Pertanyaan:
Assalamu ‘Alaikum ... hadits yang berbunyi: Al Jannatu tahta
zhilalis suyuf, artinya surga dibawah naungan pedang. (HR. Al Hakim), yang
biasa kita dengar adalah Al Jannatu tahta aqdamil ummahat, artinya surga
di bawah telapak kaki ibu. (HR. Ahmad). Peribahasa Inggris: Time is money,
Arab: waktu adalah pedang. Mohon penjelasannya. Jazakallah. (dari
085252449xxx)
Jawaban:
Wa ‘Alaikum salam wa
Rahmatullah wa Barakatuh.
Bismillah wal Hamdulillah wash
Shalatu was Salamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi wa Man waalah,
wa ba’d:
Hadits-hadits dan
kata-kata di atas memang sering beredar di masyarakat, melalui lisan para
penceramah, dan sebagian buku dan majalah Islam. Sebagian masyarakat ada yang
memahaminya dengan baik, ada pula yang keliru dan akhirnya menilai agama Islam
dengan pandangan yang salah.
Kita lihat
hadits pertama yang ditanyakan oleh
saudara penanya:
Dari Abdullah bin Abu
‘Aufa, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ لَا
تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ وَسَلُوا اللَّهَ الْعَافِيَةَ فَإِذَا
لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا وَاعْلَمُوا أَنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ ظِلَالِ
السُّيُوفِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ السَّحَابِ
وَهَازِمَ الْأَحْزَابِ اهْزِمْهُمْ وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ
“Wahai manusia,
janganlah kalian mengharapkan berjumpa musuh, mintalah kepada Allah
keselamatan. Tetapi jika bertemu mereka, bersabarlah dan ketahuilah bahwa
surga di bawah naungan pedang.” Kemudian Beliau berdoa: “Ya Allah, yang
menurunkan Al Kitab, yang menggerakkan awan, yang mengalahkan musuh yang
berkomplot, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami atas mereka.”
Hadits ini SHAHIH,
dikeluarkan oleh:
-
Imam Al
Bukhari dalam Shahihnya, Kitab Al Jihad was Siyar Bab Al Jannah Tahta
Baariqati As Suyuuf No. 2818, dengan lafaz hanya: ketahuilah bahwa surga
di bawah naungan pedang. Juga dalam Bab Kaanan Nabiy Idza Lam Yuqaatil
Awwalan Nahar Akhkharal Qitaal hataa Tazuulasy Syams No.
2966, juga dalam Bab Laa Tamannaw Liqa’al ‘Aduww No. 3024
-
Imam Muslim
dalam Shahihnya, Kitab Al Jihad was Siyar Bab Karahati Tamanni
Liqa’il ‘Aduww wal Amru bish Shabri ‘Indal Liqa’ No. 1742, juga Kitab Al Imarah Bab Tsubuutil
Jannah Lisy Syahid No. 1902, dengan lafaz: sesungguhnya pintu-pintu
surga di bawah naungan pedang.
-
Imam At
Tirmidzi dalam Sunannya, Kitab Fadhail Jihad ‘an Rasulillah Bab Dzukira Anna Abwaabal
Jannah Tahta Zhilalis Suyuuf No. 1659
-
Imam Ahmad
dalam Musnadnya No. 19114, 19538, 19680
-
Imam Al
Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 17701, 17857, 18243, juga dalam Syu’abul
Iman No. 4308
-
Imam Ibnu
Hibban dalam Shahihnya, Bab Fadhlil Jihad Dzikri Rajaa’ Nawaal Al
Jinan bits Tsabaat Tahta Azhillatis
Suyuuf fi Sabilillah No. 4617
-
Imam Abu
‘Uwanah dalam Musnadnya No. 2572, 7340. 7341, 7342
-
Imam Abu
Ya’la dalam Musnadnya No. 7324, 7330
-
Dan lain-
lain
Hadits ini tidaklah bermakna hakiki dan zahir,
bahwa surga ada di bawah naungan dan bayangan pedang. Kita buka sarung pedang
lalu kita cari surga di bawah bayangannya. Bukan begitu. Ini adalah majazi,
bahwa surga itu diperoleh dengan jalan jihad fi sabilillah, dan pedang
merupakan sarana jihad pada masa itu. Oleh karenanya, hadits-hadits ini
diletakkan oleh para imam hadits dalam pembahasan jihad dan keutamaannya. Dan,
jihad mengorbankan jiwa, harta, dan raga, hanyalah salah satu cara untuk meraih
surgaNya. Artinya, tidaklah selayaknya seorang muslim berpikiran sempit bahwa
Islam adalah agama yang menjanjikan
surga hanya dengan satu jalan, yakni pedang dan kekerasan. Apalagi setelah
diketahui nasihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa kita
dilarang mencari musuh, tetapi jika berjumpa dengan mereka, bersabarlah dan
berdoalah kepada Allah Ta’ala agar diberikan kemenangan.
Para ulama menjelaskan makna “surga di bawah
naungan pedang”:
فمعناه ثواب الله والسبب الموصل إلى الجنة عند
الضرب بالسيوف في سبيل الله ومشى المجاهدين في سبيل الله فاحضروا فيه بصدق واثبتوا
Maknanya adalah pahala dari Allah dan alasan yang
membuatnya sampai ke surga adalah ketika mengayunkan pedangnya fisabilillah,
dan berjalannya para mujahidin fisabilillah mereka ikut andil dalam jihad
dengan jujur dan tegar. (Al Minhaj
Syarh Shahih Muslim, 12/46, ‘Umdatul Qari, 21/20)
Ada pun hadits kedua:
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الجنة تحت أقدام الأمهات
Surga di bawah
telapak kaki ibu.
Hadits ini dikeluarkan dari dua jalur. Pertama, jalur Anas bin Malik, diriwayatkan oleh:
-
Imam Al
Qudha’i dalam Musnad Asy Syihab No. 119
-
Imam Ad
Dailami dalam Musnad Firdaus No. 2611
-
Imam Alauddin
Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 45439
-
Imam Al
Khathib Al Baghdadi dalam Al Jami’ li Akhlaqir Rawi No. 1702
-
Imam Abu Asy
Syaikh dalam Thabaqat Al Muhadditsin bi Ashbahan, 3/568
Terhadap jalur Anas bin Malik ini, berkata Imam Al
‘Ajluni Rahimahullah - dan dia mengisyaratkan kelemahannya:
وفيه منصور بن المهاجر وأبو النضر الأبار لا يعرفان ، وذكره الخطيب
أيضا عن ابن عباس رضي الله عنهما وضعفه
Di dalam sanadnya terdapat Manshur bin Al Muhajir
dan Abu An Nadhar Al Abar, keduanya tidak dikenal. Al Khathib menyebutkan pula
hadits ini dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, dan dia mendhaifkannya.
(Imam Al ‘Ajluni, Kasyful Khafa, 1/335)
Imam As Sakhawi Rahimahullah mengatakan:
قال ابن طاهر ومنصور وأبو النضر لا
يعرفان والحديث منكر
Berkata Ibnu Thahir: Manshur dan Abu An Nadhar
adalah dua orang yang tidak dikenal, dan hadits ini munkar. (Al Maqashid
Al Hasanah, 1/287)
Kedua, jalur Ibnu Abbas dikeluarkan oleh:
-
Imam Ibnu
‘Adi dalam Al Kamil, 6/348. Pada
pembahasan biografi Musa bin Muhammad
bin ‘Atha Abu Thahir Al Maqdisi. Imam Ibnu
‘Adi mengatakan: hadits ini munkar.
-
Imam Adz
Dzahabi dalam Mizanul I’tidal,
4/220. Pada pembahasan biografi Musa bin Muhammad bin ‘Atha.
Tentang
Musa bin Muhammad bin ‘Atha ini, Imam Abu Hatim dan Imam Abu Zur’ah menyebutnya
sebagai pendusta. Imam An Nasa’i mengatakan: laisa bitsiqah – bukan yang
bisa dipercaya. Imam Ad Daruquthni dan lainnya mengatakan: matruk –
haditsnya ditinggalkan. Imam Ibnu Hibban mengatakan: tidal halal meriwayatkan
hadits darinya, dia pernah memalsukan hadits. Imam Ibnu ‘Adi mengatakan: dia mencuri
hadits. (Lihat semua dalam Mizanul I’tidal, 4/219-220)
Al ‘Allamah
Muhammad Thahir bin Ali Al Hindi Al Fatani mengatakan bahwa yang jalur Anas
adalah hadits munkar, jalur Ibnu Abbas adalah dhaif. (Tadzkiratul
Maudhu’at, Hal. 220)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah
mengatakan:
وما أعرف هذا لفظا مرفوعا بإسناد ثابت
Saya tidak ketahui adanya lafaz seperti ini secara
marfu’ (sampai kepada nabi) dengan isnad yang kuat. (Ahadits
Al Qashash, 1/113)
Syaikh Al Albani Rahimahullah mengatakan
tentang hadits ini, yang jalur Anas bin Malik: dhaif. (Lihat Dhaiful
Jami’ No. 2666), sedangkan yang jalur Ibnu Abbas: maudhu’ (palsu). (Lihat As
Silsilah Ad Dhaifah No. 593)
Tetapi, apakah semua hadits yang semisal ini
adalah dhaif, munkar, bahkan palsu? Tidak, ada hadits serupa dari jalur lain,
yang sanadnya bisa dipercaya.
Dari Mu’awiyah bin Jahimah As Salami, katanya:
أَنَّ جَاهِمَةَ جَاءَ إِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيرُكَ فَقَالَ هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ
قَالَ نَعَمْ قَالَ فَالْزَمْهَا فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا
Bahwasanya Jahimah mendatangi Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam lalu dia berkata: “Wahai
Rasulullah, saya hendak ikut berperang, saya datang untuk bermusyawarah
denganmu.” Beliau bersabda: “Apakah kamu masih punya ibu?” Beliau menjawab:
“Ya.” Beliau bersabda: “Tinggal-lah bersamanya, sesungguhnya surga di bawah
kedua kakinya.”
Hadits ini dikeluarkan oleh:
-
Imam An
Nasa’i dalam Sunannya, Kitab Al Jihad Bab Ar Rukhshah fit Takhallufi
liman lahu Waalidah No. 3104
-
Imam Ibnu
Majah dalam Sunannya dengan lafaz sedikit berbeda, Kitab Al Jihad Bab
Ar rajul Yaghzu wa Lahu Abawaan, No. 2781
-
Imam Al Hakim
dalam Al Mustadrak ‘Ala Ash Shahihain No. 2502 dan 7248, katanya: shahih.
-
Imam Al
Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 7833
-
Imam Abu
Nu’aim dalam Ma’rifatush Shahabah No. 5492
Imam Al ‘Ajluni menyebutkan bahwa: hadits ini
dishahihkan oleh Al Hakim, tetapi telah dita’qib (dikoreksi) sebagai hadits yang idhthirab
(guncang). (Kasyful Khafa, 1/335), demikian pula disebutkan oleh
Imam As Sakhawi. (Al Maqashid Al Hasanah, 1/287).
Hadits yang mengalami idhthirab disebabkan
sanadnya bertentangan antara hadits tersebut dengan hadits lain yang tidak bisa
dikompromikan, baik pertentangan itu terjadi pada matan, dan juga pada sanad.
Ada pun sebagian ulama telah menyatakan keshahihan
hadits ini. Syaikh Al Albani – setelah menguraikan palsu-nya hadits al
jannah tahta aqdamil ummahat - mengatakan dalam As Silsilah Adh Dhaifah:
ويغني عن هذا حديث معاوية بن
جاهمة أنه جاء النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله أردت أن
أغزووقد جئت أستشيرك ؟ فقال :
هل لك أم ؟ قال : نعم . قال : فالزمها فإن الجنة تحت رجليها . رواه النسائي ( 2 /
54 ) ، وغيره كالطبراني ( 1 / 225 / 2 ) . وسنده حسن إن شاء الله ، وصححه الحاكم (
4 / 151 ) ، ووافقه الذهبي ، وأقره المنذري ( 3 / 214 ) .
Dan cukuplah tentang masalah ini, haditsnya
Muawiyah bin Jahimah bahwasanya dia mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
lalu dia berkata: “Wahai Rasulullah,
saya hendak ikut berperang, saya datang untuk bermusyawarah denganmu.” Beliau
bersabda: “Apakah kamu masih punya ibu?” Beliau menjawab: “Ya.” Beliau
bersabda: “Tinggal-lah bersamanya, sesungguhnya surga di bawah kedua kakinya.”
Diriwayatkan oleh An Nasa’i (2/54), dan selainnya seperti Ath Thabarani
(1/225/2). Dan sanadnya hasan, Insya Allah. Dishahihkan oleh Al Hakim
(4/151), dan disepakati oleh Adz Dzahabi, dan disetujui oleh Al Mundziri
(3/214). (Lihat As Silsilah Adh Dhaifah, 2/59)
Dengan demikian, hadits “surga di bawah telapak
kaki ibu” secara sanad masih bisa dipertanggungjawabkan. Sebagaimana
dikatakan Syaikh Al Albani:
لكن الحديث بمجموع طرقه صحيح
Tetapi hadits ini dengan kumpulan berbagai
jalurnya adalah shahih. (Lihat Irwa’ul Ghalil, 5/21)
Maknanya
adalah surga bagi seorang anak adalah dengan berbakti kepada ibunya. Imam Al ‘Ajluni Rahimahullah
menjelaskan:
والمعنى أن التواضع للأمهات وإطاعتهن
في خدمتهن وعدم مخالفتهن إلا فيما حظره الشرع سبب لدخول الجنة
Maknanya adalah bahwa merendahkan diri kepada ibu,
mentaati mereka, melayani dan tidak menyelisihi mereka –kecuali dalam hal yang
bertentangan dengan syara’- merupakan
sebab dimasukkan ke dalam surga. (Kasyful Khafa, 1/335)
Selanjutnya adalah tentang ungkapan orang Barat, Time
Is Money, waktu adalah uang. Ini adalah ungkapan yang beranjak dari
ideologi materialisme. Hidup serba kebendaaan, mulia dan rendahnya
seseorang ditentukan banyak sedikitnya harta. Bagi mereka hidup adalah untuk
mencari uang semata. Sehingga, uang adalah menjadi puncak semua agenda hidup
mereka. Bahagianya mereka karena adanya
uang, sedihnya mereka karena ketiadaan uang.
Sehingga hari-hari mereka di isi oleh kesibukan dunia, mencari harta, dan menumpuk-numpuknya. Mereka
baru merasa rugi menyia-nyiakan waktu, merasa rugi berlalunya waktu, karena hal itu membuat terbuangnya kesempatan untuk mengumpulkan uang. Harga waktu diukur dari
berapa banyak dollar dan rupiah yang bisa dihasilkan dari waktu tersebut.
Hidup mereka tidak seimbang. Mereka menyangka
manusia adalah materi dan jasad semata. Sehingga puncak kebahagian mereka
adalah kenikmatan materi dan jasad, bukan lainnya.
Semua ini bukan aqidah kita, bukan cara pandang
hidup seorang muslim. Cara pandang hidup kita adalah sebagaimana yang Al Quran
bimbing:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا
تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu. (QS. Al Qashash: 77)
Ada pun ucapan “waktu bagaikan pedang”
bukanlah hadits, sebagian kalangan menyebut sebagai ucapan Imam Asy Syafi’i Rahimahullah.
Berkata Syaikh Said bin Musfir Al Qahthani:
يقول الشافعي : نفسك إن لم
تشغلها بالحق أشغلتك بالباطل.والوقت كالسيف إن لم تقطعه قطعك.
Berkata Asy Syafi’i: jika kamu tidak menyibukkan jiwa dengan kebenaran,
niscaya dia akan menyibukkan kamu dengan kebatilan. Waktu bagaikan pedang, jika
kau tidak mampu memotongnya, maka dialah yang akan memotongmu. (Durus Lisy Syaikh Said bin Musfir,
54/4)
Artinya waktu mesti kita manfaatkan untuk kebaikan
dan hal-hal yang bermanfaat buat kehidupan dunia dan akhirat, jika tidak
demikian, maka kita akan dikalahkan olehnya,
karena sifatnya yang cepat berlalu dan tidak kembali lagi.
No comments:
Post a Comment