Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr.wb.
ustadz ana mau tanya tentang Sholat Sunnah Hudzaifah ibnul Yaman dan Sholat
Tasbih, tentang kedudukan kedua sholat diatas apakah Rosululloh pernah
menjalankannya. Karena di masyarakat ada kebiasaan
untuk sholat tasbih ini setidaknya kita dalam hidup kita melakukan sholat
tasbih. Begitu juga sholat hudzaifah. Jazakalloh (Abi
Alifa)
Jawaban:
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu
‘Ala Rasulillah wa ‘Ala Aalihi wa Ashhabihi wa Man waalah, wa ba’d:
Pertama. Tentang shalat Huzaifah bin
Yaman. Mohon maaf, saya belum familiar dengan istilah shalat tersebut, mungkin
antum bisa lebih spesisfik lagi jelaskan
apa maksudnya.
Kedua. Shalat
tasbih adalah salah satu shalat sunah yang familiar di tengah umat Islam.
Dinamakan shalat tasbih karena banyaknya ucapan tasbih, sampai totalnya 75
kali. Sebagian ulama menyebutnya sebagai
ibadah yang tidak disyariatkan, bahkan bid’ah. Lalu, bagaimanakah sebenarnya?
Berikut ini adalah
dasar hukum pelaksanaan shalat tasbih:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ
بْنُ بِشْرِ بْنِ الْحَكَمِ النَّيْسَابُورِيُّ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَبْدِ
الْعَزِيزِ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ أَبَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ
أَلَا أُعْطِيكَ أَلَا أَمْنَحُكَ أَلَا أَحْبُوكَ أَلَا أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ
خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ
وَآخِرَهُ قَدِيمَهُ وَحَدِيثَهُ خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ صَغِيرَهُ وَكَبِيرَهُ
سِرَّهُ وَعَلَانِيَتَهُ عَشْرَ خِصَالٍ أَنْ تُصَلِّيَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ
تَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُورَةً فَإِذَا فَرَغْتَ
مِنْ الْقِرَاءَةِ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ
اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا
ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنْ الرُّكُوعِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَهْوِي
سَاجِدًا فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنْ
السُّجُودِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ
تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُولُهَا عَشْرًا فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ فِي كُلِّ
رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ إِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ
تُصَلِّيَهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي
كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ
لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي عُمُرِكَ
مَرَّةً
Berkata kepada kami
Abdurrahman bin Bisyr bin Al Hakam An Naisaburi, berkata kepada kami Musa bin
Abdul Aziz, berkata kepada kami Al Hakam bin Abban, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu
‘Abbas, bahwa sannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata
kepada ‘Abbas bin Abdul Muthalib:
Wahai ‘Abbas, wahai
paman, maukah engkau saya berikan, saya karuniakan, saya berikan hadiah
spesial, dan saya ajarkan sepuluh hal yang jika engkau mengerjakannya maka
Allah Ta’ala akan menghapuskan dosamu yang awal dan akhirnya, baik yang dulu
dan sekarang, yang kecil dan yang besar, yang sengaja dan tidak, yang
tersembunyi dan yang terang-terangan. Sepuluh hal itu adalah lakukankan shalat
empat rakaat, pada tiap rakaatnya kau membaca Al Fatihah dan surat Al Quran,
jika sudah membaca surat di rakaat pertama, tetaplah bediri lalu kau membaca: “Subhanallah
wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar,” sebanyak 15 kali,
lalu engkau ruku dan membacanya sebanyak 10 kali ketika ruku itu, lalu engkau
mengangkat kepalamu bangkit dari ruku dan membacanya 10 kali, lalu engkau sujud
dan membacanya sebanyak 10 kali ketika sujud itu, lalu engkau bangun dari sujud
dan membacanya 10 kali, lalu engkau sujud lagi dan membacanya 10 kali, lalu
engkau bangun dari sujud dan membacanya lagi 10 kali, sehingga totalnya adalah
75 kali setiap rakaat. Lalukan itu sebanyak empat rakaat. Jika engkau mampu
melakukan shalat itu setiap hari, maka lakukanlah. Jika tidak mampu, lakukan
sekali dalam setiap Jumat (sepekan, pen), jika tidak mampu maka lakukan
sekali dalam sebulan, jika tidak mampu lakukan setahun sekali, jika tidak mampu
juga paling tidak sekali dalam seumur hidupmu.” (HR. Abu Daud No. 1297, Ibnu Majah No. 1387,
Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 611, 3080, Al Hakim dalam Al
Mustadrak No. 1192, Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya No. 1216,
Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 21546)
Berkata Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri
Rahimahullah:
قد
وقع اختلاف أهل العلم في أن حديث صلاة التسبيح هل هو صحيح أم حسن أم ضعيف أم موضوع
والظاهر عندي أنه لا ينحط وإن حديث بن عباس يقرب من شرط الحسن إلا أنه شاذ لشدة
الفردية فيه وعدم المتابع والشاهد من وجه
Telah terjadi
perbedaan pendapat ulama tentang hadits shalat tasbih. Apakah shahih, atau
hasan, atau dhaif, ataukah palsu? Bagiku, secara zahir hadits ini tidaklah
lemah, hadits dari Ibnu Abbas mendekati syarat hadits hasan, hanya saja adanya
kejanggalan karena begitu kuatnya kesendirian riwayat hadits ini, tanpa ada
yang menjadi penguat dan saksi baginya dari jalur lain. (Tuhfah Al
Ahwadzi, 2/490. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Oleh karena itu, maka
wajar akhirnya para ulama berbeda pula dalam menilai hukumnya. Bagi yang
menilainya shahih dan hasan, maka tentu mereka menilai shalat tasbih adalah
sunah. Bagi yang menilai hadits ini dhaif bahkan palsu, tentu mereka menilai
tidak sunah bahkan dinilai sebagai bid’ah.
Sederetan nama-nama beken
para imam kaum muslimin telah mendhaifkan hadits ini, seperti Imam Ahmad, Imam
Al ‘Uqaili, Imam Al
Mizzi, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Ibnul ‘Arabi, Imam Ibnul Jauzi, Imam An Nawawi, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Hajar, dan lainnya. Namun, dalam
kitabnya yang lain Imam An Nawawi menghasankannya. Begitu pula Imam Ibnu Hajar,
ada dua pendapat darinya.
Imam Ibnul Jauzi
menyebutkan dalam Al Maudhu’at-nya berbagai jalur periwayatan hadits
ini, dan beliau mengatakan: “Semua jalur ini tak ada yang kuat.” (Al
Maudhu’at, 2/145), Al ‘Uqaili mengatakan tak satu pun hadits yang
shahih tentang shalat tasbih. (Ibid, 2/146)
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar:
الْحَقُّ أَنَّ طُرُقَهُ كُلَّهَا
ضَعِيفَةٌ ، وَإِنْ كَانَ حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ يَقْرَبُ مِنْ شَرْطِ الْحَسَنِ
إِلاَّ أَنَّهُ شَاذٌّ لِشِدَّةِ الْفَرْدِيَّةِ فِيهِ وَعَدَمِ الشَّاهِدِ
وَالْمُتَابِعِ مِنْ وَجْهٍ مُعْتَبَرٍ ، وَمُخَالَفَةِ هَيْئَتِهَا لِهَيْئَةِ
بَاقِي الصَّلَوَاتِ
Yang benar adalah bahwa semua jalurnya adalah dhaif,
jika hadits Ibnu Abbas ini mendekati syarat sebagai hadits hasan, hanya saja
ada kejanggalan karena begitu kuatnya kesendirian pada hadits ini, dan tidak
memiliki saksi dan penguat dari jalan yang bisa dihandalkan, dan terjadi
kontradiksi bentuk shalatnya dengan shalat-shalat lainnya. (At Talkhish Al Habir, 2/18-19). Beliau
juga menyebutkan bahwa Imam Ibnu taimiyah dan Imam Al Mizzi telah
mendhaifkannya, sedangkan Imam Azd Dzahabi memiliki tawaquf (no coment),
sebagaimana diceritakan oleh Imam Ibnu Abdil Hadi dalam Al Ahkam-nya. (Ibid,
2/20-21)
Syaikh Abdul Muhsin Hamd Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah
menceritakan, bahwa perbedaan para ulama bukan hanya pada sanad, tetapi juga matan-nya.
Sebagian mereka menilainya “aneh”. Pada hadits ini nabi akan mengajarkan “10
hal” tapi ternyata hal itu tidak ada penjelasannya, mana 10 hal itu? Mereka
juga mengatakan tata cara shalat tasbih bertentangan dengan shalat lainnya
secara umum, ditambah lagi perintah untuk melakukannya yang nampak tidak tegas
dan “ogah-ogahan”; jika tidak bisa setiap hari, maka paling tidak sepekan
sekali, jika tidak bisa minimal sebulan sekali, ...dst.
Lalu Syaikh Abdul Muhsin juga menceritakan:
وبعض أهل العلم
-كما قلت- صححه، وعمل بما فيه، لكن لم يعرف عن الصحابة أنهم عملوا بهذا، وإنما جاء
عن بعض التابعين، ولم يأت عن الأئمة الأربعة أيضاً أنهم فعلوا ذلك، وإنما جاء عن
بعض أتباع الأئمة الأربعة، وقد
جاء عن بعض المحدثين أنهم ضعفوا تلك الأحاديث، ومنهم العقيلي و ابن خزيمة حيث قال:
إن صح الخبر فإن في النفس منه شيئاً فعلق العمل به على صحته وقال: في النفس منه
شيء، وكذلك أيضاً جاء عن ابن تيمية وعن المزي، وكذلك النووي في المجموع ضعف
الأحاديث الواردة في ذلك وقال: إنها لا تثبت ولا يعمل بها، وكذلك الحافظ ابن حجر جاء
عنه في بعض الكتب أنه تكلم فيها وجاء عنه أنه صححها، وجاء عن جماعة من أهل العلم
أنهم صححوها، وبعض التابعين ومن بعدهم من بعض أصحاب المذاهب الأربعة فعلوها، لكنها
-كما هو معلوم- غريبة
Sebagian ulama -sebagaimana yang saya katakan-
telah menshahihkan hadits ini, dan mengamalkannya, tetapi tidak diketahui ada
yang melakukannya dari kalangan sahabat nabi, sesungguhnya yang ada adalah
sebagian tabi’in melakukannya, juga tidak ada riwayat dari imam empat madzhab
yang telah melakukannya, yang ada adalah para pengikut imam empat itu yang
melakukannya, dan sebagian ahli hadits telah mendhaifkan hadits ini seperti Al
‘Uqaili dan Ibnu Khuzaimah, ketika berkata: “Jika hadits ini
shahih maka di dalamnya ada sesuatu, maka mengamalkan hadits ini mesti
dikaitkan dengan keshahihannya.” Dia juga berkata: “Pada dasarnya hadits
ini ada sesuatu (bermasalah, pen).” Begitu pula telah datang dari Ibnu
Taimiyah, Al Mizzi, dan juga An Nawawi dalam Al Majmu’
yang telah mendhaifkan hadits-hadits yang berkenaan tentang hal ini, katanya:
“Tidak shahih, dan tidak boleh beramal dengannya.” Juga dari Al Hafizh
Ibnu Hajar yang dalam sebagian kitabnya telah membincangkan hadits ini, dan
sebagian kitabnya yang lain beliau menshahihkannya. Telah ada pula dari
segolongan ulama yang menshahihkan hadits
ini, juga dari sebagian tabi’in, dan yang mengikuti mereka, juga para pengikut
imam madzhab, mereka melakukannya. Tetapi, seperti yang telah diketahui, shalat
ini aneh. (Syarh Sunan Abi Daud, 7/297-298)
Sederetan ulama lain menshahihkan atau menghasankan
hadits ini, seperti Imam Ibnu Mandah, Imam Al Hakim, Imam Al Ajurri, Imam Al
Khathib, Imam As Sam’ani, Imam Abu Musa Al Madini, Imam Ibnush Shalah, Imam
Mundziri, Imam As Subki, Imam An Nawawi, Imam Abul Hasan bin Al Mufadhdhal, Imam Al ‘Ala-i, Imam Az Zarkasyi, dan
lainnya.
Imam Ibnul Mulqin mengatakan bahwa isnad hadits
ini jayyid. Beliau telah mengkritik Imam Ibnul Jauzi dan Imam Al ‘Uqaili
yang telah mendhaifkan bahkan menganggap palsu hadits ini. Menurutnya itu
adalah berlebihan, dan terlalu bermudah-mudah dalam menuduh palsu, dan klaim
itu telah diingkari oleh banyak ulama. Justru hadits- hadits tentang shalat
tasbih adalah hasan, bahkan ada yang
shahih. Al Muhib Ath Thabari mengatakan: “Hadits ini tidaklah benar digolongkan
sebagai hadits palsu, sebab telah diriwayatkan oleh para huffazh.” Yakni
seperti Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah,
Al Hakim, dan banyak lagi yang seperti mereka.
Imam Ibnul Mulqin juga
menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas yang menganjurkan melakukan shalat tasbih
pada hari Jumat setelah terbitnya matahari, dan perbuatan sahabat menjadi dalil
kuatnya hal ini. Imam Abu Daud meriwayatkan bahwa Imam Ahmad bin Hambal meridhai shalat ini dan
tidak mengingkarinya.
Imam Al Hakim
menyatakan keshahihkan hadits ini, dan sama sekali tidak ada ghibar
(debu/cacat), dan yang menunjukkan keshahihan hadits ini adalah bahwa para imam
sejak masa tabi’in hingga saat ini telah mengamalkan hadits ini,
menganjurkannya, dan mengajarkan kepada manusia, di antaranya adalah Abdullah
bin Al Mubarak.
Imam Ad Daruquthni
mengatakan bahwa yang paling shahih tentang keutamaan surat adalah qul
huwallahu ahad, dan yang paling shahih tentang keutamaan shalat sunah adalah keutamaan shalat tasbih.
Juga sederetan ulama
telah menilai sunah-nya shalat tasbih, seperti Imam Al Baghawi, Al Qadhi
Husein, Al Mutawalli dan Ar Ruyani. (Lengkapnya lihat Al Badrul Munir,
4/236-242)
Namun ada riwayat lain tentang Imam Ahmad, bahwa
beliau tidak tertarik dengan shalat tasbih.
فَإِنَّ أَحْمَدَ
قَالَ : مَا يُعْجِبُنِي . قِيلَ لَهُ : لِمَ ؟ قَالَ : لَيْسَ فِيهَا شَيْءٌ
يَصِحُّ .
Sesungguhnya Imam Ahmad berkata: “Aku tidak tertarik.”
Ditanyakan kepadanya: “Kenapa?” Beliau menjawab: “Tidak ada satu pun yang
shahih.” (Imam Ibnu Qudamah, Al Mughni, 3/324. Mawqi’ Al Islam). Tidak tertarik bukan berarti Beliau
melarangnya, oleh karenanya ada riwayat yang menyebutkan beliau meridhainya.
Sementara Imam An Nawawi mengkritik pihak yang
menshahihkan dan menghasankan hadits ini, beliau mendhaifkannya dan melarang
mengamalkannya. Ada pun yang dilakukan oleh Imam Abdullah bin Mubarak yang
menganjurkan shalat tasbih bukanlah hujjah. Beliau juga mengutip dari Imam Al
‘Uqaili dan Imam Abu Bakar bin Al ‘Arabi yang mengatakan bahwa tak satu pun
hadits shalat tasbih itu shahih dan hasan. (Badrul Munir, Ibid)
Namun Imam An Nawawi menghasankan hadits ini dalam
kitabnya yang lain, dan mengatakan bahwa shalat tasbih adalah sunah yang baik (sunah
hasanah). Beliau berkata:
وقد جاء فيها حديث حسن في كتاب الترمذي
وغيره، وذكرها المحاملي وصاحب التتمة وغيرهما من أصحابنا، وهي سنة حسنة
Telah ada tentangnya (shalat tasbih) hadits hasan dalam kitab At
Tirmidzi dan lainnya, itu telah dikatakan oleh Al Muhamili dan pengarang At
Tatimmah, dan selain keduanya dari kalangan sahabat-sahabat kami (madzhab
syafi’i, pen), dan itu adalah sunah hasanah. (Tahzibul Asma
wal Lughat, 3/457)
Imam As Suyuthi Rahimahullah membela
validitas hadits ini, di mana beliau menyebutkan penghasanan yang dilakukan
oleh Imam Ibnu Hajar dalam kitab Al Khishal Al Mukaffirah, beliau
mengatakan: “Para perawinya tidak ada masalah (laa ba’sa bihim).” Dan
juga penghasanan Imam Ali bin Al Madini, lantaran hadits ini memiliki syawahid
(sejumlah penguat) yang membuatnya menjadi kuat. Beliau juga telah
mengoreksi pendapat Imam Ibnul Jauzi yang telah memasukkan hadits ini dalam
deretan hadits-hadits palsu. (Lihat Al La-aali Al Mashnu’ah, 2/33.
Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Al Hafizh Al Mundziri Rahimahullah berkata:
وقد روي هذا الحديث من طرق
كثيرة وعن جماعة من الصحابة وأمثلها حديث عكرمة هذا وقد صححه جماعة منهم الحافظ
أبو بكر الآجري وشيخنا أبو محمد عبد الرحيم المصري وشيخنا الحافظ أبو الحسن
المقدسي رحمهم الله تعالى، وقال أبو بكر بن أبي داود: سمعت أبي يقول: ليس في صلاة
التسبيح حديث صحيح غير هذا، وقال مسلم بن الحجاج رحمه الله لا يروى في هذا الحديث
إسناد أحسن من هذا يعني إسناد حديث عكرمة عن ابن عباس.
Hadits ini telah
diriwayatkan dari banyak jalan, dari segolongan sahabat dan yang semisalnya
hadits ‘Ikrimah dari ini telah dishahihkan
oleh oleh segolongan imam di antaranya Al Hafizh Abu Bakar Al Ajurri, guru kami
Abu Muhammad Abdurrahim Al Mishri, guru kami Al Hafizh Abu Al Husein Al Maqdisi
Rahimahumullah Ta’ala. Berkata Abu Bakar putera dari Abu Daud: “Aku
dengar ayahku mengatakan: tidak ada tentang shalat tasbih hadits yang shahih
selain hadits ini.” Muslim bin Al Hajaj Rahimahullah mengatakan: “Tidak
ada riwayat tentang hadits ini yang
isnadnya lebih bagus dibanding hadits ini.” Yakni isnad hadits ‘Ikrimah
dari Ibnu ‘Abbas. (Lihat At Targhib, 1/528)
Syaikh Abul Hasan Ar
Rahmani Al Mubarkafuri Rahimahullah mengatakan bhwa hadits ini hasan
atau shahih li ghairihi. (Lihat Mir’ah Al Mafatih, 3/53)
Imam Az Zarkasi
mengatakan: shahih, bukan dhaif.
Sedangkan Imam Ibnu Shalah mengatakan: hasan. (Al Mausu’ah
Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 27/150-151)
Ada pun Syaikh Al
Albani telah menshahihkan hadits ini dalam berbagai kitabnya. (Lihat Al
Jami’ Ash Shaghir wa Ziyadatuhu No. 13897, Shahihul Jami’ No. 7937, Tahqiq
Misykah Al Mashabih No.1328, Shahih wa Dhaif Ibnu Majah No. 1387,
dan lainnya)
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah telah
menyebutkan shalat tasbih dalam deretan shalat-shalat tathawwu’ (sunah).
(Fiqhus Sunnah, 1/212. Darul Kitab Al ‘Arabi)
Demikian masalah ini. Telah
panjang perselisihan para imam hadits dalam menilainya, sehingga ini pun
membawa dampak pada perselisihan hukumnya yang dibicarakan para fuqaha.
Sebagian Ahli Fiqih Syafi’iyah
menyunnahkan seperti As Subki, As Suyuthi, Az Zarkasyi, dan lainnya, sebagian
lainnya tidak. Sebagian Hambaliyah menyunnahkan seperti Ibnu Qudamah, sebagian
tidak.
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata:
وَلَمْ يُثْبِتْ أَحْمَدُ الْحَدِيثَ الْمَرْوِيَّ
فِيهَا ، وَلَمْ يَرَهَا مُسْتَحَبَّةً ، وَإِنْ فَعَلَهَا إنْسَانٌ فَلَا بَأْسَ
؛ فَإِنَّ النَّوَافِلَ وَالْفَضَائِلَ لَا يُشْتَرَطُ صِحَّةُ الْحَدِيثِ فِيهَا
.
Tidaklah shahih hadits tentang itu yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan dia pun tidak memandangny sunah, dan jika
manusia melakukannya tidak apa-apa, sesungguhnya shalat sunah dan keutamaan tidaklah
mensyaratkan keshahihan haditsnya. (Al Mughni, 3/324)
Ada pun fuqaha Hanafiyah dan Malikiyah tidak ada
pembahasan tentang shalat tasbih. Tertulis dalam Al Mausu’ah:
وَلَمْ نَجِدْ لِهَذِهِ الصَّلاَةِ
ذِكْرًا فِيمَا اطَّلَعْنَا عَلَيْهِ مِنْ كُتُبِ الْحَنَفِيَّةِ
وَالْمَالِكِيَّةِ
Kami belum mendapatkan pembahasan shalat ini
sejauh penelaahan kami terhadap kitab-kitab Hanafiyah dan Malikiyah. (Al
Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 27/151)
Tetapi, sebelumnya sudah kami sebutkan tentang
pendapat salah satu ulama madzhab Maliki yakni Imam Abu Bakar bin Al ‘Arabi
yang mengatakan bahwa hadits tentang shalat tasbih tidak ada yang shahih dan
hasan. (Lihat Imam An Nawawi, Khulashah Al Ahkam, 1/583. Cet. 1,
1997M-1418H. Muasasah Ar Risalah. Imam
Ibnu Hajar, At Talkhish Al Habir, 2/16. Cet. 1, 1989M-1419H. Darul Kutub
Al ‘Ilmiyah. Imam As Suyuthi, Al Aali Al Mashnu’ah, 2/37. Darul Kutub Al
‘Ilmiyah. Imam Asy Syaukani, Al
Fawaid Al Majmu’ah, Hal. 38. Cet. 3, Al Maktab Al Islami. Imam Abdul Hayy
Al Luknawi, Al Aatsar Al Marfu’ah, Hal. 135. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah).
Sekian, Wallahu A’lam
No comments:
Post a Comment