
hari istimewa. Begitu pula Valentine, Thanksgiving, April Mop, Hellowen,
dan semisalnya, yang merupakan budaya kaum kuffar.
Allah Ta’ala
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوَاْ إِن
تُطِيعُواْ فَرِيقًا مِّنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ يَرُدُّوكُم بَعْدَ
إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti
sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan
mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.” (QS. Ali ‘Imran (3): 100)
Dari Abu Said Al
Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا
بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ
قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
“Kalian akan
benar-benar mengikuti orang-orang sebelum masa kalian, sejengkal demi
sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai mereka melewati lubang dhabb
(biawak gurun, pen) kalian pun akan mengikutinya.” Kami berkata: “Wahai
Rasulullah, apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani?” Beliau bersabda: “Siapa
lagi?” (HR. Bukhari No. 3456, 7320, Muslim No. 2669, Ibnu Hibban No. 6703,
Al Bazzar No. 8411, Al Hakim No. 106, Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir
No. 5943, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf No. 38531, dari Abu
Hurairah, Ibnu ‘Asakir dalam Al Mu’jam No. 675)
Di sisi lain, Islam
telah memiliki banyak hari istimewa bagi umatnya yang seharusnya membuat mereka
bahagia dan bangga, yang selayaknya mereka nantikan kedatangannya karena di
dalamnya memiliki banyak keutamaan yang tidak dimiliki hari-hari lainnya.
Semoga Allah Ta’ala memberikan petunjuk kepada kita semua ...........
Berikut ini adalah
hari-hari istimewa yang ada dalam Islam, dan cukuplah kita dengan hari-hari
istimewa milik kita sendiri.
- Hari Senin dan Kamis
Apa saja keistimewaannya?
-
Hari
diperiksanya amal manusia
Dari Abu Hurairah Radhilallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
تُعْرَضُ أَعْمَالُ النَّاسِ
فِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّتَيْنِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ
Diperiksa amal-amal manusia pada setiap Jumat
(baca: setiap pekan) sebanyak dua kali; hari senin dan hari kamis. (HR. Muslim No. 2565)
-
Hari
dianjurkannya puasa
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu,
katanya: bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
تُعْرَضُ الْأَعْمَالُ يَوْمَ
الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Amal-amal manusia diperiksa setiap hari Senin dan
Kamis, maka saya suka ketika amal saya diperiksa saat saya sedang berpuasa. (HR. At Tirmidzi No. 747, katanya: hasan
gharib. Syaikh Al Albani mengatakan: shahih. Lihat Shahih wa
Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 747)
-
Hari
dibukanya pintu-pintu surga dan diampunkannya hamba
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
تُفْتَحُ أَبْوَابُ
الْجَنَّةِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ
لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ
شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ
حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا
“Pintu-pintu Surga dibuka pada hari Senin dan
Kamis, maka saat itu akan diampuni semua
hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kecuali seseorang
yang antara dirinya dan saudaranya terjadi permusuhan. Lalu dikatakan:
‘Tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai,
tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai,
tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai.” (HR.
Muslim No. 2565, Al Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 411, Al Baihaqi
dalam Syu’abul Iman No. 6626)
-
Senin
adalah hari lahir , hari wafat, dan hari diutusnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam dan menerima wahyu pertama
Dari Abu Qatadah Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu,
katanya:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ قَالَ
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ
Nabi ditanya tentang hari senin. Beliau menjawab:
“Itu adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus menjadi rasul, atau diturunkan
kepadaku (wahyu).” (HR. Muslim No. 1162)
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa dia
ditanya:
أَيِّ يَوْمٍ تُوُفِّيَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ
Hari apakah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
wafat? Beliau menjawab: “Hari senin.” (HR. Bukhari No. 1387)
-
Kamis
adalah hari yang nabi sukai untuk bepergian
Dari Ka’ab bin Malik Radhiallahu ‘Anhu:
ان رسول الله صلى الله عليه و
سلم كان إذا أراد أن يسافر لم يسافر الا يوم الخميس
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
jika hendak safar, Beliau tidak bersafar melainkan pada hari kamis. (HR. Ahmad No. 27178. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
mengatakan: shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 27178)
-
Kamis adalah hari disebarkannya Ad Dawwab (hewan)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَبَثَّ فِيهَا الدَّوَابَّ يَوْمَ
الْخَمِيسِ
Allah membanyakkan Ad Dawwab di
bumi pada hari Kamis.(HR. Muslim No. 2789)
- Hari Jumat
Apa saja keistimewaannya?
-
Dijelaskan dalam riwayat berikut lima
keutamaannya:
عَنْ أَبِي لُبَابَةَ بْنِ
عَبْدِ الْمُنْذِرِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ سَيِّدُ الْأَيَّامِ وَأَعْظَمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَهُوَ
أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ يَوْمِ الْأَضْحَى وَيَوْمِ الْفِطْرِ فِيهِ خَمْسُ
خِلَالٍ خَلَقَ اللَّهُ فِيهِ آدَمَ وَأَهْبَطَ اللَّهُ فِيهِ آدَمَ إِلَى
الْأَرْضِ وَفِيهِ تَوَفَّى اللَّهُ آدَمَ وَفِيهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ اللَّهَ
فِيهَا الْعَبْدُ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ حَرَامًا وَفِيهِ
تَقُومُ السَّاعَةُ مَا مِنْ مَلَكٍ مُقَرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا
رِيَاحٍ وَلَا جِبَالٍ وَلَا بَحْرٍ إِلَّا وَهُنَّ يُشْفِقْنَ مِنْ يَوْمِ
الْجُمُعَةِ
Dari Abu Lubabah bin Abdil Mundzir, dia berkata:
Bersabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya hari Jumat
adalah Sayyidul Ayyam (pimpinan hari-hari), keagungannya ada pada sisi
Allah, dan dia lebih agung di sisi Allah dibanding hari Idul Adha dan Idul
Fitri. Padanya ada lima hal istimewa: pada hari itu Allah menciptakan Adam,
pada hari itu Allah menurunkan Adam ke bumi, pada hari itu Allah mewafatkan
Adam, pada hari itu ada waktu yang tidaklah seorang hamba berdoa kepada Allah
melainkan akan dikabulkan selama tidak meminta yang haram, dan pada hari
itu terjadinya kimat. Tidaklah malaikat muqarrabin, langit,
bumi, angin, gunung, dan lautan, melainkan mereka ketakutan pada hari Jumat.”
(HR. Ibnu Majah No. 1083. Ahmad No. 15547, Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al
Kabir No. 4511, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 2973, Ibnu Abi
Syaibah dalam Al Mushannaf No. 817, Al Bazzar No. 3738. Dihasankan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 2279)
-
Dianjurkan
membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat:
عن ابي سعيد الخدري ان النبي
صلى الله عليه وسلم قال مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ
أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
Dari Abu Said Al Khudri bahwa Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi
pada hari Jumat, maka dia akan disinari oleh cahaya sejauh di antara dua
Jumat.” (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No.
5792, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 3392, katanya: shahih. Dishahihkan
pula oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 6470)
-
Dibebaskan
dari fitnah kubur bagi yang wafat pada malam Jumat dan hari Jumat
Dari Abdullah bin Amr, bahwa Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ
لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
Tidaklah seorang muslim yang wafat pada hari Jumat
atau malam Jumat, melainkan Allah akan melindunginya dari fitnah kubur. (HR. At Tirmidzi No. 1073, Ahmad No. 6582, Ath
Thahawi dalam Syarh Musykilul Aatsar No. 277)
Syaikh Al Albani Rahimahullah berkata
tentang hadits ini: “Dikeluarkan oleh Ahmad (6582-6646) melalui dua jalan dari
Abdullah bin Amr, dan oleh At Tirmidzi melalui salah satu dari dua jalur, dan
hadits ini memiliki syawahid (beberapa penguat) dari jalur Anas, Jabir
bin Abdullah, dan selain keduanya. Maka, hadits ini dengan kumpulan semua
jalurnya adalah hasan atau shahih.” (Lihat Ahkamul Jazaiz,
Hal. 35)
Selain disebutnya Senin, Kamis, dan Jumat, disebutkan
pula oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bahwa semua hari yang tujuh
memiliki peristiwanya sendiri.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu,
katanya:
أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِي فَقَالَ خَلَقَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
التُّرْبَةَ يَوْمَ السَّبْتِ وَخَلَقَ فِيهَا الْجِبَالَ يَوْمَ الْأَحَدِ
وَخَلَقَ الشَّجَرَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَخَلَقَ الْمَكْرُوهَ يَوْمَ
الثُّلَاثَاءِ وَخَلَقَ النُّورَ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ وَبَثَّ فِيهَا
الدَّوَابَّ يَوْمَ الْخَمِيسِ وَخَلَقَ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَام بَعْدَ
الْعَصْرِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فِي آخِرِ الْخَلْقِ فِي آخِرِ سَاعَةٍ مِنْ
سَاعَاتِ الْجُمُعَةِ فِيمَا بَيْنَ الْعَصْرِ إِلَى اللَّيْلِ
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
memegang tangku lalu bersabda: "Allah 'Azza wa Jalla menciptakan
tanah pada hari Sabtu, dan menciptakan padanya gunung-gunung pada hari Ahad,
menciptakan pepohonan pada hari Senin, menciptakan sesuatu yang dibenci pada
hari Selasa, menciptakan cahaya pada hari Rabu, menyebarkan hewan melata pada
hari Kamis, menciptakan Adam 'Alaihissalam setelah Ashar pada hari
Jumat, di akhir penciptaan pada akhir waktu-waktu Jumat antara Ashar menuju
malam. (HR. Muslim No. 2789)
- Hari ‘Asyura (9 dan 10 Muharram)
Berikut ini keistimewaannya:
-
Hari diselamatkannya Nabi Musa ‘Alaihissalam dan
Bani Israel dari kejaran Fir’aun dan tentaranya
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
قدم النبي صلى الله عليه وسلم المدينة فرأى اليهود تصوم عاشوراء.
فقال:
" ما هذا؟ " قالوا: يوم صالح، نجى الله فيه موسى وبني السرائيل من عدوهم،
فصامه موسى فقال صلى الله عليه وسلم: " أنا أحق بموسى منكم " فصامه، وأمر
بصيامه
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai di Madinah, beliau
melihat orang-orang Yahudi berpuasa ‘Asyura. Beliau bertanya: “Apa ini?” mereka
menjawab: “Ini hari baik, Allah telah menyelamatkan pada hari ini Musa dan Bani
Israel dari musuh mereka, maka Musa pun berpuasa.” Maka, Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Saya lebih berhak terhadap Musa dibanding
kalian.” Maka, beliau pun beruasa dan memerintahkan untuk berpuasa (‘Asyura).”
(HR. Muttafaq ‘Alaih)
-
Hari
dianjurkannya berpuasa
Dari Abu Qatadah,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَصَوْمُ يَوْمِ
عَاشُورَاءَ إِنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي
قَبْلَهُ
“Dan
berpuasa ‘Asyura, sesungguhnya saya menduga atas Allah bahwa dihapuskannya dosa
setahun sebelumnya.” (HR. Abu Daud No.
2425, Ibnu Majah No. 1738. Syaikh Al Albani mengatakan shahih dalam Al Irwa,
4/111, katanya: diriwayatkan oleh Jamaah kecuali Al Bukhari dan At Tirmidzi.
Shahihul Jami’ No. 3806)
Berkata
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah –setelah merangkum semua dalil yang
ada tentang puasa ‘Asyura:
وعلى هذا
فصيام عاشوراء على ثلاث مراتب : أدناها أن يصام وحده ، وفوقه أن يصام التاسع معه ،
وفوقه أن يصام التاسع والحادي عشر والله أعلم .
“Oleh
karena itu, puasa ‘Asyura terdiri atas tiga tingkatan: 1. Paling rendah yakni
berpuasa sehari saja (tanggal 10). 2. Puasa hari ke-9 dan ke-10. 3. Paling tinggi puasa hari ke-9, 10, dan ke-11. Wallahu
A’lam” (Fathul Bari, 6/280. Lihat juga Fiqhus
Sunnah, 1/450)
- Ayyamul Bidh (tanggal 13,14,15 tiap bulan Hijriyah)
Ayyamul bidh artinya hari-hari yang putih terang, karena saat itu hari diwaktu bulan
sedang purnama. Ini juga hari-hari
istimewa dalam Islam.
-
Saat itu dianjurkan bagi kita untuk
berpuasa
Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata:
أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ
شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ
Kekasihku (Nabi) Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berwasiat kepadaku tiga hal: berpuasa tiga hari setiap bulan, shalat dua rakaat
ketika dhuha, dan shalat witir sebelum tidur. (HR. Bukhari No. 1981, Muslim
No. 721. Lafaz ini adalah milik Bukhari)
Kapankah tiga hari itu? Dari Abu Dzar Al Ghifari Radhiallahu
‘Anhu, katanya:
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنْ نَصُومَ مِنْ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ الْبِيضَ ثَلَاثَ
عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
memerintahkan kami untuk berpuasa dalam satu bulannya sebanyak tiga hari, ayyamul
bidh: tanggal 13, 14, dan 15. (HR. An Nasa’i No. 2422, 2423, lihat juga
dalam As Sunan Al Kubranya An Nasa’i No. 2730, Al Baihaqi dalam
Syu’abul Iman No. 3848, Ibnu Hibban No. 943, lihat Mawarid Azh Zham’an.
Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No.673 )
-
Nilai
puasanya sama seperti puasa Ad Dahr (sepanjang tahun)
Dari Jarir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu,
dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau bersabda:
صِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ
شَهْرٍ صِيَامُ الدَّهْرِ وَأَيَّامُ الْبِيضِ صَبِيحَةَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ
وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
Berpuasa tiga hari setiap bulannya, adalah puasa
sepanjang tahun, dan hari ayyamul bidh yang terang benderang itu adalah pada
hari 13, 14, dan 15. (HR. An
Nasa’i No. 2420. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam At Ta’liq Ar Raghib,
2/84)
- Hari Idul Fitri ( 1 Syawwal) dan Idul Adha
(10 Dzulhijah)
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda ketika hari Id:
إِنَّ لِكُلِّ
قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا
“Sesungguhnya
setiap kaum memiliki hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita.” (HR. Bukhari No. 952, Muslim No. 892)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, beliau berkata:
كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ
فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ
قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا
خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
“Dahulu orang jahiliyah memiliki
dua hari untuk mereka bermain-main pada tiap tahunnya.” Ketika Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang ke Madinah, dia bersabda: “Dahulu
Kalian memiliki dua hari yang kalian bisa bermain-main saat itu. Allah telah
menggantikan keduanya dengan yang lebih baik dari keduanya, yakni hari Fithri dan hari Adha.” (HR. An Nasa’i No. 1556, lihat juga As Sunan Al
Kubra No. 1755)
Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan hadits ini sanadnya shahih. (Fathul Bari, 3/371). Syaikh Al
Albani juga menshahihkannya. ( Ash Shahihah No.2021)
Dua hari raya inilah hari bagi umat Islam untuk
bersenang-senang dan bermain, sebagaimana yang nabi alternatifkan dalam hadits
Anas bin Malik di atas.
- Enam hari di Bulan Syawwal
Pada enam hari di bulan Syawwal kita dianjurkan
untuk berpuasa setelah kita menunaikan puasa Ramadhan. Keutamaannya adalah
senilai dengan puasa setahun penuh.
Dari Abu Ayyub Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu,
bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian
menyusulnya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka seakan dia berpuasa
setahun penuh.” (HR. Muslim No. 1164, At Tirmidzi No. 759, Abu Daud No. 2433, Ibnu Majah No. 1716, An Nasa’i
dalam As Sunan Al Kubra No. 2866, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No.
8214, dan As Sunan As Shaghir No. 1119, Ath Thabarani dalam Al Mu’jam
Al Kabir No. 3908, 3909, 3914, 3915, Abdu bin Humaid dalam Musnadnya
No. 228, Abu Ja’far Ath Thahawi dalam Musykilul Aatsar No. 1945, Al
Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 1780)
Kapankah enam hari Syawwal itu? Imam At Tirmidzi
Rahimahullah menceritakan:
وَاخْتَارَ ابْنُ الْمُبَارَكِ أَنْ
تَكُونَ سِتَّةَ أَيَّامٍ فِي أَوَّلِ الشَّهْرِ وَقَدْ رُوِيَ عَنْ ابْنِ
الْمُبَارَكِ أَنَّهُ قَالَ إِنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ
مُتَفَرِّقًا فَهُوَ جَائِزٌ
Imam Ibnul Mubarak
memilih berpuasa enam hari itu di awal bulan. Diriwayatkan dari Ibnul Mubarak
bahwa dia berkata: “Berpuasa enam hari bulan Syawal secara terpisah-pisah boleh
saja.” (Lihat Sunan At Tirmidzi komentar hadits No. 759)
Syaikh Sayyid Sabiq -Rahimahullah
rahmatan waasi’ah- berkata:
وعند أحمد: أنها
تؤدى متتابعة وغير متتابعه، ولا فضل لاحدهما على الاخر. وعند الحنفية، والشافعية،
الافضل صومها متتابعة، عقب العيد.
Menurut Imam Ahmad:
bahwa itu bisa dilakukan secara berturut-turut dan tidak berturut-turut, dan
tidak ada keutamaan yang satu atas yang lainnya. Menurut Hanafiyah dan
Syafi’iyah adalah lebih utama secara berturut-turut, setelah hari raya. (Fiqhus
Sunnah, 1/450)
Syaikh ‘Athiyah Shaqr Rahimahullah
mengatakan:
وهذا الفضل لمن
يصومها فى شوال ، سواء أكان الصيام فى أوله أم فى وسطه أم فى آخره ، وسواء أكانت
الأيام متصلة أم متفرقة ، وإن كان الأفضل أن تكون من أول الشهر وأن تكون متصلة .
وهى تفوت بفوات شوال .
Keutamaan ini adalah
bagi yang berpuasanya di bulan Syawal, sama saja apakah diawalnya, di tengah,
atau di akhirnya, dan sama pula apakah dengan hari yang berturut atau
dipisah-pisah. Hanya saja lebih utama di awal bulan dan secara bersambung.
Anjurannya berakhir jika sudah
selesai bulan Syawal. (Fatawa Darul Ifta Al Mishriyah,
9/261)
- Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah
Disebutkan dalam Al Quran:
وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2)
Demi fajar,
dan malam yang sepuluh.
(QS. Al Fajr (89): 1-2)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah
menjelaskan maknanya:
والليالي العشر: المراد بها عشر ذي
الحجة. كما قاله ابن عباس، وابن الزبير، ومجاهد، وغير واحد من السلف والخلف.
(Dan demi malam yang sepuluh): maksudnya
adalah sepuluh hari pada Dzulhijjah. Sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas, Ibnu Az
Zubeir, Mujahid, dan lebih dari satu kalangan salaf dan khalaf. (Tafsir
Al Quran Al ‘Azhim, 8/390. Dar Ath Thayyibah)
Ada juga yang mengatakan maksudnya adalah sepuluh
hari awal Muharram, ada juga ulama yang memaknai sepuluh hari awal Ramadhan.
Namun yang benar adalah pendapat yang pertama. (Ibid) yakni sepuluh awal bulan Dzulhijjah.
Keutamaannya pun juga disebutkan dalam As Sunnah,
bahwa ibadah saat itu senilai dengan mati syahid. Dari Ibnu Abbas Radhiallahu
‘Anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ
مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلَا الْجِهَادُ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ إِلَّا
رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ
“Tidak ada amal yang lebih afdhal dibanding amal pada hari-hari
ini.” Mereka bertanya: “Tidak juga jihad?” Beliau menjawab: “Tidak pula oleh
jihad, kecuali seseorang yang keluar untuk mengorbankan jiwa dan hartanya, lalu
dia tidak kembali dengan sesuatu apa pun (mati syahid).” (HR. Bukhari No.
969)
Imam Ibnu Katsir mengatakan maksud dari “pada
hari-hari ini” adalah sepuluh hari Dzulhijjah. (Tafsir Al Quran Al
‘Azhim, 8/390. Lihat Syaikh Sayyid Ath Thanthawi, Al Wasith, 1/4497.
Mawqi’ At Tafasir)
- Hari ‘Arafah (9 Dzulhijah), Hari
penyembelihan qurban – Idul Adha (10 Dzulhijah), dan hari-hari taysrik
(11,12,13 Dzulhijah)
Hari-hari ini dengan tegas oleh Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam disebut sebagai ‘iduna (hari raya kita).
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiallahu
‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يَوْمُ عَرَفَةَ وَيَوْمُ النَّحْرِ وَأَيَّامُ
التَّشْرِيقِ عِيدُنَا أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَهِيَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
Hari ‘Arafah, hari penyembelihan
qurban, hari-hari tasyriq, adalah hari raya kita para pemeluk islam, itu adalah
hari-hari makan dan minum. (HR. At Tirmidzi No. 773, katanya: hasan
shahih, Ad Darimi No. 1764, Syaikh Husein Salim Asad mengatakan:
isnaduhu shahih. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1586, katanya:
“Shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, tetapi mereka tidak meriwayatkannya.”)
- Tanggal 17 Ramadhan
Pada tanggal ini ada dua peristiwa istimewa yang
terjadi sebagaimana disebutkan dalam Al Quran, yakni perang Badar (disebut
dengan yaumul furqaan dan yaumut taqal jam’an – hari bertemunya
dua pasukan) dan turunnya Al Quran, disebut dengan wa maa anzalnaa ‘ala
‘abdinaa (dan apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami)
Allah Ta’ala berfirman
و اعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ
فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ
وَابْنِ السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ آَمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى
عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu
peroleh sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah,
rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika
kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad) di hari Furqaan, Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Anfal (8): 41)
Imam Ibnu Jarir Rahimahullah
meriwayatkan demikian:
قال الحسن بن علي بن أبي طالب رضي الله عنه: كانت ليلة "الفرقان يوم
التقى الجمعان"، لسبع عشرة من شهر رمضان.
“Berkata Al Hasan bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu: Adalah ‘malam
Al Furqan hari di mana bertemuanya dua pasukan’ terjadi pada 17 Ramadhan.” (Jami’
Al Bayan, 13/562. Muasasah Ar Risalah)
- Lailatul Qadar
Malam ini terjadi pada sepuluh malam terakhir,
kemungkinannya pada malam-malam ganjil sebagaimana telah diketahui
bersama. Keistimewaan malam ini
diterangkan dalam Al Quran:
{ إِنَّا أَنزلْنَاهُ فِي
لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ
خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنزلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ
مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5) }
“ Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al
Quran) pada malam kemuliaan. dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? malam
kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur
segala urusan. malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS.
Al Qadr (97): 1-5)
Ada banyak keutamaan Lailatul Qadar,
di sini kami sebutkan dua saja:
Pertama, malam turunnya Al Quran. Lalu bagaimana dengan 17 Ramadhan? Bukankah juga
waktu diturunkannya Al Quran? Dan bukankah keduanya merupakan waktu yang
berbeda?
Maka untuk mentaufiq (kompromi) antara dua
keterangan ini (Lailatul Qadar dan 17 Ramadhan), sebagian ulama mengatakan Al Quran diturunkan dua kali
tahap. Tahap pertama diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke Baitul Izzah di langit dunia pada Lailatul Qadar
secara langsung, tahap selanjutnya,
diturunkan dari langit dunia ke kehidupan manusia secara bertahap selama
hampir 23 tahun, yang diawali pada 17 Ramadhan di Gua Hira. Inilah pendapat Ibnu Abbas.
Dengan demikian antara dua ayat ini tidak ada pertentangan sama sekali,
justru saling mendukung. Inilah pendapat yang benar.
Berkata
Imam Ibnu Jarir tentang surat Al Qadar ayat 1:
إنا أنزلنا
هذا القرآن جملة واحدة إلى السماء الدنيا في ليلة القَدْر
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al Quran ini secara satu kesatuan
menuju langit dunia pada Lailatul Qadar.”
Beliau mengutip dari Ibnu Abbas
Radhiallahu ‘Anhuma:
نزل القرآن كله مرة واحدة في ليلة القدر في رمضان إلى السماء الدنيا،
فكان الله إذا أراد أن يحدث في الأرض شيئًا أنزله منه حتى جمعه.
“Seluruh Al Quran diturunkan
sekali turun pada Lailatul Qadar
pada bulan Ramadhan menuju langit dunia, jika Allah hendak ‘berbicara’ sesuatu
di bumi Dia menurunkannya sampai semuanya (lengkap).”
Beliau juga mengatakan;
نزل القرآن في ليلة من السماء العليا إلى السماء الدنيا جملة واحدة، ثم
فُرِّق في السنين، وتلا ابن عباس هذه الآية:( فَلا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ
) قال: نزل متفرّقا.
“Allah menurunkan Al Quran pada malam (Al Qadar) dari langit paling
tinggi menuju langit dunia dalam satu kesatuan, lalu membaginya dalam waktu
bertahun-tahun.” Lalu, Ibnu Abbas membaca ayat: “Maka aku bersumpah dengan masa turunnya
bagian-bagian Al-Quran.” Artinya: Al Quran turun secara terbagi-bagi.
Asy Sya’bi Rahiallahu ‘Anhu mengatakan:
نزل أول
القرآن في ليلة القدر.
“Allah menurunkan Al Quran pertama kali pada Lailatul Qadar.”
Dari Asy Sya’bi juga:
بلغنا أن
القرآن نزل جملة واحدة إلى السماء الدنيا
“Telah
sampai kepada kami bahwa Al Quran diturunkan dalam satu kesatuan ke langit
dunia." (lihat semua dalam
Jami’ Al Bayan,
24/531-532)
Kedua, nilai Lailatul Qadar lebih
baik dari seribu bulan.
Imam Mujahid Rahimahullah berkata
tentang ayat tersebut:
عملها
وصيامها وقيامها خير من ألف شهر.
“Amal pada malam itu, puasanya, dan qiyamul lailnya, lebih baik (nilainya)
dari seribu bulan.”
Imam Mujahid juga
menjelaskan:
كان في بني
إسرائيل رجل يقوم الليل حتى يصبح، ثم يجاهد العدوّ بالنهار حتى يُمْسِيَ، ففعل ذلك
ألف شهر، فأنزل الله هذه الآية:( لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ )
قيام تلك الليلة خير من عمل ذلك الرجل.
“Dahulu pada Bani Israil ada seorang laki-laki yang
shalat malam hingga pagi hari, kemudian dia pergi jihad melawan musuh pada
siang harinya hingga sore, dan dia melakukan itu hingga seribu tahun. Maka
Allah Ta’ala menurunkan ayat ini: (Lailatul Qadar lebih baik daripada seribu
bulan) , qiyamul lail pada malam itu lebih baik dibanding amal laki-laki
tersebut.” (Ibid)
Sementara Amru bin Qais Al Mala’i Rahimahullah berkata:
عملٌ
فيها خير من عمل ألف شهر.
“Amal pada malam itu (nilainya) lebih baik dari amal
seribu bulan.” (Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari, Jami’ul Bayan Fi
Ta’wilil Quran, 24/ 533)
Demikian. Sebenarnya masih banyak waktu-waktu
istimewa dalam Islam yang belum kami bahas seperti peristiwa Isra Mi'raj dan
hari kelahiran Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Insya Allah jika ada
kesempatan akan kami bahas secara khusus.
Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala
Aalihi wa Ashhabihi Ajma’in. Wallahu
A’lam
No comments:
Post a Comment