Dari Abu Rafi’, dari ayahnya, ia
berkata:
رَأَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ
عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ
“Aku melihat Rasulullah adzan seperti adzan
shalat di telinga Al hasan ketika dilahirkan oleh Fathimah.” (HR. Abu Daud
no. 5105. At Tirmidzi No. 1514, katanya: hasan shahih)
Imam At Tirmidzi
mengatakan:
وَقَدْ ذَهَبَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ إِلَى هَذَا الْحَدِيثِ
“Sebagaian ulama telah
berpendapat dengan hadits ini.” (Sunan At Tirmidzi No. 1514)
Tentu ulama yang dimaksud
oleh Imam At Tirmidzi adalah ulama pada masanya, atau sebelumnya, atau bisa
dari kalangan tabi’in atau sahabat nabi. Wallahu A’lam
Bukan
hanya Imam At Tirmidzi yang menghasankan, juga para imam lainnya:
- Imam Al hakim dalam Al Mustadrak, 3/179, beliau mengatakan: sanadnya shahih tetapi Bukhari Muslim tidak meriwayatkannya.
2. Syaikh Abul ‘Ala Al Mubarkafuri
Beliau sebenarnya mengakui
kelemahan hadits ini, tetapi beliau tetap mengamalkannya karena menurutnya ada
riwayat lain yang menguatkanya. Berikut perkataannya:
فَإِنْ قُلْت : كَيْفَ الْعَمَلُ عَلَيْهِ وَهُوَ ضَعِيفٌ لِأَنَّ فِي
سَنَدِهِ عَاصِمَ بْنَ عُبَيْدِ اللَّهِ كَمَا عَرَفْت . قُلْتُ : نَعَمْ هُوَ ضَعِيفٌ
لَكِنَّهُ يُعْتَضَدُ بِحَدِيثِ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
الَّذِي رَوَاهُ أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ وَابْنُ السُّنِّيِّ .
“Jika anda katakan: bagaimana bisa mengamalkan hadits ini
padahal dhaif lantaran dalam sanadnya terdapat ‘Ashim bin ‘Ubaidillah
sebagaimana yang engkau tahu.” Saya jawab: “Benar, dia adalah dhaif tetapi
hadits ini didukung oleh hadits Al Husein bin Ali Radhiallahu ‘Anhuma yang
diriwayatkan Abu Ya’la Al Maushili dan ibnus Sunni. ( Tuhfah al ahwadzi, 4/169.
Syamilah)
3. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
Beliau mengomentari hadits
ini:
عاصم بن عبيد الله ضعيف، وباقي رجاله ثقات.
“Ashim
bin Ubaidillah adalah seorang yang dhaif, dan para perawi lainnya adalah tsiqat
(terpercaya).” Lalu beliau mengatakan:
وله شاهد من حديث ابن عباس عند البيهقي في
" شعب الايمان " يتقوى به نقله عنه ابن القيم في " تحفة المودود
" ص (31)
Hadits
ini memiliki syahid (saksi penguat) dari Hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan
oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, yang menguatkannya. Ini disebutkan Ibnul
Qayyim dalam Tuhfah al maudud, Hal. 31. (Lihat Siyar A’lamin Nubala, 3/248.
Catatan kaki No. 2)
Syaikh
Syu’aib Al Arnauth telah membahas hadits ini secara detil dalam tahqiq terhadap
musnad Imam Ahmad, bahwa hadits Abu Rafi’ ini sebearya dhaif, juga beberapa
riwayat yang menjadi syahidnya, juga dhaif bahkan sebagian diriwayatkan oleh
para perawi yang tertuduh sebagai pemalsu hadits. Namun beliau mengatakan;
قلنا: ومع ضعف الحديث الوارد في هذه المسألة،
فقد عمل به جمهور الأمة قديماً وحديثاً، وهو ما أشار إليه الترمذي عقبَه بقوله: والعمل
عليه.
“Kami
mengatakan: bersamaan dengan dhaifnya hadits dalam masalah ini, mayoritas umat
telah mengamalkannya baik umat terdahulu atau saat ini. Ini telah diisyaratkan
oleh At Tirmidzi dengan komentar setelah riwayat ini: “ hadits ini diamalkan.”
(Tahqiq Musnad Ahmad , 39/298. Muasasah Ar Risalah)
Imam Adz Dzahabi juga mengutip hadits ini ketika menceritakan
biografi Al Hasan Radhiallahu ‘Anhu, tetapi beliau tidak berkomentar apa-apa. (Lihat Siyar A’lamin Nubala, 3/248.
4. Sementara Imam Ibnul Qayyim menjadikan hadits ini sebagai hujjah
dalam kitab Tuhfatul Maudud.
Beliau menyebutkan tiga buah hadits:
1. Hadits dari Abu Rafi’ ini, lalu
Imam Ibnul Qayyim mengutip penshahihan Imam At Tirmdzi.
2. Hadits dari Al Hasan bin Ali, yang diriwayatkan Imam Al Baihaqi
dalam Syu’abul Iman.
3. Hadits dari Ibnu Abbas, yang juga diriwayatkan Imam Al Baihaqi. Namun hadits 2 dan 3 ini disebut
oleh Imam Ibnul Qayyim: wa fi isnadihima dhaif – pada isnad keduanya dhaif. (Tuhfah
Al Maudud, Hal. 21)
Maka, jika menilai hadits ini hasan bahkan
shahih, wajar jika sebagian fuqaha berhujjah dengan hadits ini baik sejak
dahulu hingga sekarang.
Di antaranya:
a. Imam Ibnul Qayyim yang menyatakan sunnah mengazankan bayi pada
telinga kanan dan iqamah pada telinga kiri. (Tuhfah, Hal. 21)
b. Imam Asy Syaukani
c. Syaikh Sayyid Sabiq, yang menyatakan sunahnya mengazankan bayi pada
telinga kanan dan iqamah pada telinga kiri. (Fiqhus Sunnah, 3/329-30)
d. Syaikh Al Mubarkafuri juga menyatakan kesunnahan azan di telinga
bayi. (tuhfah al ahwadzi, 4/169)
e. Para ulama di Kuwait dalam Al Mausu’ah Al fiqhiyah:
يُسَنُّ
الأَْذَانُ فِي أُذُنِ الْمَوْلُودِ حِينَ يُولَدُ ، وَفِي أُذُنِ الْمَهْمُومِ فَإِنَّهُ
يُزِيل الْهَمَّ ، وَخَلْفَ الْمُسَافِرِ ، وَوَقْتَ الْحَرِيقِ ، وَعِنْدَ مُزْدَحِمِ
الْجَيْشِ ، وَعِنْدَ تَغَوُّل الْغِيلاَنِ وَعِنْدَ الضَّلاَل فِي السَّفَرِ ، وَلِلْمَصْرُوعِ
، وَالْغَضْبَانِ ، وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إِنْسَانٍ أَوْ بَهِيمَةٍ ، وَعِنْدَ
إِنْزَال الْمَيِّتِ الْقَبْرَ قِيَاسًا عَلَى أَوَّل خُرُوجِهِ إِلَى الدُّنْيَا
.
وَقَدْ رُوِيَتْ فِي ذَلِكَ بَعْضُ الأَْحَادِيثِ مِنْهَا
مَا رَوَى أَبُو رَافِعٍ : رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ
“Kelompok
yang memperluas dalam hal ini adalah kalanga Syafi’iyah, mereka mengatakan:
disunahkan adzan ke telinga bayi yang baru lahir, ke telinga orang bersedih
karena itu bisa menghilangkan kesedihan, musafir yang tertinggal, waktu
kebakaran, ketika pasukan sangat penuh sesak, diganggu syetan, ketika musafir
yang nyasar, dalam keadaan takut, marah, untuk orang dan ternak yang buruk
perangainya, dan ketika menurunkan mayit ke kubur diqiyaskan sebagaimana
ketika dia lahir ke dunia. Dan telah diriwaatkan dalam hal ini pada sebagia
hadits. Dianyaraya riwayat Abu Rafi’: Saya melihat Nabi Shallallahu ‘A;ahi wa
Sllam azan di telinga Al hasan ketika dia dilahirkan fathimah.” (Al Mausu’ah,
2/373)
No comments:
Post a Comment