Assalamu ‘Alaikum. Wr Wb. Saya pernah baca bahwa Ust. Fulan mengatakan
bahwa fatwa bom syahid itu adalah fatwa yang menyesatkan, benarkah? (Dari
Ikhwan Sambas)
Jawab:
Wa
‘Alaikum Salam Wr Wb. Bismillahirrahmanirrahim
Setiap
orang berhak menilai sebuah fatwa dari ulama, benar atau salah. Namun, yang
terpenting adalah pijakan hujjah (dalil) yang digunakannya, dan yang
terpenting, apakah orang tersebut layak memberikan penilaian atau tidak.
Fatwa
bom syahid –oleh sebagian media massa dan umat Islam menyebutnya bom bunuh
diri- bukanlah fatwa instan ulama ‘kemarin sore’ melainkan fatwa matang yang
dikorelasikan antara ayat, hadits, sejarah dan realitas. Telah banyak ulama
Islam yang ikut ambil bagian dalam menelurkan fatwa ini. Walau, akhirnya
pro-kontra tetap terjadi, dan itu adalah hal biasa dalam bidang keilmuan.
Sebagai
catatan, fatwa bom syahid tersebut tidaklah mereka maksudkan untuk daerah aman
tanpa peperangan, melainkan untuk daerah peperangan yang musuhnya adalah jelas,
yakni orang-orang kafir yang memerangi kaum muslimin seperti di Palestina.
Tidak dibenarkan menggunakan fatwa bom syahid untuk negeri yang aman, hanya
karena di sana ada orang kafirnya.[1] Bahkan untuk daerah perang tertentu, seperti
Afghanistan dan Irak, belum tentu pula fatwa bom syahid ini bisa diterapkan,
mengingat apa yang terjadi di sana sangat runyam, tidak jelas antara kawan dan
lawan. Berbeda dengan kondisi Palestina, yang musuhnya jelas, yakni Yahudi -
Zionis Israel. Walau terjadi perselisihan antar sesama pejuang Palestina, namun
mereka tetap bersatu ketika melawan Israel. Bahkan Syaikh ‘Aidh Al Qarny –hafizhahullah- walau beliau menyetujui
aksi bom syahid, dia tidak mau berkomentar terhadap bom-bom yang terjadi di
Iraq, apakah bom syahid atau bukan,
karena banyaknya kesamaran di sana.
Berikut
akan saya lampirkan pandangan para ulama Ahlus Sunnah tentang bom syahid ini.
1.
Fatwa Syaikh Al Muhaddits Muhammad
Nashirudin Al Albany Rahimahullah
Didalam Shahih Mawarid Azh Zham’an oleh Syaikh
al Albany (dipublikasikan setelah beliau wafat), dia berkata pada bab kedua,
halaman 119, setelah menjelaskan hadits populer Abu Ayyub, mengenai firman
Allah walaa tulqu bi aydiikum ilat-tahlukah (janganlah kamu
menjerumuskan diri kamu ke dalam jurang kebnasaan), dia berkata :
“Dan ini adalah kisah populer yang menjadi bukti yang
sekarang dikenal sebagai operasi bunuh diri dimana beberapa pemuda Islam pergi
lakukan terhadap musuh-musuh Allah, akan tetapi aksi ini diperbolehkan
hanya pada kondisi tertentu dan mereka melakukan aksi ini untuk Allah dan
kemenangan agama Allah, bukan untuk riya, reputasi, atau keberanian, atau
depresi akan kehidupan.”[2]
Selanjutnya
beliau juga berkata, ketika ditanya
mengenai aksi Bom Syahid, Syaikh Al Albany menjawab:
لا يعد
هذا انتحاراً ، لأن الانتحار هو أن يقتل المسلم نفسه خلاصا من هذه الحياة التعيسة
... أما هذه الصورة التي أنت تسأل عنها ، فهذا ليس انتحارا ، بل هذا جهادا في سبيل
الله .. إلا أن هناك ملاحظة يجب الانتباه لها ، وهي أن هذا العمل لا ينبغي أن يكون
فرديا أو شخصيا ، إنما يكون هذا بأمر قائد الجيش .. فإذا كان قائد الجيش يستغني عن
هذا الفدائي ، ويرى أن في خسارته ربح كبير من جهة أخرى ، وهو إفناء عدد كبير من
المشركين والكفار ، فالرأي رأيه ويجب طاعته ، حتى لو لم يرض هذا الإنسان فعليه
طاعته ...
“Itu bukanlah bom bunuh diri, bunuh diri adalah dimana
ketika seorang muslim membunuh dirinya untuk menyelamatkan diri dari kesusahan
hidupnya atau sesuatu yang sama seperti itu, sejauh yang kamu tanyakan itu, itu
adalah jihad untuk Allah,
akan tetapi kita harus mempertimbangkan aksi ini tidak bisa dilakukan secara
individual tanpa di desain oleh seseorang yang menjadi ketua yang
mempertimbangkan apakah itu menguntungkan Islam dan kaum muslimin, dan jika
Amir memutuskan untuk kehilangan mujahid tadi lebih menguntungkan dibandingkan
untuk menahannya, terutama jika hal itu menyebabkan kerusakan bagi orang kafir dan musyrik, kemudian
pendapat Amir tersebut terjamin bahkan walaupun si mujahid tadi tidak senang
dengan dengan hal itu, maka dia harus mematuhinya.. dan seterusnya.”
Syaikh Al Albany Rahimahullah kemudian melanjutkan:
الانتحار
من أكبر المحرمات في الإسلام ، لن ما يفعله إلا غضبان على ربه ولم يرض بقضاء الله
.. أما هذا فليس انتحارا ، كما كان يفعله الصحابة ، يهجم على جماعة ( كردوس ) من
الكفار بسيفه
“Bunuh diri adalah salah satu dosa besar dalam Islam,
tidaklah orang yang melakukannya melainkan karena dia marah dan tidak ridha
dengan ketetapan Allah. Sedangkan ini, bukanlah bunuh diri, sebagaimana yang
dilakukan para sahabat Radhiallahu ‘anhum sering dilakukan untuk melawan
sejumlah musuh yang besar oleh mereka..[3]
Syaikh
Masyhur bin Hasan Alu Salman berkata, Sesudah menjelaskan keharaman aksi bom
bunuh diri ini dari Syaikh Shalih bin Ghanim As-Sadlan mengatakan, Kemudian
kita datang kepada beberapa gambaran dari aksi-aksi bunuh diri, yang dilakukan
oleh sebagian kaum muslimin dengan tujuan memancing kemarahan musuh.
Walaupun perbuatan ini tidak memajukan atau memundurkan,
tetapi dengan banyaknya aksi-aksi ini bisa jadi akan melemahkan musuh atau
membuat takut mereka. Aksi-aksi bunuh diri ini berbeda dari pelaku yang satu
dengan pelaku yang lainnya. Kadang-kadang orang yang melakukan aksi bom bunuh diri
ini terpengaruh oleh orang-orang yang membenarkan perbuatan ini, maka dia
melakukannya dengan niat berperang, berjihad dan membela suatu keyakinan. Jika
yang dibela benar, dan dia melakukannya dengan landasan pendapat orang yang
membolehkannya maka bisa jadi dia tidak dikatakan bunuh diri; karena dia
berudzur dengan apa yang dia dengar. ( Koran Al Furqan Kuwait, 28
Shafar, edisi 145, hal. 21 dengan perantaraan Salafiyyun wa Qadhiyatu
Filisthin,hal. 62)[4]
Di suatu sore hari, pada tahun 1400 H, pada saat Syaikh
Abdullah bin Humaid rahimahullahu Ta’ala –mantan Hakim Agung di Makkah
Al-Mukarramah– sedang memberikan ceramah di samping pintu masuk ke sumur Zamzam
di dekat Ka’bah Al-Musyarrafah, ada seseorang yang bertanya tentang hukum aksi
bom syahid. Orang tersebut berkata, “Wahai Syaikh yang mulia, apakah
hukumnya dalam Islam jika ada seorang muslim yang mengenakan seperangkat
peledak, kemudian dia menyusup ke dalam sekumpulan musuh kaum muslimin dan
meledakkan dirinya dengan maksud untuk membunuh sebanyak mungkin dari musuh
tersebut?”
Syaikh menjawab, “Alhamdulillah, sesungguhnya aksi individu
seorang muslim yang membawa seperangkat bahan peledak, kemudian dia menyusup ke
dalam barisan musuh dan meledakkan dirinya dengan maksud untuk membunuh musuh
sebanyak mungkin dan dia sadar bahwa dia adalah orang yang pertama kali
terbunuh; saya katakan; bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah termasuk
bentuk jihad yang disyariatkan. Dan, insya Allah orang tersebut mati syahid.” (Dikutip
dari Al-‘Amaliyyat Al-Istiyhadiyyah fi Al-Mizan Al-Fiqhiy/DR. Nawaf Hail
Takruri/hlm 101-102/penerbit Dar Al-Fikr, Beirut/Cetakan kedua edisi
revisi/1997 M –1417 H)[5]
Beliau
adalah ulama Salafi yang wafat tahun 2002 M, dan dijuluki bapaknya para
mujahidin lantaran sangat perhatian dengan duania jihad di Afghanistan,
Chechnya, dan Palestina.
“Mujahidin
di Palestina, Chechnya dan selain keduanya di negeri-negeri Muslim yang
melaksanakan Jihad demi mengalahkan musuh-musuh mereka dengan satu metode yang
disebut Istisyhadiyah (memburu syahid). Operasi Istisyhadiyah ini
dilakukan dengan cara mengikatkan bahan peledak pada tubuh mereka, atau
diletakkan dalam kantongnya atau alat-alat yang ada pada dirinya atau juga
dalam mobilnya yang dipenuhi dengan explosive kemudian meledakkan dirinya
ditengah sekumpulan musuh atau tempat-tempat musuh dan yang semisalnya, atau
dengan berpura-pura menyerah kepada musuh kemudian dia meledakkan dirinya
dengan tujuan memperoleh kesyahidan dan memerangi musuh serta menimbulkan
kerugian pada mereka.
Bagaimanakah hukum operasi seperti itu? Dan apakah hal
tersebut termasuk perbuatan bunuh diri ? Apapula perbedaan antara bunuh diri
dan operasi Istisyhadiyah ?.Jazaakumullahu Khair, dan semoga Allah
memberikan ampunan-Nya kepada anda..”
Jawaban
Syaikh Hamud bin ‘Uqla Asy Syu’aibi (Teks Arab):
الجواب ..
الحمد لله رب
العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين نبينا محمد وعلى آله وصحبه
أجمعين أما بعد :
قبل الإجابة على
هذا السؤال لابد أن تعلم أن مثل هذه العمليات المذكورة من النوازل المعاصرة التي
لم تكن معروفة في السابق بنفس طريقتها اليوم ، ولكل عصر نوازله التي تحدث فيه ،
فيجتهد العلماء على تنـزيلها على النصوص والعمومات والحوادث والوقائع المشابهة لها
والتي أفتى في مثلها السلف ، قال تعالى : ( ما فرطنا في الكتاب من شيء ) وقال عليه
الصلاة والسلام عن القرآن : ( فيه فصل ما بينكم ) ، وان العمليات الاستشهادية
المذكورة عمل مشروع وهو من الجهاد في سبيل الله إذا خلصت نية صاحبه وهو من انجح
الوسائل الجهادية ومن الوسائل الفعّالة ضد أعداء هذا الدين لما لها من النكاية
وإيقاع الإصابات بهم من قتل أو جرح ولما فيها من بث الرعب والقلق والهلع فيهم
،ولما فيها من تجرئة المسلمين عليهم وتقوية قلوبهم وكسر قلوب الأعداء والإثخان
فيهم ولما فيها من التنكيل والإغاضة والتوهين لأعداء المسلمين وغير ذلك من المصالح
الجهادية .
ويدل على مشروعيتها
أدلة من القرآن والسنة والإجماع ومن الوقائع والحوادث التي تنـزّل عليها وردت
وأفتى فيها السلف كما سوف نذكره إن شاء الله .
أولا : الأدلة من
القرآن :
1 – منها قوله
تعالى : ( ومن الناس من يشرى نفسه ابتغاء مرضات الله والله رؤف بالعباد ) ، فإن
الصحابة رضي الله عنهم أنزلوها على من حمل على العدو الكثير لوحده وغرر بنفسه في
ذلك ، كما قال عمر بن الخطاب وأبو أيوب الأنصاري وأبو هريرة رضي الله عنهم كما
رواه أبو داود والترمذي وصححه ابن حبان والحاكم ، ( تفسير القرطبي 2 / 361 ) .
2 – قوله تعالى : (
إن الله اشترى من المؤمنين أنفسهم وأموالهم بأن لهم الجنة يقاتلون في سبيل الله
فيقتلون ويُقتلون .. ) الآية ، قال ابن كثير رحمه الله : حمله الأكثرون على أنها
نزلت في كل مجاهد في سبيل الله .
3 – قوله تعالى : (
واعدوا لهم ما استطعتم من قوة من رباط الخيل ترهبون به عدو الله وعدوكم ) ،
والعمليات الاستشهادية من القوة التي ترهبهم .
4 – قال تعالى في
الناقضين للعهود : ( فإما تثقفنهم في الحرب فشرد بهم من خلفهم لعلهم يذكرون ) .
ثانيا : الأدلة من
السنة :
1 – حديث الغلام
وقصته معروفة وهي في الصحيح ، حيث دلهم على طريقة قتله فقتلوه شهيدا في سبيل الله
، وهذا نوع من الجهاد ، وحصل نفع عظيم ومصلحة للمسلمين حيث دخلت تلك البلاد في دين
الله ، إذ قالوا : آمنا برب الغلام ، ووجه الدلالة من القصة أن هذا الغلام المجاهد
غرر بنفسه وتسبب في ذهابها من أجل مصلحة المسلمين ، فقد علّمهم كيف يقتلونه ، بل
لم يستطيعوا قتله إلا بطريقة هو دلهم عليها فكان متسبباً في قتل نفسه ، لكن أُغتفر
ذلك في باب الجهاد ، ومثله المجاهد في العمليات الاستشهادية ، فقد تسبب في ذهاب
نفسه لمصلحة الجهاد ، وهذا له أصل في شرعنا ، إذ لو قام رجل واحتسب وأمر ونهى
واهتدى الناس بأمره ونهيه حتى قتل في ذلك لكان مجاهدا شهيدا ، وهو مثل قوله عليه
الصلاة والسلام :( افضل الجهاد كلمة حق عند سلطان جائر ) .
2 – فعل البراء بن
مالك في معركة اليمامة ، فإنه اُحتمل في تُرس على الرماح والقوة على العدو فقاتل
حتى فتح الباب ، ولم ينكر عليه أحد من الصحابة ، وقصته مذكورة في سنن البيهقي في
كتاب السير باب التبرع بالتعرض للقتل ( 9 / 44 ) وفي تفسير القرطبي ( 2 / 364 )
أسد الغابة ( 1 / 206 ) تاريخ الطبري .
3 – حمل سلمة ابن
الأكوع والأخرم الأسدي وأبي قتادة لوحدهم على عيينة بن حصن ومن معه ، وقد أثنى
الرسول صلى الله عليه وسلم فقال : ( خير رجّالتنا سلمة ) متفق عليه.، قال ابن
النحاس : وفي الحديث الصحيح الثابت : أدل دليل على جواز حمل الواحد على الجمع
الكثير من العدو وحده وان غلب على ظنه انه يقتل إذا كان مخلصا في طلب الشهادة كما
فعل سلمة بن الأخرم الأسدي ، ولم يعب النبي عليه الصلاة والسلام ولم ينه الصحابة
عن مثل فعله ، بل في الحديث دليل على استحباب هذا الفعل وفضله فإن النبي عليه
الصلاة والسلام مدح أبا قتادة وسلمة على فعلهما كما تقدم ، مع أن كلاً منهما قد
حمل على العدو وحده ولم يتأنّ إلى أن يلحق به المسلمون اهـ مشارع الأشواق ( 1 /
540 ) .
4 – ما فعله هشام
بن عامر الأنصاري لما حمل بنفسه بين الصفين على العدو الكثير فأنكر عليه بعض الناس
وقالوا : ألقى بنفسه إلى التهلكة ، فرد عليهم عمر بن الخطاب وأبو هريرة رضي الله
عنهما وتليا قوله تعالى ( ومن الناس من يشرى نفسه ابتغاء مرضات الله .. ) الآية ،
مصنف ابن أبي شيبة ( 5 / 303 ، 322 ) سنن البيهقي ( 9 / 46 ) .
5 – حمل أبي حدرد
الأسلمي وصاحيبه على عسكر عظيم ليس معهم رابع فنصرهم الله على المشركين ذكرها ابن
هشام في سيرته وابن النحاس في المشارع( 1 /545 ).
6 – فعل عبدالله بن
حنظلة الغسيل حيث قاتل حاسراً في إحدى المعارك وقد طرح الدرع عنه حتى قتلوه ، ذكره
ابن النحاس في المشارع ( 1 / 555 ) .
7 – نقل البيهقي في
السنن ( 9 / 44 ) في الرجل الذي سمع من أبي موسى يذكر الحديث المرفوع : الجنة تحت
ظلال السيوف . فقام الرجل وكسر جفن سيفه وشد على العدو ثم قاتل حتى قتل .
8 – قصة أنس بن
النضر في وقعة أحد قال : واهاً لريح الجنة ، ثم انغمس في المشركين حتى قتل . متفق
عليه
ثالثا : الإجماع :
نقل ابن النحاس في
مشارع الأشواق ( 1 / 588 ) عن المهلب قوله : قد أجمعوا على جواز تقحم المهالك في
الجهاد ، ونقل عن الغزالي في الإحياء قوله : ولا خلاف في أن المسلم الواحد له أن
يهجم على صف الكفار ويقاتل وإن علم أنه يقتل .
ونقل النووي في شرح
مسلم الاتفاق على التغرير بالنفس في الجهاد ، ذكره في غزوة ذي قرد ( 12 / 187 ) .
هذه الحوادث السبع
السابقة مع ما نُقل من الإجماع هي المسألة التي يسميها الفقهاء في كتبهم مسألة حمل
الواحد على العدو الكثير ، وأحيانا تسمى مسألة الانغماس في الصف ، أو مسألة
التغرير بالنفس في الجهاد ……..
(Terjemahannya)
Jawab:
“Segala puji bagi Allah, Rabb (Tuhan) semesta alam,shalawat
dan Salam atas semulia-mulia Nabi dan Rasul, nabi kita Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, juga atas keluarganya dan sahabatnya,seluruhnya.
Selanjutnya:
Sebelum menjawab pertanyaan ini, seyogyanya anda mengetahui
bahwa operasi yang disebut ini, merupakan masalah kontemporer yang dimasa lalu metode seperti ini tidak
didapati. Dan memang setiap zaman memiliki karakteristik permasalahan
tersendiri yang timbul di zaman itu. Karena itu para ulama berijtihad dengan
memperhatikan nash-nash dan keumumannya, serta perbincangan mengenai hal
tersebut dan fakta-fakta yang menyerupainya juga, bagaimana fatwa Ulama Salaf
mengenai hal berkenaan.
Firman Allah:
“Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam Al Kitab” (QS. Al An’am (6) : 3)
Dan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa sallam bersabda tentang Al-Qur’an:
“Di dalamnya terdapat keputusan terhadap urusan di antara
kalian”
Amaliyah (operasi) Istisyhadiyah (mencari syahid)
yang tersebut di atas adalah amalan masyru’ (disyari’atkan dalam Islam)
dan merupakan bagian dari Jihad Fi Sabilillah jika pelakunya memiliki
niat yang ikhlas. Operasi inipun termasuk methode yang paling berhasil dalam
Jihad Fie Sabilillah melawan musuh-musuh dien ini, karena dengan wasilah
seperti terjadilah kerugian dan kerusakan pada musuh, baik berupa terbunuhnya
orang-orang kafir atau terluka, sekaligus menimbulkan kengerian dan ketakutan
pada mereka. Juga, dalam operasi istisyhad ini nyata, terlihatlah keberanian
dan kekuatan hati kaum Muslimin dalam menghadapi kaum kafir, dan merontokkan
hati musuh-musuh Islam, sekaligus menghinakan mereka dan mengakibatkan
kedongkolan dalam jiwa-jiwa mereka, dan hal-hal lainnya yang merupakan
kemaslahatan bagi kaum Muslimin, yang semuanya itu merupakan maslahat-maslahat
Jihadiyah.
Disyariatkannya operasi-operasi tersebut dibuktikan dengan adanya
dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan Ijma’ juga dengan adanya beberapa
fakta yang terjadi di dalamnya serta fatwa Salafush Sholeh mengenai hal ini,
sebagaimana akan disebutkan kemudian, Insya Allah.
Pertama : Dalil-dalil Qur’an
Firman Allah:
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya
karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada
hamba-hamba-Nya.” (Al-Baqarah : 207)
Sesungguhnya para sahabat Radhiallahu ‘anhum menerapkan ayat ini ketika seorang Muslim
seorang diri berjibaku menerjang musuh dengan bilangan yang banyak yang dengan
itu nyawanya dalam kondisi berbahaya, sebagaimana Umar bin Khaththab dan Abu
Ayub Al-Anshari juga Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhum sebagaimana
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidizy dan Ibnu Hibban serta Al-Hakim
menshahihkannya ( Tafsir Al-Qurthubi, 2/361)
Firman Allah :
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min,
diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang
pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji
yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang
lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual
beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (
At-Taubah 111 ). Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: Kebanyakan (Ulama/Mufassir)
berpendapat bahwa ayat tersebut berkenaan dengan setiap Mujahid Fi
Sabilillah.
Firman Allah :
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja
yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang
dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa
saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup
kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS.Al Anfal
(8) : 60)
Allah berfirman
terhadap mereka yang merusak perjanjian :
“Jika kamu menemui mereka dalam peperangan, maka cerai
beraikanlah orang-orang yang di belakang mereka dengan (menumpas) mereka,
supaya mereka mengambil pelajaran” (QS. Al-Anfal (8):57).
Kedua: Dalil-dalil dari As-Sunnah:
Hadits Ghulam (pemuda) yang kisahnya terkenal, terdapat
dalam Shahih Bukhari, ketika ia menunjukkan musuh cara membunuh dirinya, lalu
musuh itupun membunuhnya, sehingga ia mati dalam keadaan syahid di jalan Allah.
Maka operasi seperti ini merupakan salah satu jenis Jihad, dan menghasilkan
manfaat yang besar, dan kemaslahatan bagi kaum Muslimin, ketika penduduk negeri
itu masuk kepada dien(agama) Islam, yaitu ketika mereka berkata : “Kami beriman
kepada Rabb (Tuhan) nya pemuda ini”.
Petunjuk (dalil) yang dapat di ambil dari hadits ini adalah
bahwa Pemuda (Ghulam) tadi merupakan seorang Mujahid yang mengorbankan dirinya
dan rela kehilangan nyawa dirinya demi tujuan kemaslahatan kaum Muslimin.
Pemuda tadi telah mengajarkan mereka bagaimana cara membunuh dirinya, bahkan
mereka sama sekali tidak akan mampu membunuh dirinya kecuali dengan cara yang
ditunjukkan oleh pemuda tersebut, padahal cara yang ditunjukkan itu merupakan
sebab kematian dirinya, akan tetapi dalam konteks Jihad hal ini diperbolehkan.
Operasi sedemikian ini diterapkan oleh Mujahidin dalam Istisyhad
(operasi memburu kesyahidan), kedua-duanya memiliki inti masalah yang sama,
yaitu menghilangkan nyawa diri demi kemaslahatan jihad. Amalan-amalan seperti
ini memiliki dasar dalam syari’at Islam. Tak ubahnya pula dengan seseorang yang
hendak melaksakanan Amar Ma’ruf Nahyi Munkar di suatu tempat dan
menunjukkan manusia kepada Hidayah sehingga dia terbunuh di tempat tersebut,
maka dia dianggap sebagai seorang Mujahid yang Syahid, ini seperti sabda
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Jihad yang paling utama adalah mengatakan Al-haq di depan penguasa yang Jaa-ir
(jahat).”
Amaliyah yang dilakukan oleh Bara bin Malik dalam
pertempuran di Yamamah. Ketika itu ia diusung di atas tameng yang berada di
ujung-ujung tombak, lalu dilemparkan ke arah musuh, diapun berperang (di dalam
benteng) sehingga berhasil membuka pintu Benteng. Dalam kejadian itu tidak
seorangpun sahabat r.a menyalahkannya. Kisah ini tersebut dalam Sunan
Al-Baihaqi, dalam kitab As-Sayru Bab At-Tabarru’ Bit-Ta’rudhi Lilqatli
(9/44), tafsir Al-Qurthubi (2/364), Asaddul Ghaabah (1/206), Tarikh Thabari.
Operasi yang dilakukan oleh Salamah bin Al-’Akwa dan
Al-Ahram Al-Asadi, dan Abu Qatadah terhadap Uyainah bin Hishn dan pasukannya.
Dalam ketika itu Rasulullah s.a.w memuji mereka, dengan sabdanya: “Pasukan
infantry terbaik hari ini adalah Salamah” (Hadits Muttafaqun ‘Alaihi
/Bukhari-Muslim).
Ibnu Nuhas berkata : Dalam hadits ini telah teguh tentang
bolehnya seorang diri berjibaku ke arah pasukan tempur dengan bilangan yang
besar, sekalipun dia memiliki keyakinan kuat bahwa dirinya akan terbunuh.Tidak
mengapa dilakukan jikan dia ikhlas melakukannya demi memperoleh kesyahidan
sebagaimana dilakukan oleh Salamah bin Al-’Akwa, dan Al-Akhram Al-Asaddi. Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam tidak mencela, sahabat Radhiallahu ‘Anhum tidak
pula menyalahkan operasi tersebut. Bahkan di dalam hadits tersebut menunjukkan
bahwa operasi seperti itu adalah disukai, juga merupakan keutamaan. Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam memuji Abu Qatadah dan Salamah sebagaimana disebutkan
terdahulu.Dimana masing-masing dari mereka telah menjalankan operasi Jibaku
terhadap musuh seorang diri (Masyari’ul Asywaq, 1/540)
Apa yang dilakukan oleh Hisyam bin Amar Al-Anshari, ketika
dia meneroboskan dirinya di antara Dua pasukan, menerjang musuh seorang diri
dengan bilangan musuh yang besar, waktu itu sebagian kaum Muslimin berkata: Ia
menjerumuskan dirinya dalam kebinasaan, Umar bin Khaththab r.a membantah klaim
sebagian kaum Muslimin tersebut, begitu juga Abu Hurairah r.a, lalu keduanya
membaca ayat: “Dan diantara manusia
ada yang mengorbankan dirinya demi mencari keridhaan Allah…” (QS.Al-Baqarah
(2): 207 )
Al-Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (5/303,222), Sunan Al-Baihaqi
(9/46). Abu Hadrad Al-Aslami dan Dua orang
sahabatnya menerjangkan diri ke arah pasukan besar, tidak ada orang ke-empat
selain mereka bertiga, akhirnya Allah memenangkan kaum Muslimin atas kaum
Musyrikin. Ibnu Hisyam menyebut riwayat ini dalam kitab sirahnya. Ibnu Nuhas
menyebutnya dalam Al-Masyaari’ (1/545).
Operasi yang dilakukan oleh Abdullah bin Hanzhalah
Al-Ghusail, ketika ia berjibaku menerjang musuh dalam salah satu pertempuran,
sedangkan baju besi pelindung tubuhnya sengaja ia buang, kemudian kaum kafir
berhasil membunuhnya. Disebutkan oleh Ibnu Nuhas dalam Al-Masyari’
(1/555).
Imam Al-Baihaqi dalam As-Sunan (9/44) menukil
tentang seorang lelaki yang mendengar sebuah hadits dari Abu Musa :”Jannah
(syurga) itu berada di bawah naungan pedang” Lalu lelaki itu memecahkan sarung
pedangnya, lantas menerjang musuh seorang diri, berperang sampai ia terbunuh.
Kisah Anas bin Nadhar dalam salah satu pertempuran Uhud,
katanya: “Aku sudah terlalu rindu dengan wangi jannah (syurga)” kemudian ia
berjibaku menerjang kaum Musyrikin sampai terbunuh. (Muttafaqun ‘Alaihi).
Ketiga:
Dalil dari Ijma’
Ibnu Nuhas mengutip dari Masyari’ al Asywaq
(1/588), dari Al Muhallab dia berkata: “Mereka (para ulama) telah ijma’
bolehnya menghamburkan diri ke tempat yang membinasakan dalam jihad, dan juga
telah mengutip dari Al Ghazali dalam Al Ihya’-nya: bahwa tidak ada perselisihan pendapat tentang
bolehnya seorang muslim menyerang barisan orang kafir untuk membunuh mereka
walau dia tahu dia juga akan terbunuh.” An Nawawi dalam Syarh Muslim-nya
menyebutkan adanya kesepakatan para ulama tentang bolehnya membahayakan diri
sendiri dalam medan jihad, beliau menyebutkannya dalam ghazwah
(peperangan) dzi qard. (12/187).
Tujuh kejadian yang telah kami
sebutkan sebelumnya, juga kutipan adanya ijma’, maka para fuqaha
(ahli fiqih) kita telah menyebutkannya dalam kitab-kitab mereka dalam
pembicaraan tentang ‘Serangan seorang diri terhadap musuh yang banyak’, atau kadang pada permasalahan ‘Menenggelamkan
diri ke dalam barisan musuh’, atau permasalahan ‘Membahayakan diri
sendiri di medan jihad.’[6]….dan
seterusnya.
5.
Fatwa Syaikh Sulaiman
bin Mani’ Hafizhahullah (Ulama Saudi Arabia, anggota Hai’ah Kibaril
Ulama)
Beliau ditanya tentang aksi ‘intihariyah’-
mengorbankan diri sendiri- ketika melawan musuh Islam dalam jihad apakah itu
mati syahid?
Beliau menjawab:
الحمد لله, لا شك
أن العمليات الانتحارية في سبيل الله ضد أعداء الله ورسوله وأعداء المسلمين قربة
كريمة يتقرب بها المسلم إلى ربه, ولا شك أنها من أفضل أبواب الجهاد في سبيل الله,
ومن استشهد في مثل هذه العمليات فهو شهيد إن شاء الله.
ولنا من التاريخ
الإسلامي في عهد النبوة وفي عهد الخلفاء الراشدين ومن بعدهم مجموعة من صور الجهاد
في سبيل الله, ومن أبرز صور جهاد البطولة والشجاعة النابعة من الإيمان بالله وبما
أعده سبحانه للشهداء ما في قتال المرتدين وفي طليعتهم مسيلمة الكذاب وقومه, فقد
كان لبعض جيوش الإسلام في هذه المعركة عمليات انتحارية في سبيل افتتاح حديقة
مسيلمة (حصنه المتين).
ولكن ينبغي للمسلم
المجاهد أن يحسن نيته في جهاده وأن يكون جهاده في سبيل الله فقط, وألا يلقي بنفسه
إلى التهلكة في عملية يغلب على ظنه عدم انتفاعه منها……
“Alhamdulillah, tidak ragu lagi sesungguhnya aksi
mengorbankan diri pada jihad fi sabilillah melawan musuh-musuh Allah dan
RasulNya dan musuh kaum muslimin, merupakan upaya qurbah (pendekatan)
yang mulia bagi seorang muslim kepada Rabbnya dan tidak ragu pula bahwa itu merupakan di antara pintu jihad
fi sabilillah yang paling utama, barang siapa yang mencari syahid dengan
aksi ini maka itu adalah mati syahid Insya Allah.
Dalam sejarah Islam baik pada masa kenabian, Khulafa’ur
Rasyidin, dan yang mengikuti mereka, kita memiliki kumpulan gambaran jihad fi
sabilillah, yang paling menonjol di antara gambaran jihad kepahlawan dan
keberanian karena iman kepada Allah Ta’ala dan apa-apa yang telah dijanjikanNya
untuk para syuhada, adalah ketika memerangi kaum murtadin yang dipelopori oleh
Musailamah Al Kadzdzab dan pengikutnya. Pada peperangan tersebut pasukan
Islam membuka benteng pertahanannya yang sangat kuat.
Tetapi hendaknya seorang mujahid memperbaiki niatnya, dia
hanya menjadikan jihad fi sabilillah adalah satu-satunya niat dan hendaknya
jangan melakukan aksi menjerumuskan diri dalam kebinasaan yang tidak membawa
manfaat dan janganlah melakukan takwil untuk keluar (memisahkan diri) dari
pemerintahan Islam, dan seseungguhnya mendakwahi mereka bukanlah itu, melainkan dengan menasehati mereka
dengan hikmah dan pelajaran yang baik,
dan komitmen dengan adab memberikan nasihat. Wallahul Musta’an….”[7]
6.
Fatwa Syaikh Sulaiman
bin Nashir Al ‘Alwan Hafizhahullah
Beliau ada tiga fatwa, saya akan kutipkan fatwanya yang pertama (fatwa kedua dan ketiga
berisi sama dan memperkuat fatwa yang pertama). Beliau ditanya tentang
perkataan sebagian ulama yang mengatakan bahwa aksi perlawanan di Palestina,
Checnya, adalah aksi bunuh diri yang diharamkan, apa pendapat Anda?
Beliau menjawab:
حين نرجع إلى كتب
اللغة وعلماء الشريعة وننظر في تعريف المنـتحر لغة وشرعاً لا نرى تشابهاً بين
المنتحر الذي يقتل نفسه طلباً للمال أو جزعاً من الدنيا ، وبين الفدائي الذي بذل
نفسه وتسبب في قتلها من أجل دينه وحماية عرضه . والتسوية بين الانتحار المحرم
شرعاً بالكتاب والسنة والإجماع وبين العمليات الاستشهادية تسوية جائرة وقسمة ضيزى
. ومعاذ الله أن يستوي رجل قتل نفسه في سبيل الشيطان وآخر قدّم نفسه ودمه في طاعة
الرحمن ، فو الله ما استويا ولن يتساويا ، فالمنتحر يقتل نفسه من أجل نفسه وهواه
نتيجة للجزع وعدم الصبر وقلة الإيمان بالقضاء والقدر ونحو ذلك ، وذاك الفدائي يقتل
نفسه أو يتسبب في قتلها بحثاً عن التمكين للدين وقمعاً للأعداء وإضعافاً لشوكتهم
وزعزعة لسلطانهم وكسراً لباطلهم . وأيّ فرق في الشرع بين العمليات الاستشهادية
وبين الاقتحام على العدو مع غلبة الظن بالموت وقد تواترت الأدلة عن النبي صلى الله
عليه وسلم في فضل الاقتحام والانغماس في العدو وقتالهم وظاهر هذا ولو تحقق أنهم
يقتلونه ويريقون دمه .
“Ketika kami merujuk kepada kitab-kitab bahasa
dan para ulama syariah, kami melihat tidak ada kesamaan baik makna secara
bahasa dan syariat, antara bunuh diri karena faktor urusan harta dunia dan aksi istisyhadiyah dalam
rangka perlawanan yang mengorbankan dirinya karena faktor agama dan menjaga
kehormatan.
Menyamakan antara bunuh diri yang diharamkan syariat baik Al
Kitab, As Sunnah, dan ijma’, dengan aksi istisyhadiyah (mencari syahid)
adalah penyamaan yang zalim dan pembagian yang tidak adil. Na’udzubillah,
bila menyamakan seseorang membunuh dirinya di jalan syetan, dengan yang lainnya
yang mengorbankan nyawanya, darahnya, dalam ketaatan kepada Allah. Maka, demi
Allah, keduanya tidaklah sama dan selamanya tidak sama. Bunuh diri adalah
membunuh diri sendiri dengan alasan dirinya, hawa nafsu, efek dari keluh kesah,
hilangnya kesabaran serta tipisnya keimanan terhadap qadha dan qadar
dan semisalnya. Sedangkan, para pejuang itu, mereka membunuh dirinya bukan
karena itu, melainkan demi mengokohkan agama, mengalahkan musuh, melemahkan
kekuatan mereka, serta menggoncangkan pemimpin mereka, serta menghancurkan
kebatilan mereka.
Apa bedanya antara aksi istisyhadiyah dengan menyerang
musuh dengan perkiraan dirinya pun juga akan menemui kematian karena
serangannya. Telah banyak dalil-dalil mutawatir dari Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam tentang keutamaan menyerang musuh, menceburkan diri
kepada mereka, walau dengan itu musuh bisa membunuhnya dan menumpahkan
darahnya.[8]
Sekian dari Syaikh Sulaiman Nashir Al Ulwan.
7.
Fatwa Syaikh Hamid bin
Abdillah Al Ali hafizhahullah
Beliau berkata:
فالحكم لا يتغير
فيما لو باشر قتل نفسه في صف العدو وبين ظهرانيهم ، وذلك بقصد قتل أكبر عدد منهم
لا قتل نفسه، وإنما جعل نفسه وسيلــة وسببا لذلك فحسب ، لافرق بين الصورتين في
الحكم الشرعي ، لأن التسبب له نفس حكم المباشرة في القصاص ، فكذلك له نفس الحكم في
مسألتنا هذه إذ لا فرق بينهما هذا .
وقد دلت الأدلة ،
وفتاوى أهل العلم على جواز ما ذكر في القسم الأول بشرط أن يحقق المجاهد مصلحة
شرعية كالنكاية في العدو ، أو تجرئة المسلمين على أعدائهم ، أو إضعاف روح العدو
القتالية والحاق الهزيمة النفسية بهم
“Hukum Aksi bom syahid ini tidak ada bedanya
dengan jika dia maju ke tengah-tengah barisan musuh untuk membunuh musuh
sebanyak-banyaknya tanpa maksud membunuh dirinya. Akan tetapi dalam hal ini.
Dia menjadikan dirinya sebagai sarana untuk membunuh musuh. Secara syar’i dua hukum
ini tidak ada bedanya, karena hal itu sama hukumnya dengan pembalasan yang
langsung. Fatwa-fatwa ahlul ilmi yang telah kami sebutkan membolehkan seorang
mujahid melakukan aksi ini demi kepentingan yang syar’i seperti untuk
menewaskan musuh atau memberi semangat kepada kaum muslimin agar berani
menghadapi musuh-musuhnya atau melemahkan semangat musuh atau menghancurkan
kejiwaan mereka.”[9]
8.
Fatwa Syaikh Yusuf Al Qaradhawy
Hafizhahullah
Beliau menuliskan fatwanya sangat
panjang dalam Fatawa Mu’ashirah Jilid III, dengan memaparkan Al
Quran dan tafsirnya, hadits dan tafsirnya, begitu pula sejarah Islam, dan juga
pandangan ulama terdahulu. Oleh karena, sesuai kebutuhan saja, saya akan
meringkas dengan tanpa menghilangkan esensinya. Bagi yang ingin membacanya secara
lengkap, silahkan melihat di kitab tersebut.
Beliau berkata: “Saya ingin katakan di
sini bahwa operasi-operasi ini adalah termasuk cara yang paling jitu dalam
jihad fisabilillah. Dan ia termasuk bentuk teror yang diisyaratkan dalam Al
Qur'an dalam sebuah firman Allah Ta'ala yang artinya:"Dan persiapkanlah
kekuatan apa yang bisa kamu kuasai dan menunggang kuda yang akan bisa membuat
takut musuh-musuh Allah dan musuhmu." (QS. Al Anfal: 60).
Penamaan operasi ini dengan nama
"bunuh diri" adalah sangat keliru dan menyesatkan. Ia adalah operasi
tumbal heroik yang bernuansa agamis, ia sangat jauh bila dikatakan sebagai
usaha bunuh diri. Juga orang yang melakukannya sangat jauh bila dikatakan
sebagai pelaku bunuh diri.
Orang yang bunuh diri itu membunuh
dirinya untuk kepentingan pribadinya sendiri. Sementara pejuang ini
mempersembahkan dirinya sebagai korban demi agama dan umatnya. Orang yang bunuh
diri itu adalah orang yang pesimis atas dirinya dan atas ketentuan Allah,
sedangkan pejuang ini adalah manusia yang seluruh cita-citanya tertuju kepada
rahmat Allah Ta’ala.
Orang yang bunuh diri itu ingin
menyelesaikan dari dirinya dan dari kesulitannya dengan menghabisi nyawanya
sendiri, sedangkan seorang mujahid ini membunuh musuh Allah dan musuhnya dengan
senjata terbaru ini yang telah ditakdirkan menjadi milik orang-orang lemah
dalam menghadapi tirani kuat yang sombong. Mujahid itu menjadi bom yang siap
meledak kapan dan di mana saja menelan korban musuh Allah dan musuh bangsanya,
mereka (baca: musuh) tak mampu lagi menghadapi pahlawan syahid ini. Pejuang
yang telah menjual dirinya kepada Allah, kepalanya ia taruh di telapak
tangan-Nya demi mencari syahadah di jalan Allah.
Para pemuda pembela tanah airnya, bumi
Islam, pembela agama, kemuliaan dan umatnya, mereka itu bukanlah orang-orang
yang bunuh diri. Mereka sangat jauh dari bunuh diri, mereka benar-benar orang
syahid. Karena mereka persembahkan nyawanya dengan kerelaan hati di jalan
Allah; selama niatnya ikhlas hanya kepada Allah saja; dan selama mereka
terpaksa melakukan cara ini untuk menggetarkan musuh Allah Ta'ala, yang
jelas-jelas menyatakan permusuhannya dan bangga dengan kekuatannya yang
didukung oleh kekuatan besar lainnya.”
Bahkan
Syaikh al Qaradhawy menguatkan pendapatnya dengan pandangan ulama klasik yang juga membolehkan aksi sejenis bom
syahid, yakni pandangan Imam al Jashash, Imam al Qurthubi Imam Ar Razi, Imam
Ibnu Katsir, Imam ath Thabari, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Asy Syaukani, Syaikh
Rasyid Ridha, dan lain-lain.
Pada akhir fatwanya, dia berkata:
“Saya (Al Qardhawi) yakin kebenaran itu
sudah sangat jelas sekali, cahaya pagi itu sudah nampak bagi yang punya indera.
Semua pendapat di atas membantah mereka yang mengaku-aku pintar, yang telah
menuduh para pemuda yang beriman kepada Tuhannya kemudian bertambah yakin
keimanannya itu. Mereka telah menjual dirinya untuk Allah, mereka dibunuh demi
mempertaruhkan agama-Nya. Mereka menuduhnya telah membunuh diri dan
menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan. Mereka itu, insya Allah, adalah para
petinggi syahid di sisi Allah. Mereka adalah elemen hidup yang menggambarkan
dinamika umat, keteguhannya untuk melawan, ia masih hidup bukan mati, masih
kekal tidak punah. Seluruh apa yang kami minta di sini adalah: seluruh operasi
itu dilakukan setelah menganalisa dan menimbangkan sisi positif dan negatifnya.
Semua itu dilakukan melalui perencanaan yang matang sekali di bawah pengawasan
kaum muslimin yang mumpuni . Kalau mereka melihat ada kebaikan, segera maju dan
bertawakkal kepada Allah. Karena Allah SWT berfirman yang artinya:"Dan
barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah itu Maha
Agung dan Maha Bijaksana." (QS. Al Anfal: 49)”[10]
FATWA RESMI PARA ULAMA
ISLAM TENTANG BOM SYAHID DI PALESTINA DAN SYARAT- SYARATNYA
Bismillahirrahmanirrahim,
Menyusul
operasi bom syahid di Palestina (Yerusalem dan Tel Aviv) serta pemberitaan
berbagai media massa dan pendapat yang
bertebaran dari para tokoh dan pemimpin negara Islam, maka kami menyampaikan
fatwa resmi kolektif (berjama'ah) para ulama dan tokoh Islam di berbagai
penjuru dunia yang concern (perhatian) terhadap penindasan dan kezaliman
terhadap kaum muslimin di Palestina dan ikut serta merasakan dan
mengetahui secara persis keadaan mereka
serta berjuang bahu-membahu bersama mereka, sebagai berikut:
1. Jelas sekali bahwa
orang Yahudi menduduki Palestina -dalam pandangan hukum Islam- merupakan kafir
harbi (kafir yg wajib diperangi), musuh agama, perampas Hak Kemanusiaan
dan penjajah. Mereka telah merampas Palestina termasuk tanah suci Yerusalem,
mendirikan pemukiman & pemerintahan yg tidak sah di atasnya, mereka telah
merekayasa opini dunia dan meyakini bahwa Yerusalem akan menjadi ibukota abadi
mereka. Dan ini merupakan keyakinan akidah mereka, apakah itu anggota partai
buruh, partai likud, aktifis LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat) maupun kalangan independen, hal ini juga tidak berbeda baik
kalangan sipil maupun militer, laki-laki
maupun wanita dalam masalah ini.
2. Penduduk Yahudi di
Palestina baik laki-laki maupun wanita dengan demikian adalah musuh-musuh
Islam, mereka datang dari berbagai negara untuk mencaplok tanah milik kaum
muslimin dan mendukung militer Israel yang bertanggungjawab atas agresi dan
kegiatan teror yang dilakukan oleh pemerintah mereka, kaum sipil mereka juga
tahu betul atas status negara yg mereka caplok dari bangsa Palestina, dan
mereka ikut serta dalam latihan-latihan militer untuk menjadi tentara
cadangan manakala pecah peperangan terbuka.
3. Penduduk Yahudi
dengan demikian telah memerangi kaum muslimin dan menumpahkan darah orang-orang
yang tidak berdosa, membuldoser tanah-tanah dan rumah-rumah mereka, mengusir
dan menumpahkan darah kaum muslimin, baik laki-laki, wanita dan ana-anak. Untuk
kemudian mereka membuat opini pada dunia, termasuk pada DUNIA ISLAM DAN
SEBAGIAN ULAMA YANG TIDAK FAHAM untuk bersimpati pada mereka, mendukung
"perdamaian" yang maknanya adalah pencaplokan terhadap tanah kaum
muslimin.
4. Mereka oleh
karenanya telah bahu-membahu terlibat aktif dalam pengusiran orang-orang muslim
(dan non muslim) dari rumah-rumah mereka, lalu merampas, menjajah dan menindas
mereka. Yahudi baik sipil ataupun militer adalah orang asing bagi bumi
Palestina. Mereka datang dengan didasari oleh keyakinan untuk membangun sinagog
di atas mesjid Palestina yg mereka yakini adalah merupakan Haykal Solomon yang
suci yang didasari oleh kitab hitam mereka Talmud yang dibuat-buat oleh pemuka
agama mereka.
Maka
didasari oleh hal-hal tersebut dan setelah MEMPERHATIKAN DENGAN SEKSAMA DAN
MEMPELAJARI DENGAN SERINCI-RINCINYA, mendengar suara hati dan keterangan dari
saudara kita kaum muslimin yang negaranya telah dirampas, dinodai, ditindas,
maka ALLAH Ta’ala telah berfirman:
“Sesungguhnya
Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang
memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang
lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka
mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah (60): 9)
Dalam ayat yang lain:
“Dan
bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat
mereka telah mengusir kamu.” (QS. Al Baqarah (2): 191)
Maka syariah membolehkan perlawanan dan
pembunuhan pada penjajah negara kaum muslimin meskipun itu sipil ataupun
militer, karena tidak dimungkinkan dalam peperangan dan penindasan serta
penjajahan untuk mengetahui secara persis apakah mereka termasuk orang yang
setuju atau tidak dalam pendudukan tanah Palestina, termasuk laki-laki, wanita,
maupun anak-anak, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga
pernah mengusir seluruh orang yahudi
Bani Qainuqa ( termasuk kaum wanita dan anak-anak mereka) pada hari
Sabtu pertengahan bulan Syawwal (Tarikh At-Thabari II/479-480; Al-Maghazi
Al-Waqidi I/176; Thabaqat al-Kubra, Ibnu Sa’ad II/28-29; hadits tentang
pengusiran bani Qainuqa di Madinah ini adalah shahih, lihat juga Al-Jami’us
Shahih Al-Bukhari, III/11).
Demikian
pula Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah memerintahkan pengusiran
pada Bani Nadhir yg didalamnya termasuk laki-laki, wanita dan anak-anak mereka
ke luar dari Madinah setelah perang Badar (Al-Mushannaf Abdurrazzaq,
V/357; Sunan Abi Daud II/139-140; Al-Mustadrak Al-Hakim II/483; Dala’il
Nubuwwah Al-Baihaqi III/446-450; Dala’il Nubuwwah Abu Nu’aim
III/176-177; Sirah Ibnu Hisyam III/683, hadits ini shahih lihat. juga Al-Jami’us Shahih, Al-Bukhari,
III/11).
Demikianlah
dalam fiqh Islam dibenarkan membunuh wanita dan anak-anak jika mereka ikut
serta membantu memusuhi kaum muslimin, atau karena sulit memisahkan mereka dari
kaum laki-laki, berdasarkan pembunuhan (penyembelihan) pada wanita Yahudi saat
peristiwa Bani Quraizhah (Sirah Ibnu Hisyam III/722; Musnad Ahmad VI/277;
Sunan Abi Daud II/250 dengan sanad yg Hasan).
Maka
jihad yang dilakukan oleh kaum muslimin terhadap Yahudi Israel adalah sah &
bernilai jihad dan jika mereka terbunuh maka mereka dihukumi mati syahid, dan ini
sama sekali bukan bunuh diri,
sebagaimana disinyalir oleh sebagian orang yang tidak tahu dan tidak
memahami masa;ah dengan baik. Sebagaimana saat salah seorang muslimin dalam
penaklukan Konstantinopel menyerang musuh seorang diri sampai ia terbunuh, maka
sebagian orang berkata : “Ia telah membunuh dirinya sendiri, wa laa tulquu
bi aydikum ilat tahlukah (janganlah kalian menjerumuskan diri kalian dalam
jurang kebinasaan) (QS Al-Baqarah (20): 195).”
Maka
Abu Ayyub Al-Anshari mengatakan : “Tidak demikian makna ayat itu, ayat itu
diturunkan tentang kami kaum Anshar yg ingin berhenti berjihad dan
berkonsentrasi untuk ekonomi mereka yang terabaikan. Maka Allah Ta’ala malah
menegur mereka dengan ayat tersebut.” Demikian pula dengan Anas bin Nadhar Radhiallahu
‘Anhu, paman Anas bin Malik yg telah menancapkan kakinya ke tanah pada
akhir perang Uhud (agar tidak bisa melarikan diri, sementara kaum muslimin yang
lain telah lari), sehingga turun (QS. Al-Ahzab (33): 23) atau sahabat yg masuk
ke dalam benteng Yamamah seorang diri, dan lain-lain. Kisah-kisah seperti ini
amat banyak dan ma’ruf di dalam Sirah dan Hadits yg Shahih maupun Hasan. Ulama-ulama
salaf seperti Al-Qasim bin Mukahimirah, Qasim bin Muhammad, Abdul Malik &
Ibnu Khuwaiz Mindan juga membenarkan aksi ini. Demikian ini pula pendapat Imam
Al-Qurthubi dalam tafsirnya tentang surat Al-Baqarah: 207, beliau menyatakan
demikian pula pendapat ulama salaf semisal Muhammad bin Al-Hasan dan lain-lain
Islam
melarang keras membunuh diri sendiri dan ia merupakan dosa besar, namun dalam
kasus peperangan yang nyata dengan kaum musyrikin di Palestina maka hal
tersebut bukanlah bunuh diri, sebagaimana sudah kami katakan, karena hal
tersebut telah benar-benar mendatangkan kesulitan pada pemerintah Israel,
menimbulkan ketakutan pada seluruh rakyat mereka dan membuat berkurangnya
kedatangan Yahudi dari seluruh dunia ke Palestina, serta membuat putus asa
pemerintahan Ariel Sharon dan Amerika Serikat sebagai sekutu terdekatnya. Bom
Syahid yang dilakukan oleh para pemuda Palestina telah terbukti ampuh untuk
menekan pemerintah Israel menghentikan keinginan mereka mencaplok Ghaza dan
Ariha, semoga nanti akan juga membuat mereka meninggalkan Jerusalem tempat
Al-Aqsha, Kiblat Pertama kaum muslimin, Amiin.
“Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan
pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak
akan dianiaya (dirugikan).” (QS. Al Anfal (8): 60). Walhamdulillahi Rabbil
‘alamin.
Hamba-Hamba Allah
Ta’ala yang bertanda tangan,
DR Muhammad Abu Faris
(Fiqh), DR Hammam Said (Hadits), DR Muhammad Amr (Dirasat Islam), DR Muhammad
Abdussahib (Dirasat Islam), DR Yasin
Daradka (Syariah), DR Abdul Khalil Abu Abid (Syariah), DR Muhammad Majally
(Syariah), DR Muhammad Nabil Thahir (Syariah), DR Ziab Aqil (Syariah), DR Ahmad
Naufal (Tafsir), DR Sulthan al-Aqilah (Dirasat Islam), DR Muhammad al-Uwaidah
(Dirasat Islam), DR Ahmad Al-Kufahi (Fiqh), Syaikh Sulaiman as-Sa’d (Dirasat
Islam), DR Muhammad al-Haj (Syariah), Syaikh Abdul Aziz Jabbar (Dirasat Islam),
DR Shalah Abdul Fattah al-Khalidi (Tafsir), DR Arif Khalil Abu Abid (Dirasat
Islam), DR Ibrahim Zaid Al-Khailany (Syariah), DR Mahmud Salamah Al-Ayyari
(Dirasat Islam), DR Rahil Muhammad Ghunaybah (Syariah), DR Rajih Al-Kurdi
(Aqidah), DR Mahmud Shalih Jabbar (Dirasat Islam), DR Yusuf Al-Qaradhawi
(Syariah).
Sebenarnya
masih sangat banyak teks para ulama yang mendukung bom syahid, tetapi untuk
tidak memperpanjang, maka saya sebutkan saja nama-nama ulama dan lembaga fatwa
Internasional yang menyetujui bom syahid ini. Di antaranya:
Merekalah
yang paling tahu kondisi Palestina, oleh karena itu mereka mengatakan untuk
para ulama ‘Salafi’ yang menentang bom syahid: “Kami katakana kepada para ulama
yang memfatwakan selain ini, tetaplah Anda di tempat Anda. Sesungguhnya kami
ini hidup berdampingan dengan Baitul Maqdis dan lebih tahu dengan segala yang
terjadi di dalamnya. Kami ini penduduk Palestina. Orang yang tinggal di Mekkah
lebih tahu tentang penduduk Mekkah.” (Fatwa 11 Shafar 1422H - 5 Mei 2001M)
2.Front Ulama Al zhar Mesir (Majalah Filisthin
Al Muslimah, hal. 24-25, edisi 5, tahun 14, Dzulhijjah 1416H-Mei 1996)
3.Para Ulama Jordania (Harian As
Sabil, edisi 121, th. III, 18 Maret 1996M)
4.Majelis Ulama Indonesia (Tempo
Interaktif, 16 desember 2003M, berjudul ‘MUI Dukung Aksi Bom Syahid’)
5. Nahdhatul Ulama (Hasil Munas
Alim Ulama NU di Asama Haji Pondok Gede, 25-28 Juli 2002)
6. Majma’ al Fiqh al islami di Sudan
7. Syaikh Abdullah bin Abdirrahman al
Jibrin (anggota Hai’ah Kibaril ‘Ulama Saudi Arabia)
8. Syaikh Abdullah bin Mani’ (anggota
Hai’ah Kibaril Ulama Saudi Arabia)
9. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu asy
Syaikh (manta mufti Saudi Arabia, gurunya Syaikh bin Baz)
10. Syaikh Sulaiman bin Nashir Al Alwan
(ulama berpengaruh di Saudi Arabi, hafal Sembilan kitab hadits)
11. Syaikh Salman bin Fahd Al ‘Audah
(ulama Saudi Arabia)
12. Syaikh Safar bin Abdirrahman Al
Hawali (Ketua Jurusan Aqidah Universitas Ummul Qurra - Mekkah))
13. Syaikh Abdul Karim Al Khudhair
(Dosen Universitas Imam Muhamad bin
Su’ud, Saudi Arabia)
14. Syaikh. Prof.Dr. Wahbah Az Zuhaili
(Ulama fiqih terkenal, Ketua Jurusan fiqih dan Ushul Fiqih di Fakultas Syariah
Universitas Damaskus)
15. Syaikh. Prof. Dr. Muhammad Az
Zuhaili (wakil dekan Fakultas Syariah, Universitas Damaskus)
16. Syaikh Muhammad bin Abdillah As
Saif (Mufti para mujahidin Chechnya)
17. Syaikh Jabir As Sa’idi (ulama Syam)
18. Syaikh Ajil Jasim An Nasymi (ulama
Kuwait)
19. Syaikh Hasan Ayyub (Mesir)
20.Syaikh Ali Muhammad Ash Shawwa
(Jordan)
21.Syaikhul Azhar Sayyid Muhammad Ath
Thanthawi (Mesir)
22. Syaikh. Prof. Dr. Said Ramadhan Al
Buthi (Ketua Jurusan Aqidah dan Perbandingan Agama di Fakultas 23. Syaria
Universitas Damaskus)
23. Syaikh Fathi Yakan (Libanon)
24. Syaikh Muhamamd Khair Haikal (Ulama
Syam)
25. Syaikh Muhammad Karim Rajih
(Syaikhul Qurra’ di Syam)
26. Syaikh Mutawalli Asy Sya’rawi
(Ulama Mesir)
27. Syaikh. Dr. Ibrahim Al Fayumi
(Sekjen Majelis Al A’la Al Islamiyah- Mesir)
28. Syaikh Abdul Majid Zaidan (Mesir)
29. Syaikh Dr. Ahmad Haikal (Mesir)
30. Syaikh Dr. Sa’ad Zhalam (Mesir)
31. Syaikh Dr. Muhammad Abdul Halim
Umar (Mesir)
32. Syaikh Jalaluddin Abdurrahman
(Mesir)
33. Syaikh Dr. Su’ad Shalih (Mesir)
34. Syaikh Dr. Muhammad Al Baltaji (Mesir)
35. Syaikh Dr. Ahmad Syalabi (Mesir)
36. Syaikh Dr. Ahmad Abdurrahman
(Mesir)
37. Syaikh Prof. Dr. Muhamamd al Adawi
(Mesir)
38. Syaikh Dr. Abdul Mu’thi Bayumi
(Mesir)
39. Syaikh Yusuf Al Badri (Mesir)
40. Syaikh Fathullah Jazar (Mesir)
41. Syaikh Manshur Ar Rifa’i Ubaid
(Mesir)
42. Syaikh Ahmad Mu’adz Al Khathib
(Syiria)
43. Syaikh Dr. Nawaf Hail Takruri
(Syam)
Demikianlah, nama-nama para ulama yang
menyetujui aksi bom syahid.[12]
Wallahu
A’lam bish Shawab
[1] Seperti Indonesia, negara ini adalah
Negara Dakwah (Darud Da’wah) bukan Negara Perang (Darul Harb)
maka memerangi orang kafir adalah dengan dakwah, kecuali jika mereka memang
mengganggu secara fisik dan jiwa umat Islam seperti diMaluku- Ambon, dan
Poso.Maka, umat Islam berhak mempertahankan dirinya dengan jihad di sana,
setelah mendapatkan restu dari waliyul amri (pemimpin).
[3] Kaset
ceramahnya berjudul, Silsilah Al Huda
wan Nur no. 134. Atau risalah Al Fatawa an Nadiyyah fil ‘Amaliyat Al
Isytisyhadiyah, hal. 5.
[5] http://salafiharoki.wordpress.com/2008/01/26/fatwa-syaikh-abdullah-bin-humaid-tentang-bomb-syahid-2/
[7] Ibid, hal. 13
[10] Syaikh Yusuf al Qaradhawi, Fatawa
Mu’ashirah, hal. 503-505, Jld. 3. Cet.1, Darul Qalam, Kairo
[11] Al Fatawa An Nadiyyah fil ‘Amaliyat Al
Istisyhadiyah, Hal. 64-70. Fatwa Rabithah Ulama Palestina ini cukup
panjang, mereka mengemukakan dalil-dalil Al Quran, As Sunnah, serta ijma’.
[12] Abduh Zulfidar Akaha, Siapa eroris?
Siapa Khawarij?, Hal.287-290. Pustaka Al Kautsar
No comments:
Post a Comment